Di dunia ini, hanya mereka yang memiliki akar-akar spiritual yang mampu berkultivasi, sedangkan mereka yang berakar mortal ditakdirkan sebaliknya. Mo Wuji hanya memiliki akar mortal, namun akankah ia tetap menjadi mortal? ---------- Ikuti kisah Mo Wuji melawan takdirnya dengan penuh keberanian dan kegigihan. Rasakan jantung Anda berdegup kencang saat ia melalui petualangan dan pertemuan yang menarik. Menangislah saat tragedi menimpanya. Tersenyumlah saat ia menghancurkan lawan-lawannya dan menempa jalan hidupnya sendiri. Ke manakah olahan energinya akan menuntunnya?
Prolog:
"Hahahaha… Ruoyin, akhirnya aku bisa memurnikan Larutan Channel Opening ini. Aku telah berhasil…" Di dalam sebuah laboratorium yang berantakan, Mo Wuji tertawa terbahak-bahak, sambil memegang sebuah botol porselen [1] 1di tangannya seolah-olah ia sudah gila.
"Klang…" Sebuah cangkir jatuh ke lantai, menumpahkan teh kemana-kemana. Seorang gadis cantik yang mengenakan cheongsam merah tua berdiri di tengah pintu, ia menatap Mo Wuji yang histeris dengan tatapan kosong. Beberapa lama kemudian, gadis itu mulai berbicara dengan nada gemetar, "Wuji, kau berhasil? Kau benar-benar berhasil?"
Mo Wuji memandang gadis cantik yang berdiri di pintu masuk itu. Ia tahu bahwa Xia Ruoyin datang untuk menghidangkannya secangkir teh. Sepotong informasi ini telah sangat mengejutkan Xia Ruoyin; dan karena terlalu bersemangat, cangkir itu terselip dari genggamannya dan terjatuh ke lantai.
"Ruoyin, tidak akan ada kesalahan kali ini. Aku hanya mencoba setengah dari isi botol itu, tapi aku sudah bisa merasakan seakan-akan ada api yang membakar meridianku [2] 2yang perlahan-lahan terbuka dan melebar. Pada saat ini, meridianku masih berada dalam proses pembukaan, tapi kita sudah berhasil."
Mo Wuji dengan bangga berjalan ke arah gadis itu sambil membawa botol porselen itu dan menggenggam tangannya. "Ruoyin, masa-masa ini sudah sangat sulit untukmu. Selama bertahun-tahun ini, aku telah mendedikasikan diri untuk meneliti Larutan Pembuka Saluran dan aku tidak bisa menjagamu sepenuhnya. Malah kau yang harus menjagaku. Mari kita menikah. Setelah itu, kita akan membuka sebuah perusahaan khusus untuk produksi Larutan Pembuka Saluran ini. Aku yakin bisnis kita akan menjadi sensasi di seluruh dunia."
Gadis itu akhirnya bisa menenangkan dirinya, namun ia masih berkata-kata dengan nada gemetar, "Apa kau mencatat semua rumus obat itu?"
Mo Wuji menganggukkan kepalanya, "Ruoyin, jangan khawatir. Aku mempunyai semua informasinya di laptopku. Kemari, lihatlah…"
Setelah Mo Wuji selesai bicara, ia berbalik dan berjalan ke arah laptopnya.
Tiba-tiba, ia merasakan sesuatu yang dingin, diikuti dengan sakit yang luar biasa dari punggungnya. Kemudian ia melihat ujung pisau muncul dari dadanya, ia sadar seseorang telah menusuk punggungnya dari belakang.
Rasa sakit itu membuat kepalanya terasa sangat pusing dan tenaganya mulai menghilang. Perlahan-lahan Mo Wuji menoleh ke belakangnya dan dengan setengah sadar ia melihat tangan yang menusukkan pisau itu. Xia Ruoyin lah yang telah menusuknya. Dengan mata terbelalak, ia bergumam, "Ruoyin… Mengapa? Mengapa?"
Ia masih tidak percaya kekasihnya yang sangat ia cintai selama bertahun-tahun akan menusuknya.
