webnovel

BAB 2

Reyna saat Belum menikah

Tiga bulan berlalu sejak surat perceraian yang diterima Reyna tak sekalipun ia mendengar kabar mengenai Reno. Mantan suaminya seperti hilang di telan bumi bahkan teman teman mereka dulu pun tak tahu menahu dimana Reno sekarang.

Sekarangpun saat Reyna menghadiri Reuni akbar SMA Pelita yang merupakan Sekolah mereka dulu,  teman teman yang mengetahui hubungan Reyna dan Reno yang menikah secara siri pun sontak kaget ketika mengetahui mereka telah bercerai. Ada beberapa dari mereka yang menatap kasihan pada Reyna tapi kebanyakan dari teman temannya seolah mencibir nasib mantan kembang Sekolah tersebut.

Reyna satu satunya siswa miskin yang mendapat beasiswa penuh masuk di sekolah termahal. Jadi bisa di maklumi jika kebanyakan mereka mengabaikan kehadiran Reyna di pesta akbar yang di hadiri oleh kaum jetset tersebut.

Reyna hanya mengacuhkan sindiran sindiran dari yang halus bahkan pedas sekalipun itu. Baginya menghadiri Reuni akbar Tahunan mungkin akan menjadi acara pertama bahkan yang terakhir ia datangi. Ia mendapatkan info dari layar kaca saat ia sedang bekerja mencuci piring seminggu yang lalu di sebuah restoran seafood kenamaan. Dalam pengumuman itu di katakan bahwa mereka mengundang seluruh alumni untuk hadir di acara tersebut. Sedikit banyak Reyna berharap bisa bertemu Reno. Di samping ia Rindu mantan suaminya itu Reyna juga ingin tahu bagaimana kabar Reno sekarang.

Reyna dengan pakaian sederhana, sepasang sepatu kets lusuh di padu dengan celana jeans yang sudah sedikit pudar dan kemeja kotak kotak milik Reno yang untungnya branded  melekat indah di tubuh janda cantik itu.

Reyna berdiri di depan hidangan yang tersedia memilih makanan untuk di masukkan kedalam piringnya. Untung saja acara seperti ini ada. Jadi ia bisa mengisi perutnya yang sudah hampir dua hari kosong. Mengabaikan tatapan orang orang yang sedikit mengejek pada menu yang sudah melimpah dipiringnya. Reyna hanya mengedikkan bahu dan berlalu mencari meja kosong, sayangnya kursi tersebut terlihat penuh. Akhirnya ia berjalan keluar gedung menuju taman yang terlihat sepi walaupun cahaya terang di sana. Tak jauh dari taman itu puluhan mobil dari yang biasa hingga yang mewah berjejer rapi. Reyna berjalan dengan penuh semangat pada salah satu kursi taman, kemudian duduk dengan santai dan mulai menelan satu persatu cake yang menggunung di piringnya. Sesekali ia menepuk dadanya yang terlihat kesulitan menelan karena  terlalu terburu buru makan. Hal itu tak luput dari pandangan seseorang yang berada di dalam sebuah mobil mewah tak jauh dari tempat Reyna duduk sekarang.

********

Devon menatap layar mackbook nya. Sesekali tangannya bergerak menekan tombol tombol keyword. Ia lebih memilih duduk di mobil mewah Range Rover Sport 3.0 HSE di bandingkan menemani tunangannya menghadiri Reunian sekolah. Lagipula ia juga tak tertarik dengan Thalita yang baru tiga hari lalu menjadi tunangannya. Semua ini murni pertunangan bisnis. Ia harus mengaet putri pengusaha Sukses Bramandito Atmojo pengusaha yang bergerak dalam bidang Telekomunikasi guna melebarkan sayap bisnisnya. Toh wajah tunangannya lumayan cantik, hanya sikapnya yang sedikit menyebalkan yang membuat Devon terkadang jengah. Thalita sedikit posesive dan manja tapi gadis itu memiliki nilai plus di mata Devon. Thalita sedikit agresive dan juga binal menurut Devon yang sudah berpengalaman dalam masalah ranjang. Thalita menyeret Devon ke ranjangnya setelah acara pertunangan mereka. Devon menikmati pergelutan mereka untuk pertama kalinya tersebut. Pertama kali bagi Devon dengan Thalita tapi tidak dengan wanita wanita sebelumnya karena Devon sendiri enggan menghitung Koleksi wania cantiknya. Bagi Devon selama mereka melakukannya atas dasar suka dan juga untuk memenuhi kebutuhan masing masing bagi Devon sah saja. Apalagi terkadang Thalitalah yang berinisiatif terlebih dahulu tentu saja membuat Devon melonjak gembira sehingga ia tak perlu lagi menyewa para jalang setiap Devon membutuhkan pelepasannya. Lagipula Thalita masih 19 tahun, gadis itu masih sedikit rapat walaupun ia bukanlah pria pertama tunangannya itu.

