webnovel

BAB 44. KEBOHONGAN

"Papa?!" seruku terkejut.

Papa memandangku dari ujung kepala hingga kaki.

"Aku hampir tidak mengenali gadis bodoh yang ada dihadapanku!" tukasnya kesal. "Kau tampak sangat kumal sekali!"

"Tapi aku masih tetap mengenali Papa yang telah menukar anaknya dengan kebebasannya." sahutku menyindir.

"Kau masih marah kepadaku?" tanyanya sambil mengikutiku menuju kamarku.

Aku tidak menemukan Dhayu. Aku memanggilnya berulang-ulang, tapi hanya Genduk yang mendatangiku dengan tergesa-gesa.

"Mevrouw de Bollan..." sapanya dengan kesopanan yang sangat dibuat-buat.

"Dimana Daniel?" tanyaku ketus.

Entah kenapa aku sungguh tidak menyukai wanita ini.

"Meniir akan segera kembali dari Batavia. Dia bilang hari ini dia akan kembali." jawabnya.

"Dimana Dhayu?!"

Wajahnya tampak ragu-ragu.

"Katakan kepadaku, dimana Dhayu?!"

Kuremas pundaknya dengan keras.

"Mevrouw.. Anda menyakiti saya..." katanya

"Aku tanya kepadamu, dimana Dhayu?!" tanyaku marah

Bayangan bagaimana Dhayu diperlakukan kembali terlintas dalam ingatanku.

Apakah dia dipersalahkan lagi karena ulahku?

"Dia ada di Batavia." jawab Papa.

Aku melihat kearah Papa.

"Kenapa?!"

"Aku membelinya sejak dia masih kecil. Ketika kamu datang, aku menjadikannya sebagai teman bermainmu. Daniel menyalahkannya atas kepergianmu. Dia mengalami perlakuan buruk disini, sedang aku tidak yakin kamu bakal kembali. Aku pun tidak tahu kemana kamu pergi... "

Papa tampak menyedihkan ketika berbicara tentang Dhayu.

Aku tidak pernah tahu masa lalu Dhayu, bahkan seakan aku tidak mempedulikan itu. Aku mulai merasa bersalah kepadanya. Berkali-kali dia mengalami sesuatu yang menyakitkan karenaku.

"Papa, apakah Dhayu baik-baik saja?" tanyaku dengan menurunkan nada suaraku yang sebelumnya tinggi.

Papa menatapku penuh kesedihan.

"Aku mengkhawatirkanmu. Kenapa kau khawatir dengan orang lain?" tanyanya sedih.

Papa menundukkan kepalanya kemudian menoleh kesana kemari seakan tidak ingin bertatap mata langsung denganku.

"Kau!" tegurnya pada Genduk, "minta pelayan menyiapkan air untuk mandi nyonyamu!" perintahnya pada Genduk.

"Ja meneer!" jawabnya dengan aksen yang sudah lebih baik daripada sebelumnya.

Genduk segera berlalu dari hadapan kita. Papa menutup pintu kamarku dan duduk di salah satu kursi didekat jendela.

"Aku mengkhawatirkanmu, Margaret." ucapnya sedih. "Aku merasa bersalah kepadamu."

Dia diam sejenak menatapku, berharap aku mengatakan sesuatu kepadanya.

Melihat aku sama sekali tidak meresponnya, dia kembali berkata, "Apakah kamu benar-benar tidak bisa menerima Daniel?"

Aku memalingkan wajahku mendengar nama itu disebut. Aku tidak tahu apa yang sudah dilakukan pria itu kepada Dhayu sebelum Papa mengirimnya kembali ke Batavia.

"Apakah kau ingat temanmu Pauliene?"

Ya, aku mengingat gadis berwajah bulat yang kutemui pada suatu pesta.

"Dia sekarang mendekati Daniel."

Syukurlah, paling tidak aku bisa bebas dari Daniel.

"Apakah kau baik-baik saja?" tanya Papa lagi.

Tentu saja aku baik-baik saja. Akan lebih baik jika Daniel menceraikanku. Jika Pauliene mampu menggantikan posisiku, maka aku akan dengan senang hati menyerahkannya.

"Papa tahu aku sudah menikah dengan Aryo..."

"Jangan sebut namanya! Inlander itu benar-benar mengacaukan hidupmu!" hardiknya kasar.

"Papa!" seruku marah. "Jika Papa tidak mengakuinya, maka Papa tidak perlu mengakuiku sebagai putri Papa!"

Ya, hidupku kacau. Tapi begitu juga dengan Aryo. Dan akulah yang telah mengacaukannya, bukan sebaliknya.

"Ga weg! ik moet alleen zijn." ucapku kemudian (*Keluarlah! Aku ingin sendiri.)

Papa sekali lagi memandangku dengan ragu.

"Margaret... " suaranya menjadi lemah.

Pria yang kusebut Papa ini sebenarnya sangat menyayangi anak gadisnya. Terkadang aku merasa kasihan melihat wajahnya yang mendadak tampak lebih tua setelah aku menikah dengan Daniel. Aku tahu dia juga menyesalinya. Tapi tidak ada yang dapat dia lakukan. Posisinya belum aman. Dan aku tahu bahwa dia berpikir dengan menikahkanku dengan Daniel, maka aku bisa hidup nyaman.

Sejenak dia memandangku sebelum akhirnya dengan langkah berat dia keluar dari kamarku.

Sore itu Daniel telah kembali. Dan yang pertama didatangi adalah kamarku.

Wajahnya memandangku penuh kebencian.

"Kau...!" dengusnya melihatku yang sedang berada dibalik selimut.

Aku hanya menoleh memandangnya. Kemudian kembali memunggunginya.

Daniel melangkah mendekatiku.

"Sampai kapan kau akan terus melakukannya." tanyanya dengan suara rendah.

"Apa yang sudah kulakukan?" tanyaku balik tanpa membalikkan badanku.

"Apa kau pura-pura bodoh?!" hardiknya "Pria itu membawamu kabur kan?"

Aku langsung membalikkan badanku.

"Kau salah!" sentakku.

Suaraku yang meninggi membuat Papa pun masuk ke kamarku.

"Aryo sama sekali tidak ada hubungannya dengan kaburku kali ini!" bentakku dengan nafas memburu. "Kau salah! Aku hanya ingin kembali ke Batavia. Jika kau tidak percaya, kau bisa tanya Papa!" lanjutku sambil melihat kearah Papa

Sesaat wajah Papa tampak kebingungan. Lalu dengan segera dia mengangguk.

"Ya, aku bertemu dengannya di jalan saat akan kesini. Dia menolak aku ajak kembali, awalnya. Tapi entah kenapa, akhirnya dia menyusulku kesini." jelas Papa dengan ragu-ragu.

Setiap orang di rumah ini tahu Papa datang sendiri, tidak bersamaku. Untunglah Papa cukup pintar untuk menutupi kebohonganku.

"Sampai kapan kau akan menahan Ibu Aryo?!" tanyaku kepada Daniel. "Aku sudah mengatakan kepadamu berulang kali bahwa aku ingin kembali ke Batavia. Kau mengabaikanku!" sentakku lagi.

Wajah Daniel sesaat tampak bingung, tapi kemudian kembali mengeras.

"Jika aku tahu kau masih berhubungan dengan inlander brengsek itu, aku akan membunuhnya!"

ucapnya sebelum meninggalkan kamarku.

下一章