webnovel

Pesan LIME yang Genit

Pada layar lebih besar, lebih jelas terlihat foto si pengirim pesan. Sangat cantik dan memukau. Bibir dipoles lipstik merah mentereng dengan riasan natural, si pengirim pesan itu memakai pakaian merah bermotif putih kecil-kecil yang menampakkan kedua bahu dan bagian atas dada yang putih mulus, tapi tak ada belahan apa pun meski terlihat memiliki dada cukup besar yang menonjol.

Di bagian leher, ada bandana kain bercorak yang dijadikan hiasan leher sehingga terlihat fashionable. Tangan kanannya menahan topi pantai yang sedang dikenakannya.

"Genit sekali," komentar Wataru dengan kening berkedut tak suka, mukanya berubah suram, "tak kusangka dia punya kenalan seperti ini."

Wataru pun segera memeriksa isi pesan dari sosok genit itu.

Mukanya memutih ketika melihat pesan dari bagian paling atas.

[Misaki-chan! Akhirnya kau memiliki media sosial! *emoticon hati yang banyak di sini*]

Lalu, di bawah pesannya, belum cukup emoticon hati, ada stiker cium, peluk, dan stiker hati yang berdebar.

"Oi, oi! Apa-apaan perempuan genit ini?" ia memiringkan wajah tak suka, sudut bibirnya berkedut kesal.

Jempolnya menggulir pesan itu ke bawah dengan cepat.

Stiker cium, menangis manja, dan tengah berjuang memenuhi pesan itu beberapa baris. Lalu, ia membaca beberapa pesan teks di bawah puluhan ikon telepon tak terjawab:

[Mi-chaaann~~ Kenapa tak membalas pesanku??? Telepon dan video call juga tak diangkat! Aku, kan, jadi sedih, nih!]

[Kamu tidak apa-apa, kan? Sehat-sehat saja?]

Stiker manja dan menangis kembali muncul memenuhi beberapa baris pesan itu.

[Apa kau marah karena aku tak menghubungimu cukup lama? Maafkan aku, ya! Aku sibuk sekali dengan beberapa pemotretan dan mengurus toko bunga milikku!]

Stiker menangis sedih, terpuruk, dan muram di pojokan membanjiri pesan itu selama jempol Wataru menggulir layar.

Ikon telepon berderet kembali beberapa kali lalu muncul sebuah pesan lagi:

[Aku memang jahat ninggalin, Mi-chanku sayang, lalu tak ada kabar lagi! Maafkan aku~! Aku emang egois! Huhuhu...]

Lagi, stiker menangis muram, terpuruk, dan pilu menggunakan sapu tangan mengisi deret layar berikutnya.

"Mi-chanku sayang?" sebelah kening Wataru berkedut jengkel, ekspresi wajahnya menggelap.

Membaca kalimat tadi otomatis membuat lelaki itu bangkit dari rebahannya.

Genggamannya pada ponsel itu diperkuat seiring semakin lama membaca pesan yang membuat hati dan pikirannya penuh tanda tanya dan kebingungan.

Misaki benar-benar kelainan? Atau perempuan ini saja yang genitnya minta ampun? batinnya dengan perasaan setengah ingin murka, matanya memancarkan bahaya. Ia mengatupkan rahang kuat-kuat.

Emosi meluap di dadanya membuat lelaki itu menghentikan membaca pesan-pesan dari sosok bernama Sakura.

Ia memijat keningnya di antara puncak hidungnya, satu lagi hal yang membuat kepalanya berdenyut.

Sebenarnya, Misaki itu orangnya bagaimana, sih? Atau itu hanya kedekatana biasa antar sesama perempuan di zaman modern ini? Kenapa hatinya jadi tak tenang begini?

Ada perasaan tak suka yang jelas pada sosok bernama Sakura itu, tidak, lebih tepatnya benci. Tapi sulit untuk diungkapkannya dengan kata-kata. Seolah Sakura adalah sumber masalah yang menunggu untuk mengganggu hidupnya di masa yang akan datang.

Wataru benar-benar tak menyukai si pengirim pesan yang bernama Sakura itu!

