webnovel

BAB 88. DISERANG

"Aku akan memberitahumu..." katanya sambil menunjuk ke Aryo, "..nanti." lanjutnya setelah meneguk minuman dalam cangkir yang baru saja diambilnya dari lantai

"Apa maksudmu?" tanyaku tidak sabar, "Apa kau ingin mempermainkan kami?!"

Dia terkekeh sambil menggoyang-goyang cangkirnya yang masih berisi separuh.

"Dat is jouw keuze." katanya tanpa melihatku. (*Terserah)

"Kau!!"

Dia mahir berbahasa Belanda. Dan sepertinya bisa berbagai bahasa. Tapi yang jelas dia sangat menjengkelkan.

Dengan kesal aku keluar dari ruangan itu.

Lagipula aku tidak lagi peduli apakah aku bisa kembali ke duniaku atau tidak. Aku tidak yakin akan mampu meninggalkan Aryo. Ancaman kematian tidak membuatku takut. Aku tidak peduli jiwaku terjebak di lorong waktu atau apalah. Aku hanya ingin bersama Aryo hingga akhir waktuku.

Aku masih merasa penasaran dengan kata-kata Nyi Rompah. Hari berikutnya aku mengajak Aryo untuk kembali menemuinya.

"Dia sudah pergi." sahut Aryo.

"Apa?!" Aku terkejut "Kenapa? Apa dia melarikan diri lagi?"

Aryo menggeleng. Entah kenapa Aryo tampak sangat tenang dengan kepergian Nyi Rompah. Padahal sebelumnya dia yang lebih panik soal sisa waktuku.

"Lalu... Kenapa dia pergi? Bukankah dia berjanji akan memberitahu kita caranya?"

"Sudahlah... Jangan kau pikirkan. Yang penting adalah kita bisa bersama." sahutnya sambil mengelus puncak kepalaku.

"Tapi,bukankah...."

"Dia sudah memberitahuku semalam." sela Aryo ringan.

"Apa?! Kenapa?" tanyaku terkejut. "Maksudku bagaimana?"

Aryo tersenyum memandangku. Pandangan syahdu penuh cinta yang selalu membuatku luluh.

"Aku akan persiapkan semuanya. Kau tidak perlu khawatir." katanya pelan lalu mengecup ringan dahiku. "Jaga saja kesehatanmu dan anak kita."

Melihatnya seperti itu justru mengkhawatirkanku. Apa sebenarnya yang dikatakan wanita tua itu kepadanya? Mengapa dia enggan memberitahuku?

"Hari ini kita akan kembali ke tempat prajurit."

"Baiklah." jawabku ragu-ragu.

Aku akan mencari waktu yang tepat untuk membuatnya bicara

Kami berkuda hampir seharian untuk mencapai tempat latihan prajurit. Aryo tidak dapat memacu kudanya lebih kencang karena mengkhawatirkan kondisiku.

"Apa kau yakin baik-baik saja?" tanyanya lagi.

"Berhentilah bertanya seperti itu. Aku akan memberitahumu jika aku merasa tidak baik-baik saja." ucapku kesal.

Gara-gara Nyi Rompah, hari ini mood ku benar benar buruk. Belum lagi Aryo yang dengan menjengkelkan mencoba menyembunyikan sesuatu dariku.

"Baiklah."

Menjelang petang kami sampai di tempat yang sebelumnya pernah kami datangi. Seorang wanita paruh baya dengan kebaya berwarna gelap mendatangi kami. Saat Aryo menyerahkan kudanya ke seorang pengawal.

"Ibu?!" seru Aryo terkejut. "Mengapa ibu ada disini?" tanyanya

Keadaan yang minim cahaya membuatku kurang dapat mengenali sosok itu, hingga sosok itu sudah berada cukup dekat dengan kami.

"Apa aku tidak boleh datang kesini?"

