Setelah perkenalan selesai, keduanya saling memandang satu sama lain seakan menebak maksud masing-masing.
Gubuk itu hening sejenak, tapi ini tidak bisa dibiarkan terjadi. Zaryusu adalah tamu, oleh karena itu sebagai tuan rumah Crusch yang seharusnya berkata terlebih dahulu.
"Pertama, Tuan pembawa pesan, aku yakin kita tidak perlu terlalu formal. Aku ingin kita bicara dengan bebas, jadi silahkan buat diri anda senyaman mungkin."
Menerima penawaran untuk bicara tanpa hambatan, Zaryusu mengangguk.
"Saya sangat berterima kasih untuk itu, karena saya tidak terbiasa berbicara dengan nada serius dan formal."
"Kalau begitu maukah anda berbagi alasan kunjungan anda?"
Meskipun dia bertanya, Crusch sudah memiliki ide kasarnya.
Undead misterius yang muncul di tengah desa. Magic untuk mengendalikan udara, magic tingkat 4 [Control Cloud]. dan sekarang lizardmen pria dari suku lain, seseorang yang bisa disebut pahlawan.
Mulai sini, hanya ada satu jawaban. Saat Crusch memikirkan bagaimana menjawab Zaryusu - Dia merasakan seluruh ekspektasinya pecah.
"...Tolong menikahlah dengan saya."
.....
.....?
.....?!
"....Ha?!"
Dalam sekejap, Crusch meragukan telinganya.
"Sebenarnya, ini bukan tujuan saya yang sebenarnya kemari. Aku tahu benar bahwa ini harus menunggu hingga tujuan saya selesai. Tapi saya tidak bisa bohong dengan hati saya. Anda mungkin akan menertawakan pria bodoh ini."
"A...a...ah...ha."
Ini adalah kalimat yang tak pernah dia dengar sejak lahir, dan berpikir bahwa mungkin tidak ada kaitan apapun dengannya. Pikirannya kacau karena badai yang bergolak, tersebar ke seluruh tempat dan sepertinya wanita itu tidak bisa mengatur mereka.
Terhadap Crusch yang kebingungan, Zaryusu mengungkapkan senyum yang memaksa dan melanjutkan pembicaraannya:
"Maafkan saya, saya tidak tahu apa yang harus saya katakan, kami sekarang menghadapi keadaan yang tidak menentu. Jawaban anda bisa menunggu hingga ini selesai."
"Uh, ha...haha."
Akhirnya mampu menata kembali pikirannya dan berhasil melanjutkan, Crusch mendapatkan kembali ketenangan. Namun ketika teringat ucapan Zaryusu sesaat yang lalu, pemikirannya kembali kacau.
Crusch mencoba untuk diam-diam mengintip wajah pria di depannya yang sangat tenang.
Mengatakan hal seperti itu kepadaku, tapi dia masih sangat tenang.... Mungkin dia terus-terusan melamar orang lain?! Atau mungkin dia sudah terbiasa dengan lamaran yang sering? ... Meskipun dia agak terburu-buru...Ah, apa yang sedang kupikirkan, pasti, dia ingin mengendalikanku, membuat lamaran kepadaku dan mengambil cintaku. Me...Melamar orang sepertiku...
Dia, yang tak pernah merasa diperlakukan sebagai seorang wanita, tidak mampun tenang dan gagal mengetahui ujung ekor Zaryusu yang juga sedikit bergetar. Pria di depannya juga menggunakan kekuatan untuk mengendalikan emosinya agar tidak tampak.
Itulah kenapa sebuah keheningan pun muncul. Kedua individu tersebut membutuhkan waktu hening untuk membiarkan kegembiraan di hati menjadi reda.
Hampir sepuluh menit kemudian, kelihatannya sudah bisa kembali ke topik semula.
Crusch berniat menanyakan kepada Zaryusu lagi alasan kunjungannya, tapi teringat ucapan sebelumnya.
