Warning! 21+!
I Always serious for 'Warning' word
.
.
.
67 Hari lalu
Chanyeol kembali saat hari sudah terang, laki-laki itu pergi begitu saja meninggalkan Baekhee yang menangis histeris, gadis itu sempat berpikir mugkin nyawanya akan melayang karena kebodohanya sendiri yang memilih tinggal bersama laki-laki asing yang entah bagaimana caranya sudah memikat seluruh hatinya, tidak masuk akal memang.
"Kau masih tidur?"
Chanyeol duduk di tepi tempat tidur saat melihat Baekhee masih berbaring, gadis itu tidak bergeming dari tidurnya, Baekhee tidak terganggu sama sekali dengan kehadiran Chanyeol.
"Aku hanya tidak ingin kau terlibat dalam kehidupanku yang jauh dari kata baik" sambungnya "...kau membuatku benar-benar frustasi, aku dengan mudahnya membunuh mereka, tapi membunuh gadis kecil sepertimu saja aku tidak sanggup melakukanya"
Chanyeol duduk membelakangi Baekhee, laki-laki itu tidak menyadarinya jika gadis itu sudah duduk di belakangnya.
"Lanjutkan tidurmu, aku akan membeli pakaian baru utukmu, seminggu ini kau memakai pakaianku yang kebesaran di tubuhmu itu, aku khawatir jika Junmyeon Hyung melihatmu, dia akan--"
'Chuu'
Baekhee meraih kedua pipi Chanyeol dan mengecupnya sesaat setelah laki-laki itu membalikan tubuhnya untuk melihat keadaannya. Chanyeol terkejut saat merasakan telapak tangan dan bibir gadis itu sangat panas.
"Baek, tubuhnmu panas sekali" Chanyeol meraba leher Baekhee dengan punggung tanganya.
"Ayo bercinta" gadis itu meracau karena demamnya.
"Baekhee, apa kau gila!? Kau sedang demam!"Chanyeol memegang kedua bahu gadis itu, yang entah sadar atau tidak mengajaknya bercinta, sepagi ini dan dalam keadaan seperti ini.
"Aku tahu, mungkin kau menganggapku gila, itu karena aku tergila-gila padamu, bahkan saat kau hampir menembakku kemarin, aku sangat siap jika harus mati di tanganmu" Baekhee menjatuhkan tubuhnya kedalam pelukan Chanyeol, laki-laki itu bingung apa yang harus dia lakukan.
"Aku mencintaimu Oppa, dan aku bersungguh untuk itu" Baekhee mengangkat kepalanya dan menatap Chanyeol dengan tatapan sayu "...dan aku akan pastikan kau juga akan membalas perasaanku, aku akan membuatmu jatuh cinta padaku, walau hanya pada tubuhku"
'Jika cinta yang kau maksud adalah birahi, aku sudah mencintaimu sejak awal aku membawamu ke New Zeland, tapi jika Cinta adalah perasaan, aku rasa aku tidak akan pernah pantas dicintai atau mencintai'
"Persetan dengan Cinta, kau sedang demam, kau harus segera diobati" Chanyeol merebahkan tubuh Baekhee yang lemah.
Laki-laki itu bangkit dan meraih ponselnya untuk menghubungi seseorang, Chanyeol tampak gelisah saat orang yang dia hubungi tidak kunjung menerima panggilanya.
"Irene Noona, kau bisa membantuku--" setelah berkali-kali me-redial, akhirnya sambungan itu berhasil terhubung.
"Oppa" Baekhee memanggil laki-laki itu yang menjauh dari tempatnya berada.
"Ada apa Yeol?"seseorang di seberang telefon menjawab.
"Noona, bawakan beberapa obat-obatan"
"Apa kau terluka?"
"Tidak! Bawakan aku pakaian wanita—ya mungkin seukuran denganmu dan—" Chanyeol ragu untuk melanjutkan.
"Dan?" Irene penasaran.
"Beberapa pakaian da-lam wa--ni--ta" Chanyeol ragu, laki-laki itu terlalu malu untuk mengatakanya.
"Apa!? Untuk ap--"
"Jangan banyak bertanya, aku tunggu segera" sergah Chanyeol agar Irene tidak bertanya macam-macam dan segera mematikan sambungan telefon nya.