"Bukan itu maksud ananda, ibu." kata Aryo dengan nada gugup. "Ananda berpikir bahwa ini terlalu jauh. Dan sangat tidak aman untuk wanita."

"Lalu apakah yang disebelahmu itu bukan wanita?" tanya ibu mengarah kepadaku.

"Salam ibu." ucapku rendah.

Sosok wanita ini masih saja tampak sedikit menakutkan bagiku. Dia memiliki kharisma yang membuat orang segan untuk langsung menatapnya, apalagi menentangnya.

"Bagaimana keadaan cucuku?"

"Insyaallah baik-baik saja ibu." jawab Aryo.

"Yah... Semoga saja begitu."

"Antar dia istirahat!" perintahnya kepada seorang abdi dibelakangnya "Dan kau.." katanya menunjuk ke Aryo, "...ikut aku!"

"Saya akan mengantar Margaret dulu ibu. Nanti saya akan menemui ibu." kata Aryo.

Setelah ibu berlalu, Aryo membawaku ke sebuah bilik dan meminta seorang pelayan menyiapkan air untuk membasuh tubuhku.

"Margaret, kamu istirahat saja. Aku harus menemui ibu."

"Kenapa ibu ada disini?" tanyaku

"Entahlah. Aku sudah mengirim semua orang ke tempat-tempat yang aman. Tapi ibu bukan orang yang mudah untuk diminta tetap di tempat yang nyaman dan aman. Dia akan melakukan apa saja yang menurutnya perlu dilakukan."

Beberapa saat setelah Aryo meninggalkan bilik itu, seseorang mengetuk pintu.

"Siapa?" tanyaku

"Ampun, Den Ayu. Saya membawakan barang milik pangeran, Den." katanya.

Seorang pria yang cukup tua dengan pakaian yang lusuh membawa sesuatu yang dibungkus kain yang juga sangat lusuh.

"Apa ini?" tanyaku.

"Ini pesanan Raden Aryo, Den."

Apakah dia juga tidak tahu isinya? Apakah dia cuma kurir saja?

"Siapa namamu? Apakah kamu prajurit disini?"

"Nama saya Wiroto, Den. Saya baru datang disini. Kemaren seseorang membawa pesan untuk mengirimkan barang ini kemari." jelasnya.

"Baiklah." kataku sambil menerima barang itu. "Kamu boleh pergi." perintahku kemudian.

Aku meletakkan bungkusan itu diatas meja. Setelah beberapa saat aku tidak dapat lagi menahan rasa penasaranku. Kubuka kain lusuh itu.

Ini adalah sebuah kotak kayu!

Aku mencoba membukanya, tapi tidak berhasil. Tidak ada lubang kunci.

Kotak apa ini?

Suara pintu yang terbuka membuatku terbangun. Ini masih malam. Mungkin masih tengah malam.

"Margaret?" panggil Aryo setengah berbisik "Apakah kau sudah tidur?"

Aku menggeliat dan melihat Aryo duduk disebelahku.

"Kenapa kau tidur disini?"

Ya, aku tertidur diatas meja. Tiba-tiba aku menjadi sangat mengantuk dan tertidur begitu saja.

Aku menggeleng.

"Ayo." ajaknya menuju tempat tidur.

Aku mengangguk. Aku masih sangat mengantuk. Entah kenapa aku merasa terlalu mengantuk.

"Apa kau bisa berjalan?" tanyanya "Apa perlu kugendong?"

Aku menggeleng. Lalu mencoba berdiri. Belum sampai dua langkah, tubuhku sudah terhuyung. Hampir saja jatuh jika Aryo tidak segera menangkapku.

"Apa kau baik-baik saja?" tanyanya

"Aku mengantuk." rengekku.

Aku sangat mengantuk. Aku belum pernah seperti ini sebelumnya. Mungkin karena aku terlalu lelah.

Aryo menggendong tubuhku menuju ranjang.

