"Bu, aku memutuskan ikut lomba renang untuk festival minggu depan" ujar junior memberi tahu ibunya agar memberi masukan.
"renang? Bukankah anak ibu belum pintar berenang sama sekali?" meri sedikit bingung jika junior memilih renang padahal ia belum bisa berenang.
"aku bisa belajar dari uncle ali"
"sayang, ibu tahu anak ibu ini cerdas. Tapi berenang tidak memerlukan otak cerdas. Hanya butuh kekuatan fisik" meri memberikan pandangannya. "bukankah banyak cabang lomba yang lain? Bagaimana dengan lomba puisi atau cerdas cermat. Atau ikuti keduanya" saran meri.
"cerdas cermat kali ini, kembali di pasangkan dengan ayah. Untuk lomba puisi itu ide yang bagus. Aku akan mencobanya. Tapi cerdas cermat, apa ibu yakin akan meminta uncle ali menjadi pasanganku?"
Meri mengerti dengan jelas maksud perkataan junior. Ia tidak bermaksud merendahkan ayah angkatnya, hanya saja akan lebih memalukan jika semua pertanyaan di jawab oleh junior dan saat tiba untuk ayahnya menjawab, ali justru tidak bisa hal itu akan sangat memalukan bagi ali.
"uncle ali juga tidak kalah pintar. Bukan orang lain yang tidak tahu, hanya junior ibu ini yang terlalu banyak tahu. Biarkan uncle ali menemanimu. Dia sangat bangga saat kalian menang tahun lalu"
"oke. Lomba puisi akan di lakukan di akhir acara bersamaan dengan pengumuman dan penyerahan hadiah. Jadi ibu harus datang"
"setuju"
Pembukaan festival bulan mei di buka dengan formal oleh rektor ege universitesi. Beberapa sambutan dari berbagai petinggi pada dunia pendidikan dari berbagai negarapun ikut mengisi momen pembukaan.
Di ikuti dengan berbagai tarian dan nyanyian.
Meri menghadiri pembukaan itu dengan fuad serta prof anwar. Para siswa hanya di jadwalkan mengikuti perlombaan pada hari kedua. Sementara meri akan tampil pada acara presentasi dan simposium karya kampus di hari ke tiga.
Selama hari pembukaan itu, meri hanya mengikuti dengan tertib dan memperhatikan jadwal setiap acara. Setelah mengetahui jadwal tampilnya, meri segera menuju sekolah junior untuk tahu jadwal lombanya.
"lomba cerdas cermat di adakan pada hari ketiga" ujar junior memberi tahu ibunya.
"presentasi ibu juga di laksanakan hari ketiga. Jadwal ibu pagi. Bagaimana dengan urutan tampilmu?"
"sepertinya pagi. Semua murid akan mengambil nomor tepat pada hari lomba jadi ibu guru hanya meminta semua berkumpul jam sembilan pagi"
"aduh, ibu harus bagaimana sekarang. Baru kali ini jadwal kita berbenturan. Ibu akan mengikuti presentasi dan berusaha datang tepat waktu untuk menyaksikanmu bertanding"
"oke"
Mereka kembali ke rumah karena hanya menunggu jadwal mereka tiba. Pada hari kedua, junior hanya sibuk pada pelajaran dan mengajak uncle ali belajar pada malam hari.
Sementara itu, meri hanya sibuk meringkas paper yang akan ia presentasikan. Sesekali meri akan mengetes pengetahuan umum dari pasangan duet yang tengah berlatih itu.
"ibu kota zimbabwe?" tanya meri
"Harare" jawab junior cepat.
"penemu topi koki?" meri kali ini cukup yakin junior akan kesulitan menjawab karena ia hanya ahli mengingat dan menganalisa tapi itu hanya jika ia pernah membacanya.
"Leonardo da Vinci" jawab junior
"bukankah itu nama pelukis monalisa?" tanya ali merasa jawaban junior salah.
"iya, tapi dia juga penemu topi koki" ujar meri memberi penjelasan.
