Yuhuuu
I'm come back again.
Terima kasih sudah dukung terus dan tetap baca cerita ini.
Kasih aku vote dan batu power biar aku semangat terus. Caranya gampang dan gak ribet. Cukup klik klik klik selesai haha. Buat yang gak sabaran. Dimohon untuk bersabar karena cerita ini bakal panjang.. banget diluar dugaan aku.
Tiba-tiba aja ide-ide segar meluncur ke dalam otak :)
See you.
_________
Matahari perlahan muncul dari arah timur dan menyinari permukaan bumi yang tadinya gelap menjadi terang. Kedua mata yang tertutup itu perlahan terbuka, menampilkan sepasang bola mata berwarna biru lautan yang dapat menghipnotis siapapun yang melihatnya. Kedua mata indah itu mengerjap beberapa kali sebelum kedua kakinya turun dari kasur. Diusap nya kasar rambutnya yang berantakan dengan kedua tangan nya yang kekar. Dia terdiam sejenak guna mengumpulkan nyawa nya yang entah kemana.
Akhir-akhir ini Aiden merasa sangat lelah. Tidak hanya karena pekerjaan nya yang menjadi dua kali lipat tapi juga karena dua minggu lagi dia akan menikah. Dan yang lebih membuatnya lelah adalah hati nya yang terus menjadi lebih gelisah setiap harinya.
Banyak hal yang ia pikirkan. Terutama sahabat brengseknya, Ansel yang terang-terangan mengatakan akan merebut Lova. Heck! Yang benar saja! Bagaimana bisa dia merebut Lova sedangkan kami sebentar lagi akan menikah. Tapi jika mengingat sifat gigih Ansel yang harus mendapatkan apapun yang ia inginkan tak peduli apapun yang menghalanginya sempat membuat Aiden sedikit khawatir. Tapi jangan khawatir. Hanya sedikit khawatir. Tidak banyak.
"50." Ucap Aiden saat menghitung sudah berapa kali dia melakukan push up pagi hari ini.
Hari ini adalah hari minggu dan itu berarti dia dapat bersantai dan menikmati waktu seharian di rumah walaupun ia harus tetap menyelesaikan beberapa pekerjaan yang harus segera ia selesaikan tak peduli ia mau atau tidak. Setelah selesai melakukan sedikit olahraga pagi, Aiden segera masuk ke dalam kamar mandi dan melakukan segala ritual pagi nya. Setelah selesai semua dan sudah mengenakan setelan santai, Aiden segera keluar dari dalam kamarnya untuk melakukan ritual terakhir di pagi hari nya.
Ya. Semenjak kehadiran Lova di rumahnya. Sarapan menjadi kegiatan wajib nya di pagi hari. Sebelumnya, Aiden selalu mengabaikan sarapan pagi dan lebih memilih untuk langsung bekerja tapi akhir-akhir ini kebiasaan nya sudah berubah dengan sendirinya. Kalau tidak sarapan entah kenapa seperti ada yang kurang.
Aiden semakin menuruni anak tangga dengan cepat bahkan cenderung tidak sabaran. Telinga nya semakin bisa mendengar dengan jelas suara tawa Lova yang entah kenapa terdengar menyenangkan di telinganya. Aku pasti sudah sangat gila. Batinnya.
Tapi tepat setelah suara tawa yang indah itu terdengar suara seorang laki-laki yang sedang melontarkan sebuah lelucon bodoh. Tunggu dulu. Suara laki-laki?!. Siapa laki-laki yang dengan beraninya membuat Lova tertawa seperti itu?!. Aiden setengah berlari menuju ruang makan dan what the fuck!.
What the hell are this fucking kid doing in here?!.
Aiden melebarkan matanya saat melihat Ansel duduk di kursi yang biasa ia duduki dengan Lova yang duduk dan tertawa di sebelahnya. What the fuck!. Sudah tak tehitung sudah berapa kali Aiden mengumpat dalam hatinya jika dihitung mungkin sudah ratusan. Aiden menghembuskan napasnya kasar dan kesal.
"Apa yang kau lakukan disini, bocah nakal?." Ucap Aiden dengan nada kesal yang jelas sekali.
"Ah..anda sudah bangun?." Ucap Lova seraya berdiri dari duduknya lalu menghampiri Aiden dan mencoba menuntun Aiden untuk duduk tapi Aiden tetap diam tak bergeming.
"Wow.. Brother! Good morning." Ucap Ansel dengan cengiran lebarnya lalu berdiri menghampiri Aiden lalu memberi pelukan ala bromance.