"Tidurlah. Besok pagi aku harus pergi. Mungkin aku tidak akan sempat berpamitan kepadamu, jika kamu masih tidur."

"Baiklah." kataku disela-sela kesadaranku.

Entah apa lagi yang Aryo katakan, aku sudah terlalu mengantuk untuk mendengarkannya.

Padahal ada banyak hal yang ingin kutanyakan padanya. Akhirnya aku benar-benar tertidur.

Sinar pagi menyeruak masuk ke bilik itu saat aku mulai terjaga. Aryo sudah tidak lagi ada di sampingku. Seorang wanita paruh baya dengan kain lilit di badannya, duduk bersimpuh dibawah ranjangku.

"Den Ayu sudah bangun?" tanyanya sembari berdiri.

"Siapa kamu?" tanyaku

"Saya pelayan Den Ayu. Raden Aryo meminta saya kemari."

Aku teringat semalam aku mencoba membuka kotak misterius yang dikirimkan untuk Aryo.

Aku segera duduk dan melihat kearah meja.

Kotak itu sudah tidak ada disana. Aryo pasti sudah membawanya.

Aku berdecak kesal. Aku tidak sempat menanyakan isinya kepada Aryo.

"Apakah Raden Aryo sudah pergi?"

"Sudah, Den Ayu."

"Apakah ibu masih ada disini?"

"Tidak Den. Ndoro Raden Ayu juga pergi bersama Den Aryo."

Jadi Aryo pergi bersama ibu. Kemana? Apakah tadi malam Aryo sudah memberitahuku? Tapi aku sudah sangat mengantuk untuk mendengarkannya.

"Kemana?"

"Saya tidak tahu, Den. Saya tidak boleh mengetahui hal-hal seperti itu, Den."

Ya.. Ya.. Ini adalah kamp persembunyian. Ini tempat pelatihan prajurit rahasia. Tentu saja tidak boleh sembarangan orang tahu.

"Baiklah... Sudahlah..".

Hari itu cukup cerah. Langit tampak biru dan yang terpenting adalah udara di tempat itu sangat segar, karena dikelilingi hutan. Aku berjalan-jalan untuk melemaskan kakiku dan juga untuk melihat-lihat tempat itu.

Aku melihat prajurit-prajurit yang sedang berlatih. Jumlah mereka tidak banyak. Jauh lebih sedikit dari terakhir kali aku berada disini.

"Kenapa semakin sedikit prajurit yang ada disini?" tanyaku kepada wanita tua yang meminta dipanggil Mbok Din. Entah siapa namanya.

"Tadi pagi Raden membawa banyak prajurit bersamanya."

Apa?! Kemana Aryo? Jangan bilang dia ingin melakukan serangan! Sialan!

Rasanya aku ingin menjerit kesal. Kenapa dia tidak memberitahuku apa-apa.

Seharian aku merasa kesal. Hingga lidahku sulit untuk kompromi dengan makanan yang dihidangkan Mbok Din.

"Sudah, Mbok. Saya baik-baik saja. Pergilah." kataku lemah.

Aku meninggalkan makananku tanpa kusentuh. Aku kembali menuju ranjang dan merebahkan diri. Melihat sinar sore yang menguning dari sela-sela jendela kayu.

Saat mataku hampir terpejam. Tiba-tiba aku mendengar suara orang-orang berteriak. Tak lama kemudian seseorang mengetuk pintu bilikku dengan keras dan tampak tidak sabar.

"Noni!" panggilnya.

Siapa yang memanggilku seperti itu disini.

Aku membuka pintu dengan malas.

"Ada apa?!" tanyaku dengan nada tinggi.

Ternyata dia adalah anak buah Aryo yang dulu selalu mengikuti Aryo.

"Noni ikut saya!" serunya panik.

"Kemana?!" tanyaku

"Kamp ini diserang!"

Thanks buat readers atas support nya... That's mean a lot to me. Lup yu all ?

Nice_Dcreators' thoughts
下一章