Chanyeol kembali ketempat Baekhee, gadis itu seperti tidak sanggup walau untuk membuka matanya, kepalanya pusing karena demam. Suhu tubuh gadis itu hampir menyentuh angka 40 derajat saat Chanyeol mengukurnya.
"Oppa" lirih Baekhee
"Maaf" Chanyeol hanya bisa memeluk tubuh ringkih Baekhee, laki-laki itu berusaha meminta maaf walau terdengar sangat kaku "...kau pasti shock karena tembakan itu" Chanyeol benar-benar menyesal.
Chanyeol tahu Baekhee ketakutan, bahkan saat pertama kali keduanya bertemu, Baekhee sempat tidak sadarkan diri selama hampir 2 hari karena shock dan ketakutan ketika Chanyeol menodongkan pistol di kepalanya.
Setelah hampir dua jam, Irene datang dengan membawa barang bawaan yang tidak bisa di katakan sedikit.
"Park Chan--yeol--"
Irene menghentikan kalimatnya saat melihat pemandangan langka. Selama wanita itu mengenal Park Chanyeol, tidak sekalipun laki-laki itu berlaku manis pada orang lain, terutama seorang gadis.
Tapi saat ini Irene menyaksikanya, Chanyeol tertidur bersandar di headboard sambil memangku dan memeluk tubuh seorang gadis yang juga tidur di dekapan laki-laki itu.
"Apa gadis itu sedang sakit?"
Irene memberanikan diri mendekati keduanya seteleh meletakan barang bawaanya yang sangat banyak, tentu saja itu barang pesanan Park Chanyeol yang mengirimkan pesan singkat setelah menutup sambungan telefon nya begitu saja.
"Yeol-ah" Irene memberanikan diri membangunkan Chanyeol.
"Noona" Chanyeol lirih "...aku tertidur"
"Siapa dia?" Irene berbisik.
"Kka" Chanyeol mengisyaratkan Irene agar menjauh dan keluar dari kamar tidurnya, walaupun tempat itu bukan benar-benar sebuah kamar.
"Aku tidak yakin ukuranya tepat, aku rasa akan sedikit kebesaran untuknya" irene melipat kedua tanganya di dada saat Chanyeol menghampirinya.
"Tidak apa, aku rasa miliknya juga tidak terlalu kecil" Chanyeol berjalan melewati Irene begitu saja dan mengambil air dari lemari pendingin.
"Eish!" Irene mengerti maksud perkataan Chanyeol"...aku tidak akan bertanya macam-macam padamu, aku harap kau tidak membuatnya berada dalam bahaya"
"Ya aku tahu" Chanyeol duduk di sofa yang menghadap tepat ke arah tempat tidur, dan menatap Baekhee yang masih tidur pulas.
"Aku pulang dulu" Irene melangkahkan kakinya menuju pintu keluar "...ingatlah kata-kataku, mencintai itu bukanlah sebuah dosa, jangan terlalu keras pada dirimu sendiri"
Irene pergi begitu saja setelah mengatakan sesuatu yang sedikit menggelitik di hati laki-laki itu.
"Apa yang kau bicarakan Noona?" Chanyeol tidak terima.
"Entahlah" Irene melongok sebelum akhirnya benar-benar pergi.
'Cinta? Omong kosong!'
.
.
.
57 Hari Lalu
Satu bulan, gadis itu tinggal bersama laki-laki yang menikmati tubuhnya hampir setiap hari. Jika saja gadis itu sadar, dirinya sudah menjadi budak seks laki-laki itu. Lagi-lagi mengatas namakan cinta, Baekhee mengabaikan kenyataan itu, dan meyakini jika laki-laki itu pun merasakan perasaan yang sama denganya.
"Kau jalang Baek"
'Plak'
"Anghh~Oppa~"
Chanyeol menampar bokong mulus Baekhee, Chanyeol terus saja menghentak-hentakan kejantananya dari arah belakang. Bukan kesakitan, Baekhee justru mengerang nikmat, dan cukup lama keduanya bertahan dengan posisi itu.
"Baekhh sayang" Chanyeol mengecup pundak gadis itu, sementara tanganya meremas dada gadis itu yang menggantung bebas.