"presiden pertama a..." pertanyaan meri terpotong karena dering telfon rumahnya.
Meri mengangkat telfon itu segera agar tak mengganggu junior dan ali yang sedang belajar. Dan itu ternyata telfon dari fuad yang hanya ingin mengajak junior keluar jalan-jalan.
📞"dia sedang belajar karena akan mengikuti lomba besok pagi"
📞"lomba? Lomba apa yang akan di ikuti nya? Apa dia ikut lomba catur, renang atau tenis?" tanya fuad terdengar gelisah.
📞"jangan khawatir, junior sengaja mengikuti cabang lomba yang tidak di ikuti oleh malik. Dia hanya akan ikut lomba cerdas cermat dan puisi"
📞"syukurlah" fuad membuang nafas lega. "hei, biarkan aku yang menjadi pasangannya" pintanya.
📞"ini hanya untuk ayah dan anak" jawab meri singkat.
📞"dia pasti akan berpasangan dengan ali. Bukankah ali juga bukan ayahnya? Apa bedanya denganku?" protes fuad.
📞"ali ayah angkat lutfi, dan kau temanku. Tentu saja berbeda" jawab meri ringkas.
Mendengar jawaban meri, fuad harus menelan kepahitan dari keberanian yang ia kumpulkan. Dia sudah cukup berani bertanya mengenai posisinya bagi meri dan junior. Dan inilah yang harus ia terima.
📞"baiklah" ujarnya kemudian menutup telfon.
Heran dengan sikap fuad, meri kembali mengingat apa yang baru saja ia ucapkan. Ia sadar itu mungkin sedikit menyakitkan tapi itulah kenyataan. Tak selamanya kenyataan selalu menyenangkan.
Pagi yang di tunggu-tunggu akhirnya tiba. Meri menyusun semua berkasnya dalam satu map dan segera menuju ege universitesi bersama junior dan ali. Kali ini, ia menumpang pada mobil ali karena mereka akan pulang bersama-sama nantinya.
Ali terlebih dahulu mengantar meri ke gedung auditorium tempat meri mempresentasikan papernya. Ia menggunakan pakaian merah maroon dengan list hitam pada ujung dress dan lengan. Tak lupa hijab berwarna maroon dan cadar tipis berwarna hitam. Ia tampak tegas dan berani dengan permainan warna hitam dan merah.
Saat meri melangkah masuk, sebuah suara menghentikannya.
"dokter ana" panggil orang tersebut.
"dokter imran. Senang melihatmu bisa hadir di acara ini" ujar meri senang.
Sejak awal imran sudah berjanji bahwa ia akan datang karena tertarik dengan paper yang akan di presentasikan oleh meri. Tak kalah menarik yaitu respon dari pemegang piala nobel dunia setelah mendengar gebrakan baru dari seorang ahli bedah saraf.
"hei, lihat siapa yang datang" meri mengarahkan jarinya pada sosok pria lanjur usia yang baru saja turun dari mobil hitam metaliknya. "dokter eka, senang kau bisa datang"
"ini presentasi mu, tentu saja aku akan datang. Aku sudah menunggu 9 bulan untuk hari ini" jawabnya.
"ah, perkenalkan ini dokter imran, dia anak dari pembimbing ku serta rekanku di lembaga penelitian" meri memperkenalkan kedua pria itu.
"senang bertemu denganmu" ujar keduanya bergantian sambil bersalaman.
"oke, sekarang tinggal sepuluh menit lagi. Bisakah kita masuk?" ajak meri.
"kalian duluan saja. Aku sedang menunggu seorang teman. Ah bukan teman tapi atasan" kata imran. "pemilik desa penyembuhan" bisik imran di telinga meri.
"oww, dia akan datang? Itu bagus" jawab meri.
Di pimpin oleh dokter eka, meri memasuki aula tempat ia akan memberikan presentasi di hadapan ratusan orang paling berpengaruh di dunia. Ia gugup, tapi dengan cepat mengatasinya.
