webnovel

Terjadi Lagi

Terjadi lagi hal yang tak diinginkan. Jantung Ariana berdetak terlalu cepat. Bukan karena dibonceng oleh pria setampan Baron. Namun kecepatan berkendara lelaki itu—membuat tubuh Ariana hampir terbawa angin. Ya, secepat itu memang.

Jarak duduk mereka hampir lima jengkal. Ariana tak berani berdekatan, dan alasan lainnya ialah dia juga gugup sedekat ini dengan Baron.

"Lo mau ngajak gue mati muda, hah?" teriak Ariana sudah tidak tahan lagi.

"Apa?!?" Baron sama sekali tak mendengar apa yang diucapkan oleh Ariana. Dia masih fokus pada jalan tanjakan di depannya.

"LO MAU GUE MATI?!?"

Tepat di telinga kiri Baron, Ariana berteriak sangat kencang. Lelaki itu bahkan sedikit terlonjak kaget sebab terkejut. Namun sedetik kemudian, Baron kembali ke mimik wajah semula. Dibalik helm full face nya itu, raut wajahnya kembali fokus pada jalanan. Benar-benar lelaki yang tak berperasaan, itulah isi pikiran Ariana.

Tiga menit berlalu dan mereka akhirnya telah sampai di depan sebuah mall besar. Ariana masih suntuk, rambutnya berantakan akibat angin kencang yang menyambar. Benar-benar tak habis pikir, apa yang disukai Agnes dari Baron?

Tanpa menunggu Baron, Ariana langsung memasuki mall yang besar itu. Dia bahkan sempat berpikir akan pulang naik taksi atau ojek online saja, dari pada membahayakan nyawa jika dibonceng oleh Baron.

Sementara Baron, pria itu merasa tak dihiraukan oleh Ariana. Dia membuntuti gadis itu dari belakang, dia tak ingin gadis itu hilang lagi karena dirinya.

"Nggak usah ikutin gue. Lo mending pulang deh, gue mau naik taksi aja nanti," tutur Ariana yang mengetahui Baron selalu di belakangnya dan memperhatikan apa yang dirinya lakukan.

"Siapa yang ikuti lo, gue juga lagi mau belanja."

Ariana terdiam sejenak dan menatap sebuah troli didorong oleh Baron. Gadis itu malah memutar bola mata malas, dia tak menanggapi ucapan Baron lagi lalu kembali berjalan.

Helaan napas terdengar jelas. Ariana ingin kembali ke dunia nyata—menjalani kehidupannya yang semula. Dia sungguh merindukan kedua orang tuanya. Dia khawatir apabila waktu terus berjalan di dunia nyata. Lantas bagaimana dengan nasibnya? Pasti orang tuanya akan bingung mencari, dan kabar media massa akan menyebar, mengatakan bahwa penulis Young Rider dikabarkan hilang sebelum menamatkan series ke-tiga nya.

"Nggak nggak. Gue nggak boleh berpikir macam-macam." Dia meyakinkan diri sendiri.

"Sinting," sindir lelaki menyebalkan, yang berlalu begitu saja melewati Ariana.

Nyatanya, Ariana bahkan tak berkutik dikatai seperti itu oleh Baron. Ya, dia bukanlah tipe wanita pemberontak. Namun saat ini pikirannya tiba-tiba teralih pada permasalahan Baron serta keluarga lelaki itu. Dia menatap punggung lelaki itu yang masih tegap sempurna, namun Ariana tahu bahwa Baron pasti tertekan dengan keadaan ini. Ariana bahkan menjumpai orang-orang di mall itu berbisik usai melihat Baron, meskipun saat ini Ariana melihat ada beberapa anak SMA yang minta foto pada lelaki di depannya itu.

"Kak Baron? Kyaaa! Boleh foto nggak, Kak?"

"Aduh, kita ngefans banget sama Kakak. Kita sering lo lihat kakak balapan."

"Iyee lo diem-diem kabur dari rumah cuma buat lihat balapannya Kak Baron kan?"

"Sssstt, jangan bilang-bilang dong. Malu tau!"

Ariana melihat Baron yang terlihat canggung. Pastinya, pria itu tak lihai berswafoto dengan orang lain. Namun tanpa Ariana duga, Baron menganggukkan kepala dan meladeni para siswi SMA itu. Seperti biasa, hanya ekspresi datar yang terlihat pada mimik wajahnya. Namun para siswi SMA semakin berteriak kegirangan. Lagi pun, siapa yang tidak tertarik dengan wajah rupawan itu? Jika Baron pria yang hangat seperti Mike, tentu Ariana juga akan mempertimbangkan perasaannya.