"Oppa lebih cepat nghh~" Baekhee sudah tidak sanggup menahanya, posisi itu begitu nikmat, juga begitu menyakitkan bagi Baekhee.
"Jalang kecil Arghh!" Chanyeol menggeram saat merasakan kejantananya seperti diperat dan dipijat di dalam sana, itu nikmat dan membuatnya tidak sabar untuk menyemburkan cairan cintanya ke dalam sana.
"Aku akan menjadi jalanghhmu, aku hanya akhhan menggodamu Oppa~" Baekhee terengah-engah, demi apapun tubuhnya merasa lelah, ini adalah kali ketiganya Chanyeol memasukinya, tubuhnya terasa remuk.
"Oppa~akhh~" Baekhee menemui puncaknya, gadis itu orgasme untuk kesekian kalinya, lututunya terasa lemas luar biasa.
"Arghhh~sialan! kau selalu nikmat Baek" Chanyeol menggerakan pinggulnya lebih cepat saat kewanitaan gadis itu berkedut teratur dan..."...arrghhh~aahhh~" Chanyeol merasakan rambut halus di sekujur tubuhnya berdiri saat kembali menyemburkan sperma nya kedalam gadis itu.
Tak lama tubuh keduanya ambruk, keduanya tidur menyamping dengan kejantanan Chanyeol masih bertahan di dalam sana.
Entah kata apa yang tepat untuk menggambarkan keadaan Baekhee saat ini, 'Menyedihkan' atau 'Mengenaskan' entah apapun itu, gadis itu tetap di butakan perasaanya yang sangat tidak masuk akal. hampir seluruh tubuh Baekhee di penuhi bercak merah , tanda itu tidak benar-benar menghilang dari kulit mulusnya karena laki-laki itu akan terus mencumbunya, bahkan tubuhnya terlihat lebih kurus saat ini, gadis itu kehilangan beberapa angka dari berat badanya.
"Apa kau tidak bosan sayang, hmm?"
"Tidak Oppa" Baekhee berbalik menghadap Chanyeol setelah laki-laki itu melepaskan kejantananya.
Baekhee bersandar di dada laki-laki itu, ini hal yang paling gadis itu sukai setelah kegiatan bercintanya, keduanya saling mendekap, demi apapun ini terasa nyaman.
"Istirahatlah, dan pulihkan tenagamu, aku akan mengajakmu ke suatu tempat" Chanyeol mengusap lembut kepala gadis itu.
"Hngg?" Baekhee mengangkat kepalanya dan menatap wajah laki-laki yang sedang mendekap tubuhnya itu.
"Aku yakin kau sudah merindukan hal ini" lanjut Chanyeol sembari mengusap keringat di dahi Baekhee.
"Oppa"
"Ya sayang?" Chanyeol mengecup singkat bibir Baekhee.
"Aku mencintaimu" Chanyeol tersentak mendengarnya, laki-laki itu terdiam dan menatap lekat wajah cantik Baekhee.
'Aku mohon jangan mengatakanya lagi, dasar bodoh'
"Ya, istirahatlah" Chanyeol membenamkan wajah gadis itu ke dadanya, laki-laki itu tidak sanggup mendengar kata-kata itu, baginya Cinta adalah sesuatu yang berarti, dan laki-laki itu merasa jika dirinya tidak pantas untuk itu.
Lagi-lagi Baekhee harus menelan kekecewaan karena laki-laki itu tidak pernah mengatakan hal yang sama denganya.
Baekhee sedikit mengerutkan dahinya dan bergerak tidak nyaman saat merasakan nyeri daerah kewanitaanya, mereka benar-benar sudah seperti maniak, mungkin karena kebiasaan Chanyeol yang sering bergonta-ganti perempuan setiap harinya, itu tidak masalah untuk Chanyeol yang sudah biasa melakukanya, tapi tidak untuk Baekhee, gadis itu harus meladeni nafsu laki-laki itu kapanpun, karena itu adalah syarat yang laki-laki itu ajukan agar dirinya tidak lagi mencari jalang di luar untuk memuaskan nafsunya, gadis itu benar-benar hancur berantakan.
"Kau baik-baik saja?" Chanyeol merasakan Baekhee yang bergerak gelisah di dekapanya.
"Hmm, aku baik Oppa" Baekhee mengangguk.