"Maafkan aku, Wuji. Maafkan aku…" tangan Xia Ruoyin bergetar dan rasa menggigil mulai merambat ke tubuhnya. Dia telah membunuh kekasihnya. Laki-laki itu adalah orang yang dia cintai selama lebih dari satu dekade dan juga orang yang telah memberikan kasih sayang tak terbatas padanya.
Dua tetes air mata keluar dari sudut mata Mo Wuji. Ia merasakan badannya semakin dingin. Kemudian ia mulai kehilangan kesadaran dan cahaya dari matanya mulai redup. Meskipun begitu, ia tidak mau memejamkan matanya. Ia tetap menatap ke arah Xia Ruoyin sambil bergumam, "Jika kau menginginkan rumusnya… kau hanya perlu mengatakannya dan aku akan memberikannya padamu…mengapa?"
Mo Wuji tidak meneteskan air matanya karena ia sedang sekarat. Karena sepanjang yang ia ingat, ia tidak pernah menangis selama hidupnya. Namun, hari ini, apa yang membuatnya sakit bukanlah tusukan pisau di punggungnya itu, tapi rasa sakit karena pengkhianatan dari kekasihnya.
Mungkin bahkan Xia Ruoyin pun tidak tahu posisinya di dalam hati Mo Wuji. Jika ia meminta Mo Wuji mati untuknya, lelaki itu pasti akan melakukannya. Namun, Xia Ruoyin, wanita yang Mo Wuji rela mati untuknya, telah menusuknya di hari yang sangat penting ini.
Mungkin pertanyaan itu tidak akan terjawab untuk waktu yang lama. Mungkin juga ia tidak akan bisa beristirahat di kuburannya. Akhirnya mata redupnya mulai menutup, meninggalkan jejak dua tetes air mata di sudut matanya.
"Pa-ta…" Xia Ruoyin juga mulai meneteskan air matanya, yang jatuh ke sudut mata Mo Wuji, menghapuskan air mata di wajahnya.
_________________________
Pangeran yang Terjatuh
"Kuaakk…" Suara lengkingan burung gagak membangunkan Mo Wuji. Sesaat setelah ia mengangkat kepalanya, ia melihat seekor gagak terbang di atasnya, yang menghilang dengan cepat bersama dengan pekikan melengkingnya.
"Di mana aku?" Mo Wuji merasa aneh. Sepertinya ia tengah terduduk di sebuah kuburan yang baru saja ditimbun, dikelilingi oleh tujuh atau delapan anak kecil yang berlutut di hadapannya. Di antara mereka, seorang anak perempuan yang mengenakan rok bunga-bunga berwarna biru sedang membawa sebuah keranjang bambu di sampingnya.
Ketika Mo Wuji masih merasa bingung dengan situasinya saat ini, anak perempuan itu berbisik dengan suara lembut, "Semuanya telah bersikap baik hari ini, tapi, sudah tidak ada permen lagi, jadi kami akan pulang, kami akan datang besok untuk bermain lagi."
"Bukankah permainan ini dimainkan di dinasti kaisar sebelumnya? Mengapa keadaan ini terasa sangat akrab?"
Mo Wuji merasa syok karena situasi ini terlihat seperti adegan terakhir dalam sebuah novel yang memiliki karakter bernama Mu Rongfu. Mu Rongfu menjadi gila karena apa yang harus ia lakukan untuk negaranya. Sepupu perempuannya yang cantik dan juga merupakan gadis yang ia cintai sejak kecil bernama Wang Yuyan telah meninggalkannya untuk bersama dengan laki-laki lain, dan pada akhirnya, satu-satunya yang masih berada di sisinya adalah seorang pelayan bernama Abi. Sedangkan adegan saat ini adalah adegan setelah Mu Rongfu menjadi gila karena ia telah kehilangan negaranya dan Abi mengumpulkan beberapa anak kecil untuk bermain dengannya.
