4 Chapter 3

Sesosok makhluk yang tidak hidup tengah memandang langit biru di atasnya dengan pandangan menerawang. Wajahnya tampak sangat frustrasi.

"Ha…." Itu sudah menjadi helaan nafas ke sekian kalinya yang dikeluarkan Andrew. Saat ini dirinya tengah berbaring di kursi taman tempat ia kemarin berbicara dengan manusia yang mengikat hatinya.

Dia sebenarnya sedang memikirkan tentang tawaran yang diberikan oleh dokter gila bernama Olivia itu. Wanita yang ditemuinya sebelumnya.

*Flashback*

"Kenapa kau membawaku ke tempat menyeramkan ini?" Andrew bertanya sambil memegangi perutnya yang terus menerus terasa mual karena pemandangan menyeramkan semua mayat yang ada di dalam tabung itu.

Olivia, sang penanggung jawab dari semua jasad itu berbalik dan menatap Andrew dengan serius. "Aku ingin menawarimu sebuah kesepakatan."

"Kesepakatan?" Andrew bertanya bingung.

"Apa kau ingin bersama dengan gadis itu?" Olivia menyugar rambutnya ke belakang dan menatap mata Andrew dalam.

"Tentu saja. Aku… Meskipun tidak dapat mengingat apa pun, namun aku sangat menyadari seberapa inginnya aku untuk bersama dengannya. Sayangnya, aku tahu itu tidak mungkin. Dunia kami berbeda, benar-benar berbeda. Kami tidak akan pernah bisa bersama sampai kapan pun." Andrew berkata serius dengan nada sedih.

Olivia menatap sosok arwah itu dengan datar, seolah tidak terpengaruh sama sekali dengan kata-kata menyedihkan itu.

"Aku dapat membuatmu dan dia bersama." Olivia berucap datar.

Andrew menatap Olivia dengan tatapan tidak percaya. "K-kau bisa melakukannya?! Bagaimana mungkin? Aku hanya lah sebuah arwah penasaran dan dia adalah manusia yang hidup." Andrew berseru tidak percaya.

"Aku akan memberimu tubuh. Namun sebagai gantinya kau harus mau menjadi kelinci percobaanku. Yah, aku tidak yakin ini akan berhasil. Karena kemungkinan berhasilnya sangat kecil. Itu mungkin hanya 10:90. Bagaimana, apa kau mau mencobanya?" Tawar Olivia sambil mengulurkan tangannya.

Andrew menatap tangan yang terjulur padanya itu dengan gugup, dia kemudian bertanya. "D-dari mana tubuh yang kau maksud itu?"

Olivia memutar matanya bosan. Ia kemudian menunjuk tabung-tabung yang berjejer di belakangnya dengan dagunya.

"Kita punya banyak tubuh." Jawabnya ringan. Namun ketika ia kembali mengalihkan pandangannya di tempat di mana Andrew berada, hantu itu sudah tidak berada di sana.

"Dia melarikan dirikah?" Tanya Olivia entah pada siapa. "Yah, dia pasti kembali sih."

*Flashback end*

~Andrew POV On~

Aku memejamkan mataku. Tawaran dokter gila itu terus menerus memenuhi pikiranku. Ini benar-benar menyebalkan.

"Ha…." Lagi, aku menghembuskan nafas lelah.

"Jika kau terus menghela nafas seperti itu, kau akan cepat tua loh." Mataku segera terbuka setelah mendengar suara itu dan langsung saja aku berhadapan dengan wajah tersenyumnya.

"A-Amy!?" 

Bugh!

Aku buru-buru bangkit hingga tanpa sengaja mengenai Amanda yang tengah membungkuk. Kami mengusap kening kami yang memerah karena terbentur satu sama lain dan pandangan kami kemudian bertemu.

Didetik berikutnya kami tertawa.

"Jadi, apa yang kau lakukan di universitas hari ini? Kau berkunjung lagi?" Tanya Amanda setelah mendudukkan dirinya di sampingku. Seperti sebelumnya, ia tampak membawa beberapa buku, yah meskipun tidak sebanyak kemarin.

Aku menggaruk kepalaku yang sebenarnya tidak gatal. Sebenarnya aku sudah berada di sini sejak kemarin. Ah, aku benar-benar bingung harus mengatakan apa.

"Y-yah. Aku hanya berkunjung." Jawabku gugup dan mencoba mengalihkan pandanganku darinya, dan kemudian tatapanku jatuh pada buku yang saat ini ia bawa.

"Kau sedang mempelajari ini?" Kataku seraya mengangkat buku tebal dengan judul "RUMUS LENGKAP MATEMATIKA TINGKAT DASAR"

Wajahnya tampak bersemu merah sebelum ia mengangguk perlahan. "A-aku berpikir mungkin aku harus mulai mengulang materi-materi dasar yang ada sebelum bisa memahami tingkat yang lebih tinggi. Uh…."

Wajahnya yang bersemu tampak sangat lucu, aku akhirnya hanya bisa tersenyum dan bertanya tanpa sadar. "Apa kau mau aku mengajarimu?"

"Eh? Kau bisa?" Ia bertanya. Aku hanya dapat tertawa rendah, dan menjawab dengan sedikit ragu. "Kurasa begitu."

