webnovel

Portal Dunia Lain

"S-siapa kalian?"

Tubuh Ariana bergetar hebat. Dia bahkan tak memiliki cukup tenaga untuk bangkit dan kembali menyalakan mesin motornya. Dua pria berbadan kekar yang mengenakan jaket kulit hitam itu menatapnya dengan tajam.

"Serahkan kunci motor lo!" bentaknya keras.

"Tolong! Tolongg!!"

Brakk!!...

Salah satu dari mereka dengan sengaja menendang bagian awak motor milik Ariana. Hal itu sontak membuat Ariana terkejut dan refleks memejamkan kedua mata rapat-rapat.

"Cepat berikan kunci lo, atau lo tamat di tangan kita saat ini juga!" ancamnya.

Tidak. Ariana tidak akan membiarkan dua orang pria itu membawa motornya begitu saja. Akhirnya Ariana menemukan cara. Dengan sedikit tenaga yang masih dia miliki, dia menendang titik sensitif dua pria di depannya sekaligus. Kedua pria itu meringis serta merintih kesakitan. Sementara Ariana buru-buru menyalakan mesin motor dan mengendarainya.

"Gue harus cepet-cepet kabur sebelum mereka ikut ngejar gue!"

Malang sekali. Nasib baik tak berpihak pada Ariana. Dua pria tadi masih saja ingin membawa lari motornya. Mereka membuntuti Ariana dari belakang dengan kecepatan penuh. Mau tak mau Ariana harus melewati jalanan sempit untuk bersembunyi dari mereka.

"Gue harus kemana ini...."

Ariana berkendara tak tentu arah. Sampai akhirnya di ujung jalan, dia menemukan sebuah rumah tua. Dia pun menyembunyikan motornya di sana. Sedangkan dirinya mencari tempat lain yang aman untuk bersembunyi.

"Kayaknya di sini aman. Rumah ini juga kayak nggak ada pemiliknya. Gue harus buru-buru ngumpet."

Gadis itu bersembunyi di dalam sebuah kamar yang berpondasi kayu tua. Hari yang telah malam membuat pencahayaan di rumah itu sangatlah minim. Saat itu juga, Ariana merasakan semilir angin aneh datang menerpa. Bulu kuduknya kembali berdiri, bersamaan dengan suara pintu yang didobrak secara paksa. Mereka menemukan jejak Ariana.

"Sial, dia tau gue di sini."

"Gue harus sembunyi dimana lagi," lanjutnya dalam hati.

Dia pun menemukan sebuah lemari kayu di dalam ruangan yang dia tempati. Tanpa berpikir panjang, Ariana langsung bersembunyi dibaliknya. Dia membungkam mulutnya dengan tangannya sendiri, agar tidak menimbulkan suara sama sekali.

"Keluar kau nona manis. Berikan kunci motormu, dan kami akan membebaskan mu."

"Tenang saja. Kami partner negosiasi yang baik."

Derap kaki langkah semakin terdengar jelas. Secara tidak sadar Ariana memundurkan langkah di dalam lemari itu. Tiba-tiba....

Bruk!

Akh!

Ariana meringis saat merasakan sesuatu yang aneh mengenai punggungnya. Diusapnya punggung lantas mencoba untuk bangkit berdiri. Dia belum sadar sepenuhnya, bahwa saat ini dirinya berada di sebuah tempat yang bahkan tidak dia ketahui.

Saat pandangannya mulai menyapu sekeliling, dia pun membelalak terkejut.

"Dimana gue?" ujarnya dalam hati sembari menutup mulutnya yang menganga lebar.

"Baju gue!" pekiknya keras.

"Suara gue! Rambut gue! Dan...." Sebelum melanjutkan perkataannya, Ariana merogoh ponsel yang ada dalam saku celana dan melihat bagaimana bentuk rupanya, "Untung muka gue nggak berubah!"

"T-tapi, kenapa penampilan gue jadi kayak gini?" Dia memperhatikan baju ketat yang dikenakannya. Baju ketat itu dilapisi jaket kulit tebal. Dia juga memakai rok mini jauh di atas lutut, serta sepatu boots warna hitam yang senada dengan baju dan roknya. Ujung rambutnya berwarna tosca bercampur abu-abu. Ariana sungguh tidak mengerti.

