Mulai hari ini dan seterusnya aku berkuliah dan bekerja disatsiun radio setiap minggu. Sabtu aku senggang, kuhabiskan waktuku untuk olahraga, menyelesaikan tugas, dan pergi kedaerah daerah tertentu untuk berbicara didepan umum.
Semua berjalan dengan baik, menurutku. Kuliah aku tidak bermasalah, siaran pun tidak bermasalah. Namun, suatu hari ada banyak komentator atau biasa disebut netizen yang berpesan kepadaku.
Diantara mereka berpesan agar aku lebih semangat dan memberikan lebih banyak motivasi. Juga ada yang berkomentar bahwa aku harus lebih memperhatikan lawan bicara karena aku jarang membedakan berbicara kepada siapa saja. Bahkan ada yang hanya berkomentar untuk menjatuhkan saja. Aku harus terbiasa dengan semua itu.
Dikuliah aku bertemu dengan seorang perempuan dia lumayan cantik dan baik. Tapi sebenarnya bukan itu yang aku bicarakan. Dia sangat berbakat dalam berkomunikasi. Aku kagum padanya, bahkan dialah yang sering membantuku menyelesaikan masalah didalam kampus.
Dia baru saja masuk ke universitas ini. Kebetulan ia seangkatan dengan ku. Namanya Lia, umurnya 19 tahun. Hampir setiap hari aku berbagi cerita dengannya saat bertemu dikampus. Tentu saja bukan aku saja yang bercerita, dia juga berbagi banyak cerita padaku.
Mulai dari kisah cinta, kerja sampingan, keluarga bahkan teman temannya. Sudah 3 minggu semenjak kami berkenalan bisa dibilang kalau kami akrab dari terlihatnya saja.
Ayahnya seorang politikus. Tidak lama ia memintaku agar menjadi pengacara ayahnya. Tapi aku menolaknya, aku tidak menolaknya dengan cara yang buruk. Lia tidak marah dan dia tersenyum padaku.
Lalu ia berkata "Labib, aku rasa kamu telah menjadi dirimu sendiri. Tapi kupikir kamu sedikit tidak sabaran. Bukan aku tidak suka kamu menolakku, tapi aku melihatmu sedikit tidak sabar saat bertemu banyak pilihan. Aku ingin kamu menjadi sabar saat diberikan banyak pilihan yang bagus. Kamu harus benar benar memikirkannya terlebih dahulu. Itu saja yang ingin aku sampaikan. Aku akan memberitahukanmu jika ada pekerjaan yang cocok denganmu tunggu saja! " panjang ucapnya padaku.
"Terima kasih, kamu sangat membantuku" ucapku.
Hampir setiap hari ia mengingatkanku akan hal itu. Terkadang aku kesal namun, aku tidak merasa terganggu. Karena itu bagus untukku, kupikir aku tidak akan bisa dewasa jika tidak ada saran dan kritik dari orang lain.
Jadi aku akan terus maju dengan mengharapkan ucapan "terima kasih" dari orang lain serta saran dan kritik yang membuatku semangat kembali.