"Panjang umur Rajaku, selamat tinggal Rajaku. Kami akan kembali untuk makan permen-permen lagi besok…" anak-anak itu berjalan pulang setelah mengucapkan kata-kata yang tidak beraturan itu.
Mo Wuji menatap ke seluruh penjuru tempat ini, dan ia memperhatikan ada beberapa pria dan gadis muda yang berjalan melewatinya. Saat ia menetapkan pandangannya ke arah seorang wanita yang mengenakan rok ungu, ia sangat tergila-gila dengan kecantikannya hingga ia benar-benar lupa akan situasinya saat ini.
Wanita yang mengenakan rok ungu itu menatap balik ke arah Mo Wuji, dia merasa keheranan, bersimpatik, dan kecewa dengannya. Sedangkan pria dan gadis menarik lainnya terlihat sedang membicarakan dan menertawakannya saat mereka melewatinya.
"Tidak mungkin…"
Tiba-tiba, Mo Wuji memikirkan sebuah skenario yang sangat buruk. "Mungkinkah setelah aku mati, aku terlahir kembali ke tubuh Mu Rongfu? Apakah jiwa seseorang benar-benar bisa tertukar ke tubuh orang lain di dunia ini?"
"Dan mengapa jiwaku tertukar ke sini? Apa yang aku lakukan sebelum ini?"
Saat itu juga, kepala Mo Wuji terasa sakit. Akhirnya ia mengingat saat ia telah berhasil mengembangkan larutannya, kekasihnya yang ia rela mati untuknya tiba-tiba menusuknya. Pikiran ini membuat nyawa Mo Wuji diselubungi rasa sedih…
Sakit kepalanya yang sangat menyiksa membuatnya tidak lagi memikirkan hal ini lebih jauh. Terlalu banyak jumlah informasi yang membanjiri kepalanya saat ini. Hanya setelah dua jam berlalu barulah akhirnya Mo Wuji memahami apa yang sebenarnya terjadi.
Ia menyadari bahwa sekarang ini bukanlah dinasti Song lagi, dan ia tidak hanya terlahir kembali ke tubuh Mu Rongfu.
Bahkan tempat ini bukanlah Planet Bumi! Saat ini ia sedang berada di Kota Rao Zhou, ibukota provinsi Cheng Yu. Ia dipanggil dengan nama Mo Xinghe, pangeran dari Prefektur Qin Utara. Ayahnya menamainya Mo Xinghe untuk mengikuti nama kekaisaran Xing Han.
Mo Xinghe tidak bisa ingat seberapa besar dunia ini, namun ia tahu bahwa Kekaisaran Xing Han bukanlah satu-satunya kekaisaran, setiap kekaisaran dibagi menjadi negara-negara bagian, dan setiap bagian dibagi lebih jauh menjadi banyak prefektur. [3]3
Mo Xinghe tinggal di Prefektur Qin Utara di dalam negara bagian Cheng Yu, dan Cheng Yu terdapat dalam Kekaisaran Xing Han.
19 tahun lalu, kakek Mo Xinghe, Mo Tiancheng, adalah penguasa Prefektur Qin Utara, dengan pangkat kebangsawanan seorang Lord. Setelah kakeknya tiba di negara bagian Cheng Yu, ia tiba-tiba menghilang. Alhasil, Prefektur Qin Utara membutuhkan penguasa baru, dan penguasa ini harus mendapatkan perizinan dari Lord Negara Bagian
Jika bukan karena hilangnya Mo Tiancheng secara tiba-tiba, Mo Tiancheng dapat mewariskan kekuasaannya ke anak-anaknya dan melaporkan hal itu ke Lord Negara Bagian. Namun, Mo Tiancheng terlanjur menghilang dan dia tidak sempat mewariskan kekuasaannya secara resmi ke siapapun. Maka, penerusnya harus sendirian menuju ke negara bagian untuk mengambil alih tahtanya di depan semua Lord prefektur dan negara lainnya.
Orang tua Mo Xinghe memutuskan untuk membawanya ke Kota Rao Zhou karena dua hal. Pertama, mereka ingin mencari tahu lokasi Mo Tiancheng. Kedua, ayah Mo Xinghe, Mo Guangyuan, selalu ingin diakui keberadaannya oleh bangsawan penguasa lain dan mendapatkan warisan kekuasaan dari ayahnya.
