webnovel

BAB 67. ARYO DAN AKU

Tubuh Aryo bergerak pelan. Dia siuman.

"Aryo!" bisikku pelan.

Dengan pelahan matanya terbuka. Dia mencoba tersenyum kepadaku. Walaupun aku yakin dia mencoba menyembunyikan rasa sakitnya.

"Kau baik-baik saja kah?" tanyaku

Pertanyaanku sangat bodoh. Tentu saja Aryo tidak baik-baik saja. Dia terluka di beberapa bagian tubuhnya.

"Aryo katakan sesuatu." kataku panik.

Aryo mengernyitkan keningnya. Dia kesakitan.

"Aryo... Aryo..."

"Tolong ambilkan kunyit di bawah nakas."

Aku segera berlari kebawah nakas. Aku menemukan sebuah wadah yang berisi banyak hal. Aku bingung. Aku tidak bisa membedakannya.

Yang manakah kunyit itu?

"Aryo... Ini banyak macamnya. Yang mana kunyit itu?"

Aku masih berjongkok dengan wadah di tanganku.

"Bawalah kesini."

Suaranya serak.

Aku berusaha membantunya memiringkan tubuhnya. Luka di punggungnya masih terus berdarah.

Aku benar-benar khawatir dengan kondisinya.

Dia memberiku beberapa ruas kunyit.

"Cuci.." perintahnya.

Dia tampak ragu-ragu sebelum mengatakan, "Maukah kau mengunyahkannya untukku?" pintanya dengan nafas pendek-pendek.

Dikunyah? Seperti apa rasanya?

"Lalu bubuhkan dilukaku." imbuhnya

Aku mengangguk.

Mengunyah bukan pekerjaan sulit. Tapi bongkahan mirip batang pohon yang beruas-ruas ini cukup besar.

Gigitan pertama nyaris membuatku muntah.

Rasanya sangat aneh. Tidak pahit, tapi ada sesuatu yang agak lengket.

Rasanya cukup mengerikan. Tapi luka Aryo lebih mengerikan. Jadi ini harusnya tidak masalah untukku.

Setengah mati kutahan mual karena rasa aneh dimulutku.

Setelah kurasa cukup hancur, kukeluarkan dari mulutku untuk kububuhkan di luka Aryo.

Apa kau yakin ini bisa menyembuhkan lukamu? Aku ingin bertanya seperti itu, tapi mulutku terlalu sibuk untuk terus mengunyah, sambil berusaha mengesampingkan rasanya yang aneh.

"Beri sedikit garam." perintahnya sambil menahan sakitnya, saat aku akan membutuhkannya ke lubang bekas proyektil senapan di punggungnya.

"Bukankah akan semakin terasa pedih jika ditambah garam."

"Tidak apa...eh... Lakukan.. Lakukan saja."

Nafasnya tersengal. Dia kesakitan.

Aku melakukan sesuai yang dia perintahkan. Aryo tampak menahan sakit.

Darahnya tidak lagi mengalir.

Syukurlah! Aku sangat mengkhawatirkannya.

"Kau beristirahatlah.." pintaku. "Aku akan menjagamu."

Kondisi Aryo masih bertelanjang dada. Angin berhembus cukup kencang, maka aku berpikir untuk sedikit menutup jendela. Tapi tangan Aryo segera meraih lenganku.

"Jangan kemana-mana." ucapnya "Aku tidak ingin jauh darimu."

"Anginnya..."

"Biar saja." selanya, "Jangan lepas tanganku." pintanya.

Ini bukan akhir hidupnya kan? Ini menakutkanku.

"Margaret..." panggilnya. Suaranya lemah, "Aku merindukanmu.."

Hatiku merasa sakit. Aku juga merindukannya. Tapi bukan pertemuan seperti ini yang kuinginkan.

Dalam keadaan seperti inipun Aryo masih tampak tampan.

Ahh, aku sudah gila! Bagaimana mungkin aku bergairah melihat Aryo yang sedang terluka parah? Aku benar-benar sudah tidak waras.

Kumajukan wajahku untuk mencium bibirnya sekilas. Tapi tangan Aryo segera meraih tengkukku untuk membenamkanku dalam ciuman panjang yang sarat emosi.

"Aryo!" seruku marah, saat kami hampir kehabisan nafas karena ciuman panjangnya.

"Kau gila!"

"Kau membuatku gila, gadis berambut merah." balasnya. "Aku bisa melihat matamu begitu jujur menginginkanku."

Itu benar. Aku memang sudah tidak waras karena pria ini.

Dia tertawa geli melihatku tampak jengkel.

"Bagaimana kabar anakku?" tanyanya sambil mengelus perutku.

Aku hanya tersenyum kepadanya.

"Aku terluka, Margaret. Bagaimana mungkin kau justru menggodaku?"

Aku bersungut-sungut jengkel.

"Aku tidak menggodamu!"

"Tapi kau sengaja tampak sangat cantik."

Sial! Bahkan wajahku memerah seperti seorang gadis yang sedang digoda.

Aryo sudah gila!

"Tutup mulutmu! Atau kupukul lukamu!"

"Ck.. Ck.. Ck.. Kau ingin membunuh suamimu?"

Dia menjengkelkan. Wajahnya benar-benar tampak menggoda.

"Jika kau terus seperti itu, aku akan buat lukamu semakin parah!"

"Bagaimana caranya?" tanyanya dengan senyuman yang menggoda.

"Dengan mengajakmu bercinta!" seruku marah.

"Aku tidak keberatan..."

下一章