Urutan tampil meri adalah yang kedua, karena itu ia pesimos bisa hadir pada acara lomba junior tepat waktu. Semua kursi telah terisi saat pemateri pertama mulai memaparkan hasil penelitiannya.
Setelah sesi tanya jawab, kini master of ceremoni (MC) mulai memanggil pemateri kedua di mulai dari judul paper kemudian menyebutkan
"kita panggil, pemateri kedua kita. Dokter ahli bedah saraf jenius kita. Dokter ana"
Tepukan tangan mulai bergemuruh mengisi ruang acara itu. Meri dengan langkah santai dan anggun berjalan menuju panggung, di ikuti dengan ratusan pasang mata yang mengarah kepadanya.
Sepasang mata bahkan lebih tajam melihat ke arahnya. Dia sudah mendengar cerita mengenai kecerdasan dokter ana dari dokter imran. Tapi baru kali ini ia melihat langsung bahwa wanita cerdas yang selama ini menjadi bahan perbincangan mereka adalah wanita dengan cadar di wajahnya. Terlihat misterius.
Saat kata pertama meri terucap dan telinganya menangkap suara itu, hatinya merasakan sesuatu yang hilang kini telah ia temukan. Matanya mulai panas dengan tatapan api kerinduan. Jika tak ada orang lain di sekitarnya l, ilham sudah pasti akan melompat ke atas panggung dan memeluk istri yang sejak lama ia cari.
Menit-menit mulai berlalu dan sudah satu jam saat sesi tanya jawab selesai. Meri turun di iringi dengan sorakan kagum.
"dokter ana. Kau luar biasa" teriak suara yang paling keras dari bangku peserta acara. Itu adalah suara fuad. Ia melihat wanita pujaannya semakin cantik saat menjelaskan teori barunya dan membungkam para profesor yang mengajukan sanggahan atai kritikan.
Meri tersenyum melihatnya. Fuad tampak sangat jelas karena posisinya di baris depan di tambah saat ini ia berdiri sementara peserta lain duduk di kursinya masing-masing.
Diam-diam, fuad meninggalkan tempatnya dan mengikuti meri ke belakang panggung. Ia yakin meri akan segera bersiap ke sekolah junior karena itu ia akan menjadi pengawal seperti biasanya.
"dokter ana" panggil imran saat melihat meri di belakang panggung sendirian sedang memasukkan berkasnya ke dalam map.
"dokter imran. Maaf saat ini aku sedikit terburu-buru. Kita akan bicara nanti" tolak meri. Ia benar-benar tak ingin kehilangan momen melihat pertandingan putra kebanggaannya.
"baiklah, tapi temanku ingin bertemu denganmu saat ini"
"aku akan menemuinya nanti" jawab meri sambil terus merapikan berkasnya.
"meri" panggil suara yang tak asing di telinga meri.
Spontan meri berbalik melihat siapa orang itu. Ia terkejut ada orang yang mengetahui nama panggilan lamanya dan lebih terkejut melihat siapa orang itu.
"dokter imran. Aku mengenalnya, bisa tinggalkan kami sebentar" pinta ilham.
Walau merasa enggan, imran akhirnya meninggalkan dua orang yang tidak ia sangka bahwa mereka akan saling mengenal.
"sejak kapan namamu berubah jadi ana?" tanya ilham.
Meri masih diam membeku di tempatnya, seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Suaminya kini berdiri di hadapannya, dan dengan mudah mengenalinya bahkan saat nama dan wajahnya tertutup.
"aku tahu itu kau. Mengapa masih bersembunyi dariku?" ilham mendekat ke arah meri berdiri dan dengan lembut melepas kain tipis yang menutupi wajah cantik istrinya itu.
Saat wajah cantik itu kini terlihat jelas di hadapannya, tak terasa bulir hangat mengalir di kedua pipinya. "aku sangat merindukanmu sampai mau mati rasanya" keluh ilham.
Tak bisa menahan gelombang kerinduan lagi, ilham menarik tubuh meri mendekat dan memeluknya dengan erat. Rasanya ia tak ingin melepaskan pelukannya lagi.