"Katakan jika kau kesakitan, aku tidak akan memaksamu melakukanya" Chanyeol merasakan jika gadis itu sedikit mencengkeram punggungnya.
"Tidak Oppa, aku--"
"Aku tidak akan mencari wanita lain di luar" Chanyeol dengan nada tegas.
"Maafkan aku Oppa"
'Kenapa kau mau menghancurkan dirimu demi laki-laki sepertiku?, bahkan di awal pertemuan kita?'
Chanyeol mengeratkan pelukannya, laki-laki itu mendekap tubuh ringkih Baekhee possesif.
"Oppa, jangan mendorongku menjauh, karena aku bisa gila jika kau melakukanya lagi, aku mau melakukan apa saja untukmu" gumam gadis itu. Itu cukup jelas didengar, tapi Chanyeol hanya diam, laki-laki itu tidak tahu apa yang harus dia katakan.
Tak lama keduanya jatuh tertidur, ini malam yang panjang bagi keduanya, dan mungkin matahari sebentar lagi akan terbit, tapi keduanya baru menjemput mimpi saat jam menunjukan pukul 4 pagi.
.
.
.
56 Hari lalu
Chanyeol hampir lupa jika dia menjanjikan sesuatu pada Baekhee, laki-laki itu tertidur dengan nyenyaknya, bahkan ini sudah hampir tengah hari saat dirinya membuka mata besarnya.
Chanyeol merasa memeluk Baekhee saat keduanya tidur, tapi saat matanya terbuka lebar, laki-laki itu tidak menemukan siapa-siapa di sampingnya. Chanyeol bangkit segera dan memakai pants yang masih tergeletak di lantai setelah melepas dan melemparnya asal.
'Oppa, aku pergi'
Chanyeol meremas sebuah kertas kecil yang dia temukan di atas meja. Chanyeol merasakan sesuatu yang aneh saat membacanya, ada sebuah perasaan yang entah apa yang mengganggunya saat ini.
"Dia pergi" Chanyeol tersenyum miris "...ahh...harusnya aku senang, tapi- sudahlah" Chanyeol duduk di sofa dan menyandarkan kepalanya dan memejamkan matanya.
"Kau gadis kecil yang nakal, aku harap kau tidak menghancurkan dirimu lebih, aku benar-benar sudah merusakmu" Chanyeol bergumam sendiri, laki-laki itu memejamkan matanya dan tertidur dengan posisi duduk.
Entah berapa lama Chanyeol tertidur, laki-laki itu terbangun karena merasakan lehernya pegal.
"Oppa"
Chanyeol membuka matanya perlahan saat merasakan seseorang mengguncang tubuhnya.
'Ah aku mulai berhalusinasi, Baekhee sudah pergi'
Chanyeol hanya diam melihat gadis yang sudah duduk di sampingnya dan menatapnya dengan tatapan heran.
"Oppa Ireona" gadis itu mengguncang tubuhnya lebih keras hingga Chanyeol membuka matanya lebar-lebar.
"Baekhee?" Chanyeol yakin jika gadis di sampinya bukan hanya bayangan halusinasinya.
"Waeyo? Kau kenapa tidur di sini?" gadis itu menutup tubuh setengah telanjang Chanyeol dengan coat nya. Bagaimana tidak, Chanyeol yanga menggunakan pants yang dia kenakan saat mencari gadis itu di sekeliling tempat itu.
Chanyeol menatap lekat wajah Baekhee, entah apa yang ada di pikiran laki-laki itu, Chanyeol hanya tertegun melihat Baekhee.
'Greb'
Chanyeol memeluk Baekhee tiba-tiba setelah sadar jika gadis di hadapanya benar-benar nyata, Chanyeol memeluknya erat.
"Astaga! Kau kenapa Yeol?"
"Noona?"
Suara Irene mengejutkan Chanyeol yang masih bingung dengan apa yang sebenarnya dia lakukan. Chanyeol terus saja mengusir Baekhee, tapi saat kesalah pahaman setelah dia membaca catatan itu, entah kenapa perasaanya seperti diremas kuat hingga jantungnya terasa remuk.
"Bersiaplah, Junmyeon memanggilmu" Irene meletakan beberapa kantong besar berisi pakaian dan makanan.
