webnovel

BAB 55. ROMEO DAN JULIET

"Apa maksudmu?" tanyaku

Ada rasa takut dan bingung mulai menyelimutiku. Kata 'maaf' seakan mengisyaratkan bahwa Aryo akan meninggalkanku.

Benarkah dia menyerah dengan itu keadaan kami?

"Aku tidak bisa banyak membicarakan tentang hal ini. Ini terkait dengan kondisi antara para ningrat dengan keraton dan para kumpeni. Kami sudah pecah didalam. Dan salah satu penyebabnya adalah orang-orang seperti Papamu dan Daniel. Mereka seakan bersorak dengan rusaknya hubungan antara bapak dan anak, antarsaudara menjadi musuh. Beberapa dari kami telah menyadari hal itu. Karenanya kamu tetaplah di Batavia hingga aku menjemputmu."

Dia memandangiku yang masih dalam ekspresi takut dan bingung.

"Apa yang akan terjadi? Jangan membahayakan dirimu. Aku mohon.." pintaku.

"Kalian... Maaf maksudku kumpeni..."

"Tidak apa... Aku juga salah satu dari mereka. Aku menikmati hidup di negeri ini dengan menjadikan inlanders yang seharusnya pemilik negeri ini sebagai orang nomor dua..."

"Bahkan banyak anak-anak negeri yang kalian perbudak dan jual seperti sebuah barang." selanya dengan geram

"Aku tahu..." sahutku suram.

"Maafkan aku..."

"Tidak.. Ini bukan salahmu. Aku... Aku hanya teringat Dhayu. Dia.. Dia harus bahkan harus mengalami suatu kebiadaban karenaku.."

Kututupi wajahku dengan kedua tanganku. Aku hampir histeris mengingat peristiwa itu. Aku benar-benar terguncang.

Aryo memelukku. Menggosok-gosokkan telapak tangannya di punggungku.

"Aku pernah menyaksikan kedua orang tuaku meninggal karena kecelakaan saat aku berusia tujuh tahun.. Tapi itu tidak lebih mengerikan daripada apa yang dialami Dhayu."

Aku dorong tubuh Aryo untuk melepaskan pelukannya.

"Bagaimana mungkin kalian membiarkan bangsa kalian sendiri diperlakukan tidak manusiawi seperti itu?!" sungutku kesal. "Kau... Kalian... Ningrat, raja atau apapun itu adalah pemimpin negeri ini. Harusnya melakukan sesuatu."

Aryo melihatku dengan pandangan tidak percaya dan bingung.

"Kau...ya..kau benar. Kami sangat bodoh sehingga tidak dapat melindungi bangsa kami sendiri..." tukasnya kesal.

Aryo menundukkan pandangannya.

"Tunggu!" sentakku "Lupakan apa yang aku katakan. Kau tidak boleh dalam bahaya!" ucapku kepadanya.

Aryo tidak bereaksi. Dia tetap menundukkan wajahnya.

"Aryo!" seruku sambil mengguncang pundaknya. "Aku mencintaimu. Aku tidak ingin kamu celaka dengan alasan apapun." ratapku sambil menangis.

Aryo kembali memelukku.

"Apa yang telah terjadi pada kita, Margaret." katanya dengan suara berat.

Diciuminya rambut dan telingaku.

"Margaret, apakah kita sudah melakukan kesalahan, sehingga seakan menjangkaumu adalah kemustahilan."

"Tidak, Aryo. Aku akan tetap menunggumu. Aku akan tetap milikmu."

"Terimakasih, sayang."

Dia menarik tubuhnya dan memandangi wajahku, sebelum akhirnya menjatuhkan ciuman ringan di pipiku.

"Dan satu hal lagi. Jika jauh dariku jangan lakukan hal-hal yang berbahaya!" perintahnya. "Jangan pernah membuatku ketakutan seperti itu lagi."

Aku memandangnya bingung.

"Yang mana?"

"Kau..." tatapnya kesal.

"Maksudmu memanjat dinding?" tanyaku "Aaah... Itu hal yang sepele untukku. Aku biasa panjat tebing yang tingginya bahkan lebih tinggi dari benteng yang pernah kau lihat." kekehku.

Aryo semakin tampak kesal

"Baiklah... Eeemmm memang sih, aku belum pernah melakukannya dalam keadaan hamil. Jadi... Ya selalu ada yang pertama untuk segala hal." ucapku sambil tersenyum lebar.

"Dan masuk kedalam air?"

"Heii! Aku bisa berenang. Justru berenang sangat dianjurkan untuk wanita hamil. Jadi apa yang salah dengan itu?"

"Setahuku saat aku menangkatmu dari sungai kala itu, pembantumu mengatakan kau tidak bisa berenang." ujar Aryo.

"Itu... Emm.. Apa aku perlu bercerita lagi? Kau pasti tidak percaya. Percuma aku cerita lagi. Karena akupun juga masih bertanya-tanya bagaimana aku bisa tersesat kemari."

"Apa maksudmu?" tanyanya bingung.

"Sudahlah lupakan. Hanya perlu kau ingat bahwa istrimu sangat mahir berenang. Jadi kau tidak perlu khawatir." ujarku meyakinkannnya.

"Jangan membuatku semakin khawatir.. ."

"Sudahlah.." selaku. "Lakukan apa yang terbaik untuk negerimu. Aku akan menjaga diriku untukmu." tegasku kepadanya.

Aryo kembali menciumku. Kali ini ciuman yang dalam dan sarat emosi. Ya, kita benar-benar saling mencintai. Kita masing-masing mengkhawatirkan satu dan yang lain. Kita berada di kubu yang berbeda. Aku seorang penjajah dan dia seorang pejuang.

Aku pikir Romeo dan Juliet hanyalah cerita yang takkan pernah ada di kehidupan nyata. Tapi kini aku mulai berpikir seperti itulah kami.

下一章