Sebenarnya, mewarisi kekuasaan adalah masalah yang sederhana, tidak ada yang menyangka bahwa masalah tersebut akan diisi oleh banyak sekali perkara yang berbeda-beda. Orang tua Mo Xinghe telah menghabiskan banyak sekali uang, dan pergi ke sana kemari untuk mengurus hal itu selama lebih dari satu dekade; namun, mereka masih belum bisa mendapatkan kekuasaan itu.
Orang tua Mo Xinghe meninggal akibat terserang penyakit dan ayahnya menurunkan obsesinya menjadi ahli waris kekuasaan prefektur itu kepada Mo Xinghe. Dengan meninggalnya orang tua Mo Xinghe, keluarga Mo Xinghe akhirnya kehabisan semua uangnya. Kemudian Mo Xinghe mulai melakukan usaha-usahanya selama beberapa tahun tanpa mendapatkan hasil yang berarti. Saat ia tahu bahwa prefektur Qin Utara telah diambil alih oleh Lord Negara Bagian Cheng Yu, Mo Xinghe menjadi gila, kemudian Mo Wuji terlahir kembali menjadi Mo Xinghe.
Mo Wuji juga berusaha mengingat siapa gadis yang memakai rok ungu itu. Namanya Wen Manzhu, dan ayahnya adalah sahabat karib orang tua Mo Xinghe. Mo Xinghe dan Wen Manzhu adalah teman bermain yang sangat dekat semasa kecil, dan meskipun keduanya tidak saling berjanji satu sama lain, semua orang setuju bahwa dua anak itu akan tumbuh dewasa bersama dan menjadi sepasang kekasih.
Sejak Klan Mo kehilangan kesempatan mereka untuk naik tahta, bersama dengan kematian orang tua Mo Xinghe dan hilangnya kewarasan Mo Xinghe, lama-kelamaan Klan Wen mulai meninggalkan dari Mo Xinghe. Setelah Wen Manzhu dewasa, dia berpisah dari Mo Xinghe dan memilih mendekati pangeran-pangeran dari keluarga-keluarga lain yang berpengaruh penting di daerahnya.
Saat merasakan dua tetes air mata jatuh ke punggung tangannya, Mo Wuji mengangkat kepalanya dari kedua lututnya, ia melihat ada seorang gadis muda lain di hadapannya, gadis itu sedang bersedih, ada bekas luka di wajahnya.
Sama halnya dengan Abi yang dengan setia menemani Mu Rongfu, gadis yang bernama Yan'Er ini adalah satu-satunya orang yang menemaninya meskipun dia hanya seorang pelayan. Jika tidak berkat Yan'Er, Mo Wuji tidak akan bisa lahir kembali dan tidak akan ada yang tahu berapa lama Mo Xinghe yang asli telah meninggal.
Selain bekas luka di wajahnya, Yan'Er juga menderita malnutrisi. Kulitnya pucat, seluruh rambutnya pirang, dan dia terlihat kurang bertenaga, tidak seperti gadis-gadis muda lainnya.
"Ini masih tidak masuk akal…" Mo Wuji gemetaran. Klan Mo masih merupakan bagian dari klan kerajaan, jadi meskipun ayah Mo Xinghe tidak bisa mewarisi kekuasaan itu, di negara yang kaya ini, seharusnya ia tidak akan meninggal akibat penyakit dalam keadaan miskin. Mustahilkah baginya untuk meninggalkan Kota Rao Zhou dan kembali ke Prefektur Qin Utara secepatnya? Atau sebagai alternatif, tidakkah ada yang mau menyelamatkan atau memberikan uang kepada klan Mo?
Sudah jelas ada yang ganjil di sini…
Mo Wuji mendongak dan melihat Yan'Er mengusap kedua matanya yang sedikit memerah, dengan suara lembut dia bertanya, "Paduka Raja, bisakah kita kembali sekarang?"