...Bagaimana cara mengatakannya!
Dengan sebuah tepukan, ekor Crusch memukul papan lantai. Pria di depannya terkejut, seakan dialah yang terkena tamparan itu.
Tindakah ini terlalu tidak sopan, dan merasa panik.
Meskipun dia hanya seorang traveler, selain itu juga seorang wakil suku.... dan terlebih lagi bukan lizardmen biasa, tapi seorang pahlawan yang memegang Frost Pain. Ketidaksopanan terhadap seseorang seperti itu tidak bisa dimaafkan.
Tapi ini adalah salahmu juga! Terlebih lagi, katakanlah sesuatu!
Zaryusu kenyataannya merasa malu dengan tindakannya yang terburu-buru, dan memilih untuk tetap diam. Namun Crusch, yang sedang bingung dengan emosinya seakan menutup gunung api aktif, tidak mengetahui ini sama sekali.
"karena kamu bukan orang yang ketakutan dengan tubuhku, mungkin tidak aneh jika kamu adalah seorang pahlawan?"
Terhadap ucapan Crusch yang menusuk, Zaryusu terlihat bingung dan tidak tahu apa yang harus dikatakan.
Crusch juga penasaran sebenarnya apa yang dia pikirkan.
"Tidak takut dengan tubuh albinok, maksudnya."
"...Itu seperti salju putih yang menutupi puncak pegunungan."
"...Eh?"
"...Warna yang cantik."
Tentu saja, dia tak pernah mendengar baris kalimat ini sekalipun di hidupnya.
A.. Apa yang pria ini katakan!
Tekanan di dalam tubuh memuncak hingga membuat Crusch sampai pada titik dimana dia tidak bisa lagi dibendung, dan tutup yang menahan tersebut akhirnya terlepas dengan sebuah frase. Sementara Crusch tenggelam dalam bayangannya, Zaryusu dengan lembut meraih dan mengusap sisiknya. Warna yang cerah itu polesan kecantikan...dan sedikit pada sisik-sisik yang keren itu tangan Zaryusu bergerak ke bawah seperti air pada sungai yang mengalir.
Hiss! Itu adalah suara peringatan, tapi ada hal lain yang tercampur di nafasnya pula.
Memberikan keduanya peluang untuk memperoleh ketenangan mereka yang hilang.
Keduanya menyadari apa yang dia lakukan padanya dan apa yang dia lakukan secara tidak sadar. Seluruh tubuh mereka gemetar. Mengapa aku melakukan hal itu? Mengapa aku membiarkannya? Keraguan menjadi kegugupan, dan kegugupan menjadi kebingungan.
Sebagai hasilnya, dua ekor menepuk lantai, cukup keras sehingga menggetarkan gubuk.
Lalu keduanya saling melihat masing-masing, dan memastikan status ekor masing-masing. Seakan waktu berhenti, kedua ekor itu berhenti bergerak.
"..."
"..."
Suasananya berat, atau mungkin lebih baik dijelaskan sebagai gugup. Keheningan terhadap kedua individu tersebut, diikuti dengan keduanya yang saling mencuri pandang satu sama lain. Crusch akhirnya bisa menata pikirannya, dia bertanya pada Zaryusu dengan tatapan beku, bertekad untuk mendeteksi kebohongan apapun dalam ucapannya.
"...Mengapa kamu...tiba-tiba sekali?"
Meskipun Crusch bermasalah dalam mengungkapkan pemikirannya menjadi kalimat, Zaryusu mengerti lalu membalas dengan jujur dan tanpa ragu.
"Itu adalah cinta pada pandangan pertama. Disamping itu, kematian mungkin akan dihasilkan dari perang kali ini, dan aku tidak ingin meninggalkan penyesalan di belakang."
Kejujuran yang sederhana, kalimatnya yang tidak menyembunyikan emosi apapun membuat Crusch sesaat kehilangan kata-kata. Namun, ada bagian yang dia tidak bisa memahaminya.