"Tapi--Baek kau memotong rambutmu?" Chanyeol masih kebingungan, terlebih saat melihat Baekhee dengan potongan rambut yang lebih pendek.
Gadis itu sengaja memotong rambutnya, bahkan wajahnya terlihat lebih segar dengan rambut pendek sebahu.
"Apa kau tidak suka? Oppa maafkan aku" gadis itu merasa bersalah.
'Chuu'
"Aku akan segera kembali" Chanyeol bangkit setelah mengecup singkat bibir Baekhee.
Laki-laki itu segera memakai pakaian dan pergi meninggalkan Baekhee dan Irene.
"Seperti bukan Park Chanyeol"
Irene hanya menggeleng melihat sikap Chanyeol, Irene bahkan hampir tidak percaya setelah melihat perlakuan Chanyeol pada Baekhee.
Irene beberapa kali datang setelah hari itu, tapi setiap wanita itu datang, Chanyeol tidak ada di tempatnya, hanya Baekhee yang selalu berada di tempat itu. Keduanya tidak banyak berbicara, Irene hanya memastikan jika gadis itu baik-baik saja.
Hanya saja pagi ini Irene melihat Baekhee yang berantakan setelah tubuh gadis itu dijamah habis-habisan oleh Chanyeol. Irene membawa Baekhee sebelum Chanyeol bangun dan berharap gadis itu mau dia antarkan pulang, tapi seperti sudah terprogram di otak dan pikiran gadis bernama Byun Baekhee itu jika saat ini hidupnya hanya untuk laki-laki yang bernama Park Chanyeol.
Gadis itu menangis dan memohon agar Irene tidak membawanya pergi jauh dari Chanyeol. Irene tidak mengerti, ini tidak biasa. Akhirnya Irene menyerah dan membawa gadis itu ke sebuah salon kecantikan untuk memotong rambut gadis itu yang tampak tidak terawat.
"Dia belum membersihkan diri" lirih Baekhee menatap Chanyeol yang sudah mengilang di balik pintu.
"Apa kau benar-benar menyukainya?, si brengsek itu?" Irene sambil menyimpan makanan yang mereka bawa di lemari penyimpanan, dan minuman ke lemari pendingin.
"Hmm?" Baekhee menoleh pada Irene.
"Berpikirlah dua kali sebelum kau menyesal" Irene terdengar tegas.
"Eonnie~"
"Aku bukan menjadi pihak jahat di sini, tapi--"
"Aku tahu, ini berbahaya, tapi aku tidak bisa meninggalkan Chanyeol Oppa" Baekhee menunduk sedih.
"Kau tidak mengenalnya dengan baik gadis kecil" Irene mengusap kepala Baekhee.
"Aku akan mengenalnya" gadis itu keras kepala.
"Seberapa jauh dia menghancurkanmu?" Irene duduk di samping gadis itu.
"Aku yang menghancurkan diriku sendiri"
"Kau gila?"
Irene bukan tidak tahu jika gadis itu sudah ditiduri oleh Chanyeol, tapi Irene tidak pernah tahu apa yang terjadi pada keduanya.
"Oppa juga mengatakanya" Baekhee lirih.
"Apa yang kau harapkan dari seorang mafia sepertinya?"
"Ma-mafia?"
Baekhee terkejut saat Irene menyebutkan jika Chanyeol adalah seorang mafia. Baekhee tahu jika Chanyeol adalah seorang pembunuh bayaran, tapi Baekhee tidak berpikir sejauh itu.
"Kau pikir ini rumahnya?" Baekhee menatap Irene "...ini hanya tempat persembunyianya" Irene menarik nafas dalam "...dia menempatkan aku dan Junmyeon di atas, tapi sebenarnya dialah otak dari semuanya"
"La-lalu--" Baekhee tergagap.
"Dia menyembunyikan identitasnya, kami memalsukan kematianya beberapa tahun lalu" Irene lagi-lagi menarik nafas dalam "...dia membunuh mantan pimpinanya di kepolisian, dia mantan detektif dan memilih pergi ke New Zeland untuk menjadi seorang pengusaha, bukan pengusaha biasa dia masuk dalam jaringan mafia yang berpusat di sana"
"Beberapa tahun lalu dia kembali dan mengembangkan bisnisnya di Korea, selama beberapa tahun perusahaanya berkembang sangat pesat, pemimpin di kepolisian sangat berperan dalam perkembangan bisnis Chanyeol, tapi saat itu Chanyeol terlalu emosi saat berhadapan dengan mantan pimpinanya, karena Chanyeol mengetahui semua kebusukan pria itu dan Chanyeol menembak pria itu hingga tewas" Irene melanjutkan ceritanya.