"Apa?" Setelah kepergian para siswi itu, Baron beralih menatap Ariana. "Lo mau ikut foto juga sama gue?" tanyanya dengan salah satu satu alis yang terangkat. Emang dasar cowok sok-sokan, batin Ariana.

"Dih, sorry ya. Lo bukan tipe gue."

"Hah? Maksud lo?" Baron terlihat terkejut mendengarnya.

"Iya lo bukan tipe gue. Emang kurang jelas?" ulang Ariana sarkas.

"Terus kenapa lo nembak gue?" tanya Baron seraya memajukan langkahnya.

"Eh, k-kalau itu... Gue..."

"Baron? Agnes?" celetuk seorang lelaki tiba-tiba.

Ariana menghela napas lega. Vero muncul tanpa diundang dengan seorang perempuan berambut pinky.

'Apa emang trend-nya ya rambut diwarnain kayak gitu? Perasaan tadi gue juga lihat siswi SMA rambutnya agak diwarnain. Emang jamannya udah beda, Ana. Lo harus inget, ini bukan 2022 lagi!' batin Ariana seraya memperhatikan perempuan berwajah mungil yang berada di samping Vero.

"Kalian ngapain berduaan di mall? Jangan-jangan kalian nge-date ya?" tebak Vero seadanya.

"Iya gue ngedate sama Baron," jawab Ariana begitu saja.

'Apa? Lagi? Oh Tuhan, mengapa di saat seperti ini?' Ariana terkejut dalam hati setelah mengatakan kalimat itu. Dia sungguh tak memiliki harga diri sekarang.

"Nggak usah dengerin dia. Dia itu cewek nggak tau diri," cerca Baron tidak Terima atas perkataan Ariana.

"Udah udah jangan berantem," sela gadis imut tadi. "Oh ya, lo Agnes ya? Gue denger banyak tentang lo dari Baron. Kenalin, gue Jasmine. Gue sepupunya Vero."

"Jasmine?" Ariana tak mengerti mengapa tokoh Jasmine menjadi sepupunya Vero. Sebab di dalam ceritanya, Jasmine hanya tokoh tambahan yang jarang muncul. Karena itulah Ariana tak begitu mengenal Jasmine saat pertama kali bertemu.

"A-ah iya. Gue Agnes. Salam kenal ya," balas Ariana disertai senyum canggung. Jasmine pun membalasnya dengan senyum manis.

"Sekian untuk perkenalan hari ini. Oh ya, gue bakal buntuti kalian berdua. Ron, gue akan awasi lo!" Vero mengatakannya dengan mata yang memicing ke arah Baron. Sementara Baron, pria itu tak peduli sama sekali. Ada maupun tidak adanya Vero, baginya sama saja. Tempat ramai seperti ini bukanlah tempat yang cocok untuk manusia sepertinya.

~~~

Hari ini seperti hari-hari biasanya. Masyarakat yang saling berbisik membicarakan Baron dan Mario, baik percakapan negatif maupun positif. Baron tidak mengerti, mengapa mereka hobi sekali mengurusi hidup orang lain. Apakah hidup mereka sudah sesempurna itu?

Kini Baron hanya duduk-duduk saja di depan mall besar sembari menunggu Ariana yang masih bergulat dalam acara belanja. Dia menyerah—dia tidak betah menunggu seorang belanja hingga lima jam itu. Entah apa saja yang perempuan itu beli.

"Aduh, Baron! Bantuin gue dong!"

Teriakan suara melengking itu mau tak mau membuat Baron memutar tubuhnya. Dia membulatkan kedua mata ketika melihat Ariana yang membawa hampir lima kantong plastik besar berisi bahan belanjaan. Ah, jangan lupakan paper bag yang mungkin berisi tas maupun baju branded.

'Hah, cuma di sini gue bisa beli belanjaan sebanyak iki. It's okay, Ana. Ini dunia lo juga, karena lo yang ciptain dunia ini.' batin Ariana sembari menyeringai jahat. Ini tidak seperti dirinya yang dahulu. Entahlah, dia merasa terkadang memiliki sisi yang berbeda ketika berada di dunia novel ini.