Dia pun menoleh ke belakang, ke arah pohon dengan sebuah portal membentuk lingkaran besar yang menyala-nyala. Ariana bertanya-tanya, apakah dia benar berada di kehidupan lain? Lalu, lemari tadi membuat dia terjerumus di dunia yang tidak dia ketahui itu?

"Nggak, gue harus segera balik dari sini!"

Ariana hendak mengulurkan tangan, teringin kembali memasuki portal tersebut. Namun malangnya, portal itu tiba-tiba menghilang tanpa jejak dan hanya menyisakan pohon besar di depan mata. Ariana kembali membelalakkan mata tidak percaya.

"Oh My God, tolong selamatkan aku!"

Hampir saja Ariana menangis sebab saking takutnya dirinya. Bagaimana tidak? Pohon-pohon besar mengelilingi dirinya. Suara-suara aneh bermunculan. Seperti raungan hewan buas, dan angin kencang nan menusuk.

"T-tolong...."

Gadis itu memeluk lututnya sendiri. Di bawah pohon besar itu ia meringkus seorang diri.

"Agnes?"

"Agnes!!"

Ariana mendongak ketika tubuhnya dipeluk oleh seseorang. Aroma parfum opium sungguh menyengat di indera penciumannya. Gadis itu pun bingung melihat sosok pria yang memiliki porsi tubuh atletis dengan rambut warna hitam kecokelatan. Rambutnya memiliki penataan bak oppa Korea.

"L-lo... "

"Lo kemana aja sih?!? Lo nggak sadar hah kalau papa sama mama khawatir di rumah?!? Ayo pulang sama kakak!" pekiknya sedikit frustasi.

"K-kakak?" Ariana tak bisa mencerna dengan baik apa yang dikatakan pria tampan di hadapannya. Lalu Agnes? Siapa Agnes? Mengapa pria itu memanggilnya dengan sebutan Agnes?

"T-tapi gue..."

Tanpa basa-basi, pria itu menggendong tubuh Ariana begitu saja. Ariana sempat memberontak, namun akhirnya dia terdiam karena merasa tiba-tiba tubuhnya lemas dan berakhir tak sadarkan diri.

~~

Suara gemercik air pancuran terdengar jelas pada indera pendengaran Ariana. Kedua bola mata indahnya perlahan terbuka. Dia merasakan sebuah benda empuk pada punggungnya. Ranjang berukuran king size itu seakan membuat dia tak ingin bangkit dari sana.

"Agnes? Lo udah bangun?"

Ariana membelalakkan mata usai melihat sosok pria yang hanya mengenakan Boxer selutut. Lantas lihatlah rambut basahnya itu. Ariana bahkan sempat mengalihkan pandangannya sebab gugup.

"Ma, Pa! Agnes udah bangun!" teriaknya keras.

Tiba-tiba dua orang pria dan wanita paruh baya bergegas menuju ke sebuah kamar bergaya ala eropa. Ariana tak kenal sama sekali dengan tiga orang asing yang tiba-tiba muncul begitu saja.

"Sayang, Agnes. Kamu udah sadar sayang? Maafin mama ya. Ini semua emang gara-gara mama kamu jadi kabur dari rumah."

"Mama?" ulang Agnes pelan.

"Nes, besok lo nggak usah masuk kuliah. Satu minggu ke depan gue udah ijinin lo," ucap pria yang tadi mengaku sebagai kakaknya.

"Ayah juga udah beliin kamu mobil sendiri. Kalau kamu bosan, kamu boleh keluar main. Maafin mama sama papa yang udah maksa kamu buat nerusin perusahaan ya?"

Ariana senantiasa terdiam membeku. Ia masih belum mengerti mengapa mereka menganggap dirinya sebagai Agnes. Ingin sekali Ariana bertanya, dimana ia sekarang? Bagaimana cara ia kembali pulang? Oh, tidak. Dia harus pulang. Ariana harus segera menyelesaikan novelnya, atau tidak para penggemar semakin lama menunggu rilisnya novel series terbarunya.

"Nes, lo nggak papa kan? Kok lo diem aja?"

"Sebenarnya...." Saat Ariana hendak membuka suara, sebuah ringtone melalui ponsel terdengar cukup keras. Perkataannya pun akhirnya terputus dan dia tak berniat sama sekali untuk meneruskannya.

"Siapa sih malam-malam telfon gini?" desis pria yang menyandang status kakak dari Agnes.

"Haih, siapa lagi, Mike. Itu pasti Baron," tutur sang Ayah membuat Ariana sontak membelalakkan kedua mata sempurna.