"...Bahkan seorang pemegang Frost Pain yang terkenal sudah bersiap untuk mati di medan pertempuran?"
"Benar sekali. Musuh kali ini adalah musuh yang kuat, yang tidak bisa dianggap remeh...Apakah anda pernah melihat monster yang bertindak sebagai pembawa pesan? yang datang ke desa kami memiliki penampilan itu.."
Crusch menerima ilustrasi yang diberikan Zaryusu, dan mengangguk setelah memberikan tatapan sepintas.
"Ya, Itu adalah monster yang sama."
"Apakah kamu tahu monster macam apa itu?"
"Tidak. Termasuk saya, tak ada yang tahu di suku kami."
"Begitukah...sebenarnya aku pernah menemui monster semacam itu sekali sebelumnya.."
Zaryusu berbicara hingga titik ini dan terdiam sebentar mengawasi respon Crusch saat dia melanjutkan
"..dan aku kabur."
"..Eh?"
"Tidak mungkin dikalahkan. Tidak, jika dikatakan baik-baik, itu adalah peluang lima puluh - lima puluh tewas."
Crusch lalu mengerti bahwa monster itu adalah undead yang menakutkan, dan menghela nafas lega bahwa keputusannya untuk menghentikan warrior kemarin adalah keputusan yang benar.
"Dia bisa mengeluarkan teriakan dan membuat bingung mental lawannya. Tidak hanya itu, dia memiliki tubuh transparan oleh karena itu hampir seluruhnya kebal dengan serangan senjata yang tidak diberi magic. Menggunakan jumlah juga tidak berhasil."
"Diantara magic yang dipakai oleh para druid kami, ada semacam magic yang bisa menambah magic ke dalam pedang sementara..."
"..Apakah bisa digunakan untuk melawan serangan mental?"
"Bisa digunakan untuk menguatkan perlawanan, tapi melindungi keadaan mental setiap orang adalah hal yang terlalu banyak dan kekuatan kami tidak akan cukup."
"Jadi seperti itu...apakah semua druid mampu menggunakan magic itu?"
"Jika untuk menguatkan terhadap pertahanan, hampir seluruh druid mampu melakukannya. Tapi aku hanyalah satu-satunya di suku ini yang bisa berlindung dari kebingungan pikiran."
Crusch melihat nafas Zaryusu yang sedikit berubah. Kelihatannya dia sudah mengetahui posisi Crusch dan bukan hanya titel kosong.
Benar sekali. lizardmen Crusch Lulu adalah druid hutan yang sangat ahli. Mungkin bahkan diatas beberapa druid lain dari lizardmen.
"..Nomer berapa giliran suku Red Eye diserang?"
"Musuh bilang kami nomer empat."
"Ternyata begitu, apa rencanamu?"
Waktu berlalu.
Crusch merenung apakah dengan mengeluarkan rencana tersebut akan menguntungkan. Suku Green Claw pasti memilih perang, dan tujuan Zaryusu dengan datang kemari seharusnya adalah membentuk aliansi, meminta untuk menuju medan perang bersama-sama. Dengan hal tersebut di otaknya, apa yang harus dilakukan agar menguntungkan suku Red Eye?
Suku Red Eye pada dasarnya tidak ingin membentuk aliansi. Pendapat mereka adalah untuk memilih mengungsi. Pergi ke medan perang melawan orang-orangyang bisa melakukan magic tingkat 4 adalah ide yang sangat buruk. Terlebih lagi, mengetahui bahwa undead yang dikirimkan oleh musuh memiliki kemampuan mengertikan seperti itu membuatnya jelas sekali bahwa tidak ada lagi keputusan lain.
Namun, sejujurnya membuka pemikiran tersebut apakan benar-benar ide yang terbaik?