Aiden tidak membalas pelukan itu dan langsung duduk di kursi yang tadinya diduduki Ansel setelah Ansel melepas pelukannya. Ansel hanya terkekeh geli lalu ikut duduk di kursi yang berhadapan dengan kursi Lova. Belum ada pembicaraan diantara keduanya disaat Lova menyiapkan sarapan untuk Aiden. Setelah semua sudah siap Aiden memberi senyuman manis nya lalu mengatakan terima kasih pada Lova yang hanya menganggukkan kepalanya sembari tersenyum tipis.
Satu lagi kebiasaan Aiden yang berubah. Setiap hari pasti ada kata terima kasih yang keluar dari dalam mulutnya yang menyebalkan. Kalau dulu ia selalu acuh dan cuek tapi sekarang ia selalu mengatakan terima kasih dan kadang kata maaf yang busa dihitung dengan jari. Walau hanya pada Lova tapi itu sebuah kemajuan bukan?.
"Kau belum menjawab pertanyaan ku tadi." Ucap Aiden setelah suapan pertamanya.
"Yang mana?..oh itu ha ha ha. Aku hanya ingin menemui pacarku karena aku kangen." Ucap Ansel enteng sembari memakan makanan yang sama dengan Aiden. Apalagi kalau bukan bubur ayam,makanan favorite Aiden.
Aiden tersedak dan terbatuk hebat dan dengan sigap Lova memberi Aiden air putih lalu mengelus punggung Aiden dan sesekali menepuknya pelan sampai batuknya mereda dan Aiden kembali berbicara.
"Pacar??." Tanya Aiden setelah batuk nya mereda.
"Iya."
"Kau sekarang pacaran dengan bibi Edora? Pfftt.." Tanya Aiden sambil menyunggingkan bibirnya jahil laku tertawa dengan keras.
"Apa itu benar?." Tanya Lova dengan polos.
"Dia hanya malu mengakuinya, baby." Jawab Aiden yang langsung dihadiahi tatapan sinis dan tak suka dari Ansel karena panggilan menjijikan yang dikatakan Aiden.
Ansel mendengus kesal sembari memanyunkan bibirnya. "of course not!. Mana mungkin aku pacaran dengan wanita tua yang bahkan mungkin sudah k.o dalam setengah ronde." Ucap Ansel kesal dan geram.
"Lantas siapa? Kalau Lova tidak mungkin. Karena dia calon istriku." Ucap Aiden penuh kemenangan. Kalau bocah ini mengaku-ngaku jika Lova pacarnya, memangnya dia bisa apa kalau Lova sebentar lagi akan jadi istrinya?. Bukankah tak ada lagi peluang yang terjadi jika sudah seperri itu. Aiden tertawa jahat didalam hatinya. Kesalahan yang sangat fatal bila membangunkan singa yang sedang tidur.
"Kan baru calon, belum jadi istri. Jadi masih ada kesempatan." Ucap Ansel sembari tersenyum licik. Menurut penglihatan Aiden itu senyuman licik dan Aiden memang benar karena menurut author itu juga senyuman licik. Loh?wkwk
Aiden menghentikan kegiatan sarapan nya yang tadi terasa sangat nikmat namun kini jangan kan rasa nikmat. Minat nya untuk makan saja sudah hilang. Bocah ini sangat bisa merusak mood orang.
Tapi selama bertahun-tahun dia mengenal Ansel belum sekalipun ia merasa sangat marah seperti saat ini. Mungkin karena Ansel adalah yang termuda diantara mereka dan waktu sma dia adalah adik kelas mereka satu-satunya yang berteman dengan mereka jadi mereka menganggap Ansel belum dewasa dan masih bocah bahkan sampai sekarang. Tapi tampaknya pemikiran seperti itu perlu dirubah mengingat Ansel yang mulai mengenal cinta. Orang akan menjadi dewasa jika dia mengalami masa sulit,pengalaman pahit dan cinta.
Dan sekarang Ansel sedang mengalami fase jatuh cinta.
"Sudah berapa kali aku tegaskan kalau Lova akan tetap jadi istriku apapun yang terjadi. Titik" Ucap Aiden dengan nada geram.
Lova menatap Aiden dengan ekspresi khawatir sebab kemarahan Aiden yang sudah meningkat dan mungkin akan sangat berbahaya untuk Ansel. Tanpa sadar Lova mengigit bibir bawahnya gelisah tapi dia tak tahu harus melakukan apa pada dua pria dewasa yang sedang berselisih paham seperti ini. Sebab Lova tak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Karena waktunya tidak ia habiskan untuk terlibat dengan para laki-laki brengsek.
"Apapun itu pasti bisa dirubah kan? dan aku pastikan akan merebut Lova cepat atau lambat." Ucap Ansel lalu terkekeh senang.
Aiden berdiri dari duduknya dengan amarah yang sudah mencapai ubun-ubun dan dengan sigap Lova memeluk lengan Aiden dengan erat.
_________
To be countinous