~Skip~

"Wah! Kau hebat sekali!!" Amanda membolak-balik buku tulisnya dengan takjub. "Padahal kau hanya menjelaskan secara lisan, tapi itu benar-benar sangat mudah dimengerti. Luar biasa, jika dosen dikelasku sepertimu, semua mahasiswa pasti akan lulus dengan nilai sempurna!" Amanda tersenyum lebar.

Melihat senyumnya membuatku merasa sangat senang. Yah aku benar-benar mengajarinya, dan ajaibnya aku bisa mengerti dan bahkan menerangkan semua itu dengan mudahnya. Apa saat aku hidup sebelumnya aku orang yang cerdas? Entah lah aku benar-benar tidak mengingatnya.

"Terima kasih. Kau juga hebat karena bisa mengerti hanya dengan perkataanku." Kataku senang.

"Itu karena penjelasanmu sangatttttt mudah dimengerti!!! Ah, ini benar-benar luar biasa! Master Andre memang hebat!" Amanda menatapku dengan kagum. Wajahku seketika itu memerah. Aku mencoba menutupi wajahku dengan tanganku dan mengalihkan pandanganku ke samping.

Masalahnya wajahnya yang menatapku dengan mata berbinar-binar sungguh menggemaskan. Benar-benar manis. Bahkan saat dia memanggilku dengan sebutan master sungguh imut.

"J-jangan berlebihan." Kataku pelan.

"Tapi master benar-benar sangat membantu! Ah, bagaimana jika aku membalas kebaikanmu dengan seporsi makanan lezat? Aku tahu restoran dengan makanan yang sangat enak di sekitar sini. Ayo!" Amanda mengulurkan tangannya, hendak meraih tanganku. Namun aku segera menarik tanganku dan menjauh darinya tanpa sadar.

Amanda tampak mematung sesaat sebelum ia menarik kembali tangannya dan memainkan ujung rambut panjangnya.

"S-sorry. Aku terlalu bersemangat." Wajahnya tampak sedikit sedih, dan itu membuat hatiku sakit. Namun mau bagaimana lagi, jika dia berhasil mengenai tubuhku, dia pasti akan langsung terkejut karena tangannya menembus dan melewatiku.

Alasan dia bisa melihatku, semua itu karena dia juga memiliki Indra keenam. Seperti si dokter gila itu. Yah, aku ingat dengan pasti soal itu. Sayangnya dia lebih polos dan terlalu positif, jadi dia sering tidak menyadari bahwa dia tengah berbicara bersama sosok yang mungkin bukan manusia.

"Ah, um. Tidak. Bukan begitu. H-hari ini aku punya urusan, bagaimana jika nanti? Um…. Apa itu masih berlaku untuk nanti?" Tanyaku ragu.

"Tentu saja." Ia kembali tersenyum, yah meskipun senyum itu tidak secerah yang sebelumnya tapi setidaknya itu lebih baik.

"Um, kalau begitu. Aku harus segera pergi." Pamitku. Yah sebenarnya aku tidak benar-benar ingin segera pergi. Tapi tadi aku sudah terlanjur bilang jika aku memiliki urusan penting.

Sayangnya jika aku tidak menolaknya, bagaimana aku bisa makan bersama? Ah…. Benar-benar menyebalkan.

"Tidak bisa makan bersama, kahh...'' Kudongakkan kepalaku menatap langit biru nan luas itu lagi. "Seandainya saja kalau aku ini memiliki tubuh.'' Gumamku.

"Tunggu sebentar, wahai diriku yang tampan ini.'' Kuhentikan langkahku. "Itu dia, tubuh!!''

Kubalikkan tubuhku dan menatap ke arah Amanda yang masih duduk di bangku itu.

"Masalahku akan terselesaikan jika aku memiliki tubuh.'' Kutatap gadis manis itu dengan wajah berbinar binar. "Kalau aku memiliki tubuh, aku pasti dapat makan bersamanya. Ah, mungkin juga aku dapat berkencan dengannya. Juga, juga, aku dapat, aku dapat memeluknya. Mungkin aku juga dapat-''

"-Jadi kekasihnya. Astaga! Sejauh itu ternyata perkembangannya.'' Tanpa sadar, aku melompat lompat sendiri.

"Sipp... Aku akan mencari tubuh baru. Masalahnya-'' Aku mengalihkan pandanganku ke arah di belakangku. "Tubuh yang kuinginkan ada pada wanita gila itu.'' Kutatap arah menuju ke rumah besar wanita gila itu dengan pandangan nanar.

Kugelengkan kepalaku kasar. "Demi Amy.'' Kuhembuskan nafasku beberapa kali sebelum bersiap kembali menuju ke sana. Ke rumah besar dengan aura kematian yang kental. Ke kediaman ilmuwan kegelapan, dokter bedah kematian. Olivia Gardner.

Tapi…

"Amy!!" Ketika aku hendak melangkah kearah rumah wanita gila itu, tiba-tiba aku menyadari seorang pria yang tegap dan tinggi berjalan mendekati Amanda.

"Tunggu… Siapa dia?! Jangan bilang… Sainganku!?"

"Shit!'' Umpatku. "Tunggu aku, Amy.'' Tanpa menunggu lagi, aku segera melesat ke rumah wanita gila itu.

To Be Continued

avataravatar
Chương tiếp theo