"Oppa" Baekhee terlihat mengasihani Chanyeol.
Irene hanya mengerutkan dahinya melihat reaksi Baekhee. Demi apapun itu bukan reaksi wajar dari seorang yang berada di situasi seperti Baekhee.
"Selama aku mengenalnya, tidak sekalipun Chanyeol melibatkan seorang wanita di kehidupanya, Chanyeol sadar itu akan sangat berbahaya untuk pergerakanya, terlebih untuk wanita itu sendiri" Irene tahu banyak tentang Chanyeol.
"Alden Park, itu nama yang mereka kenal di luar sana. Chanyeol menggunakan nama itu sejak memasuki bangku sekolah"
"Bagaimana kau--" Baekhee tidak mengerti bagaimana wanita itu tahu banyak tentang Chanyeol dan masa lalunya.
"Keluarga Bae mengadopsinya, ayahku menjadikan dia adikku" wajah Irene berubah sendu saat mengingat Ayahnya "..aku Bae Irene dan dia Park Alden, semua menganggap itu aneh, tapi Chanyeol tidak mau mengganti nama belakangnya menjadi Bae, dia bersikeras memakai nama keluarga aslinya"
"Keluarga kami berasal dari New Zeland, ayahku membawa Chanyeol setelah dia kembali dari Korea dalam urusan bisnis" Irene melanjutkan.
"Jadi ayah kalian juga--"
"Tidak, ayahku hanya pebisnis biasa" Irene membantah, wanita itu tahu apa yang Baekhee pikirkan "...Park Chanyeol, tidak ada yang tahu asal usul anak itu kecuali Ayahku dan Chanyeol sendiri, Ayahku menyimpanya sendiri sampai dia meninggal sebelum Chanyeol lulus sekolah kepolisian"
"Dia--"
"Kau terlalu banyak Bicara Noona"
Pembicaraan Irene terhenti karena suara berat Chanyeol terdengar. Chanyeol menatap tajam ke arah Irene yang dengan lancang menceritakan sebagian masa lalu mereka.
"Chanyeol-ah" Irene terkejut melihat Chanyeol yang berdiri tidak jauh dari tempatnya.
"Pergilah Noona, pergilah sebelum aku membunuh kakak perempuanku sendiri"
"Oppa"
Irene dan Baekhee bangkit dari tempat duduknya saat Chanyeol berjalan mendekati keduanya. Tidak ada rasa takut yang terpancar dari wajah Irene, wanita itu tampak santai seperti tidak terjadi apa-apa.
"Ayo kita pergi Baek, biarkan dia menenangkan diri" Irene menarik Baekhee untuk meninggalkan tempat itu.
'Grep'
"Dia miliku, jangan menyentuhnya tanpa seijinku" Chanyeol meraih tangan Baekhee.
"Jangan menyakitinya, dia tidak bersalah" Irene menatap Chanyeol dengan tatapan tidak suka. Wanita itu khawatir jika Chanyeol akan menyakiti gadis itu.
"Nakka!!!"
Suara Chenyeol menggema di setiap sudut ruangan itu. Irene memeluk Baekhee yang terlihat ketakutan dengan bentakan Chanyeol.
'Sret!'
Chanyeol menarik Baekhee dari pelukan Irene.
"Pergilah Noona, sebelum kesabaranku habis!" Chanyeol mengatakanya penuh penekanan.
"Jangan menyakitinya" Irene pergi begitu saja setelah mengatakanya.
Keduanya hanya diam tidak bergeming setelah Irene pergi, mungkin sekitar 10 menit, keduanya tidak ada yang beranjak sedikitpun.
"Kau sudah tahu siapa aku" Chanyeol mengepalkan tanganya "...pergilah sebelum aku--"
"Tidak Oppa"
"Jalang!!"
'Plak!'
.
.
.
Tbc
Lagi...
Maaf, jangan bosen baca kata TBC, sebelum menyentuh angka 90 Hari di story ini.