Mo Wuji mengangguk dan menghela nafas, tidak hanya karena Yan'Er namun juga karena keadaan dan kondisi tubuhnya saat ini. Bahkan saat memainkan permainan yang kekanak-kanakan itu, Yan'Er masih harus bersikap sopan dan meminta izin padanya seakan-akan gadis itu sedang berada di bangunan kekaisaran yang sesungguhnya.
Meskipun begitu, tubuh Mo Wuji pulih dengan sangat cepat dan merasa bahwa dia harus marah pada dirinya sendiri. Perasaannya campur aduk tentang apakah ia harus bersyukur karena ia tidak mati, patah hati karena kekasihnya adalah orang yang berkomplot melawan dia, atau bersedih karena ia tak bisa lagi kembali ke Bumi.
Melihat Mo Wuji terdiam beberapa lama, Yan'Er yang bersikap terlalu hati-hati mengulangi perkataannya, "Paduka, langit sudah mulai gelap…"
Mo Wuji kembali menghela nafas saat ia melihat ke matahari yang terbenam di kejauhan. Ia tidak yakin apakah karena ia berpikir tentang Mo Xinghe, atau karena ia masih bersedih atas takdirnya sendiri. Ia menghela nafas lagi dan akhirnya berkata, "Mari pulang ke dinasti…"
Setelah berkata demikian, ia ingin berdiri, menepuk-nepuk tanah di kakinya, dan pergi. Namun, karena kakinya bersila dalam waktu yang lama, kakinya menjadi mati rasa. Untungnya, Yan'Er ada untuk menolongnya berdiri.
Saat Yan'Er menolongnya berjalan keluar dari hutan kecil itu, Mo Wuji masih mengatur semua pikiran dan ingatan yang tersisa di kepalanya.
"Dunia macam apa ini…?" Keduanya sedang berjalan tidak bersuara selama beberapa menit, saat Mo Wuji menggumamkan ini pada dirinya sendiri.
"Paduka Raja, apa yang baru saja Anda katakan?" Yan'Er bertanya karena ia tidak mengerti apa yang dikatakan Mo Wuji barusan.
Mo Wuji menggelengkan kepalanya, "Yan'Er, tolong jangan panggil aku Paduka Raja lagi, panggil aku dengan namaku saja."
Karena Mo Wuji dan Yan'Er masih akan tinggal bersama nantinya, masih ada beberapa yang harus dijelaskan.
Merasa sedikit tersentuh, Yan'Er bertanya dengan bersemangat sembari tangannya yang gemetar menjinjing sebuah keranjang bambu, matanya berkaca-kaca, "Tuan Muda, apakah Anda sudah merasa baikan?"
Mo Wuji menjawab sambil sedikit tersenyum ragu, "Mungkin aku belum seutuhnya pulih atau mengingat apapun, tapi aku tidak akan berkelakuan dan bermimpi seperti orang idiot lagi seperti sebelumnya."
Mo Wuji takut untuk memberitahu yang sebenarnya, jadi ia bilang saja bahwa ia belum pulih seutuhnya.
"Lalu…" Yan'Er terlihat seperti akan mengatakan sesuatu, tapi ia terlihat tidak berani.
Mo Wuji tahu Yan'Er ingin bertanya apakah ia ingin bermain lagi dengan anak-anak kecil itu besok, namun ia takut jika memainkan permainan itu akan mengingatkannya pada insiden dinasti sebelumnya, dan akan membuatnya kembali tidak waras.
Sambil menepuk punggung Yan'Er, Mo Wuji tertawa dan berkata, "Aku telah menjalani kehidupan Kaisar sebelumnya dan aku sudah muak dengan itu. Kita tidak usah datang besok dan sebagai gantinya, kita harus berpikir tentang bagaimana melanjutkan hidup besok."
Yan'Er menjatuhkan keranjang bambu yang dipegangnya, air mata bergulir di pipinya lalu jatuh berlutut di lantai. Sepertinya dia tidak bisa berhenti bergumam pada dirinya sendiri…