Ia mengerang kesal, tak ingin menambah beban pikirannya. Tanpa menunggu lama, lelaki itu menghubungi kontak keluarga Misaki, tapi semua bernada sibuk. Beberapa kali ia mengulanginya, tetap saja saja. Nomor ponsel ibunya pun sama sekali tak aktif.

Sungguh keluarga yang aneh! batin Wataru.

Merasa tidak sabaran, ia kemudian turun dari tempat tidur dan merogoh laci yang berisi pakaian dalam.

Selama beberapa menit ia bersiap-siap untuk segera keluar mengunjungi rumah keluarga Fujihara secara langsung.

***

"Oh! Kau ingin keluar, Toshio-san?"

Tegur sebuah suara dari samping kirinya.

Wataru yang baru saja mengunci apartemennya menoleh dengan perasaan malas. Keningnya bertaut lemah tak suka, memberikan ekspresi seolah sedang berpikir.

"Tokuma! Yamabe Tokuma! Orang yang kemarin kau suruh membakar semua kiriman untuk Fujihara-san?" terangnya dengan sedikit aura ceria dan takut-takut.

Berbeda dengan terakhir kali ia bertemu Wataru dengan penampilan mirip gembelnya, kali ini ia lebih rapi dengan pakaian kaos merah muda bergambar idol yang tengah naik daun dan celana jeans abu-abu tua. Rambutnya yang agak panjang diikat satu ke belakang, mencuat mirip kuas lukis.

Wataru menundukkan kepala, nadi di pelipisnya seolah ingin meledak.

Sialan! Aku lupa dengan satu masalah ini lagi! gumamnya dengan gigi digertakkan.

"Itu bukannya tote bag Fujihara-san? Perempuan itu selalu memakainya, kan, kalau sedang keluar?" tunjuknya pada tote bag yang tergeletak di dekat kaki Wataru.

"Memangnya kenapa? Baru pertama kali lihat laki-laki memakai tote bag?"

"Bu-bukan begitu, Toshio-san! Aku hanya penasaran, perempuan itu sekarang ada di mana selama ini? Dia sedang sakit, kan? Maaf, aku menguping pembicaraan kalian beberapa kali. Dinding apartemen ini, kan, tipis," kedua bola mata Tokuma bergerak gelisah.

Wataru tampak terkejut, ia menyipitkan mata, mengabaikan pertanyaan itu dan dengan nada mengintimidasi mengintrogasinya, "apa yang kau dengar selama ini?"

Tokuma tampak salah tingkah, menggulung-gulung ujung depan bajunya dengan gerakan takut-takut, "Ehm.... ehm... tidak banyak... Itu... hanya sedikit. Aku, kan, juga sering main game dan berselancar di internet sambil memakai headphone, jadi hanya saat kau dan kakakmu berdebat mengenai perempuan itu yang terbaring sakit saja yang jelas terdengar. Sisanya aku tak begitu tahu, kok! Sumpah! Aku tak begitu gila urusan!" ucapnya dengan muka mulai memucat melihat ekspresi curiga Wataru. Ia mengatakan kebenaran! Tak ada niat membohonginya sama sekali! Takut lelaki itu kembali mencengkeram kerah bajunya dan mendorong tubuhnya dengan keras ke dinding.

"Kau berkata jujur?"

"Tentu saja! Aku tidak seluang itu untuk menguping semua percakapan di balik dinding apartemenku! Aku juga punya kesibukan selama ini! Bahkan saat kau main, tak sengaja mendengarnya saja aku risih dan malu," muka lelaki itu merona merah.

Suasana hati Wataru berpilin, bagaimana reaksi Misaki selama ini dengan aktivitas bebasnya itu?

Ia penasaran, tapi juga anehnya sedikit takut.

Dalam lubuk hatinya yang paling dalam, samar-samar ada rasa ingin membuat Sadako mini market itu cemburu, tapi hatinya seketika terasa perih memikirkannya.

Dan lelaki keras kepala ini menolak tegas perasaan melankolisnya itu, hanya dianggap sebuah kebingungan sesaat.

Wataru kembali ke kesadarannya, ia hendak menggali lebih dalam apa yang didengar oleh Tokuma selama ini, tapi detik berikutnya rasa dingin dan bosan menghinggapi hatinya.

Sejak kapan ia begitu ingin menjaga reputasinya? Kenapa begini?!

下一章