Kepada Crusch yang terjebak dalam pemikirannya sendiri, Zaryusu memicingkan matanya, dan membuka mulut untuk bicara:
"Biar kuberitahu sesuatu apa yang sebenarnya aku pikirkan."
Tidak tahu apa yang akan Zaryusu katakan, Crusch melihatnya dengan mata yang tak berkedip.
"Apa yang aku khawatirkan adalah apa yang terjadi setelah mengungsi."
Bagi Crusch yang tidak bisa memahami arti kalimat ini, Zaryusu dengan tenang melanjutkan.
"Apakah anda mengira setelah bergerak menjauh dari lingkungan yang familiar yang terbiasa kalian tempati, apakah kalian bisa mempertahankan gaya hidup yang sama dengan yang sekarang?"
"Tidak mungkin...bukan, itu akan sulit."
Jika mereka meninggalkan tempat ini dan membuat tempat habitat baru, mereka harus bertarung mempertaruhkan nyawa -- mereka harus memenangkan pertarungan untuk selamat. Kenyataannya adalah bahwa lizardmen sebenarnya bukan penghuni satu-satunya danau ini, dan mereka memperoleh sebagian tanah basah ini setelah melakukan peperangan bertahun-tahun yang melelahkan. Bagi spesias macam ini, tidak mudah bagi mereka untuk membuat habitat baru di lingkungan yang tidak diketahui.
"Ada juga cukup banyak peluang akan kekurangan makanan."
"Mungkin juga."
Crusch, yang tidak mampu memahami apa maksud yang ingin disampaikan oleh lizardmen pria di depannya ini, membalas dengan nada curiga yang tajam.
"Kalau begitu, jika lima suku terdekat mengungsi sama-sama, apa kira-kira yang akan terjadi?"
"Itu...!"
Crusch terdiam, karena dia sudah tahu maksud sebenarnya dibalik ucapan Zaryusu.
Meskipun ukuran danau sangat luas, ketika sebuah suku memilih area tertentu untuk menjadi tempat pengungsian, area itu juga akan menjadi bagi suku lain yang menginginkannya. Oleh karena itu, hanya pindah ke tempat baru bisa memicu peperangan lain untuk bertahan hidup, mereka juga akan memiliki musuh yang akan bertarung untuk ikan sebagai bahan makanan pokok. Jika seperti ini, situasi macam apa yang akan terjadi selanjutnya? Akhirnya tidak ada jaminan bahwa hasil yang paling ditakuti akan muncul, menjadi peperangan seperti masa lalu.
"Jangan-jangan... alasan kamu ingin berperang meksipun mungkin tidak akan menang..."
"...Benar sekali. Dengan gabungan suku-suku lain, aku mempertimbangkan berapa banyak sisa mulut yang bisa kita beri makan."
"Untuk hal semacam itu!"
Itulah kenapa dia ingin membentuk sebuah pasukan. Jadi meskipun jika mereka kalah dalam peperangan, lizardmen yang butuh makanan akan berkurang.
Dalam peperangan untuk selamat, adalah hal yang ekstrim tetapi bisa dimengerti jika berpikir bahwa semua orang selain warrior yang bisa bertarung, hunter dan druid adalah bisa digantikan. Tidak, dalam jangka panjang mungkin sebaiknya sisanya cukup mati saja.
Dengan lebih sedikit mulut yang diberi makan artinya semakin sedikit kebutuhan makanan untuk bisa selamat. Untuk itu, bahkan hidup berdampingan juga bisa terjadi.
Crusch dengan penuh kebinungan mencari alasan untuk menolak ide ini.
"Kamu bahkan tidak tahu seberapa bahaya lokasi baru itu nantinya, namun kamu ingin memulai dari awal dengan mengurangi jumlah?"
"Kalau begitu aku akan bertanya padamu tentang ini. Kita bilang saja bisa memenangkan pertempuran untuk bertahan selamat dengan mudah, lalu apa? jika ikan kita berkurang, apakah kelima suku akan saling bertarung satu sama lain lagi?"