Masa bodoh dengan selaput dara, Devon lebih memilih menghindari para perawan kerena Devon sedikit malas berhubungan dengan drama tangisan para perawan ketika gawangnya di bobol, biasanya tangisan itu bisa langsung reda jika Devon memberikan ganti rugi dengan jumlah nol yang cukup banyak pada check yang ia tulis, cukup beberapa kali ia tertipu dengan drama para perawan tersebut.

Devon mengambil hp yang berdering di sampingnya, terlihat nama Thalita disana.

" Sayang.....aku akan keluar dalam lima menit" Ucap Thalita dari seberang sana.

" Memang acaranya udah selesai" tanya Devon.

"Belum, tapi aku bosan sayang, kangeeeennnn" Rengek gadis itu manja.

Devon sedikit menyungingkan senyum, jika Thalita merengek manja biasanya mereka akan berakhir di ranjang atau menyelsaikannya dimanapun gadis itu inginkan tak terkecusli di mobil yang saat ini Devon naiki. Devon kemudian menutup mackbooknya  meletakannya ke belakang. Kemudian pria itu membuka laci melihat stok kondom yang untungnya masih ada beberapa jadi ia tak perlu repot repot menelpon sekretarisnya untuk mengantarkan benda itu sekarang.

Lima menit berlalu, Terlihat seorang gadis keluar dari gedung menuju arah taman dan hanya berjarak beberapa meter dari mobilnya. Gadis itu bukan Thalita menurut pandangan Devon. Karena pakaian tunangannya seksi dan sedikit terbuka pada tempat tempat tertentu. Lagipula gadis itu terlihat keluar dari gedung tersebut dengan membawa sebakul makanan di piringnya serta sebotol mineral water. .

"Cantik" ucap Devon menatap gadis yang terlihat makan dengan terburu buru di bawah lampu taman ratusan watt tersebut. Disaat para gadis gadis memakai gaun yang lumayan seksi ternyata masih ada yang memakai pakaian yang saat ini di kenakan gadis yang sedang menepuk dadanya sendiri yang mungkin keselek dengan makanan yang ia makan tersebut. Pakaian seperti itu lebih pantas di kenakan saat santai di taman kota ketimbang Reuni mewah seperti ini.

Tapi satu hal yang tidak bisa di abaikan sama sekali, walaupun hanya memakai pakaian seperti itu dapat ia tebak gadis itu mengalahkan para perempuan di dalam sana. Wajahnya cukup cubby dengan hidung mancung di tambah mata kecilnya membuatnya terlihat seperti remaja ala korea. Devon pikir Thalita sangat cantik namun semua terpatahkan, gadis di bawah lampu tersebut puluhan kali lebih cantik dari Thalita dan bahkan dari semua gadis gadis yang bergulat di ranjangnya.

Mata Devon tak bisa berpindah dari gadis itu hingga baru Devon sadari bahwa tunangannya sudah berada di hadapan gadis yang sedari tadi menjadi pusat perhatiannya. Kening Devon sedikit berkerut ketika Thalita terlihat sedang bicara keras dan lumayan kasar.

Devon bergegas turun dan mendekat, melihat gadis itu menunduk dan membiarkan Thalita memakinya dengan kata kata kasar. Membuat Devon sedikit kesal. Thalita terlihat sangat keterlaluan bertindak menurutnya. Tunangannya itu bersikap seperti wanita wanita rendahan yang berprilaku urakan.

"Tha, hentikan, Apa yang sedang kau lakukan?" Teriak Devon yang hatinya sedikit berkedut melihat gadis itu hanya diam sementara rambut dan pakaiannya sudah basah kuyup.

"Aku hanya memberi pelajaran pada tikus pengerat  yang mencoba mencari makanan" Ucap Thalita pada Devon yang saat ini berada di sampingnya.

" Berkacalah, untung saja Reno cepat sadar dan menceraikanmu, kau tidak cocok berada di kalangan kami, bahkan pengemispun lebih baik dari pada dirimu"  Devon terus mendengar jelas ucapan  Thalita dan  mendorong kepala gadis itu berulang kali dengan jari telunjuknya.

Gadis yang di panggil dengan sebutan Reyna  yang tadinya membiarkan saat Thalita memakinya tak lagi diam ketika telunjuk thalita mendorong kepalanya. Reyna kemudian menatap tajam pada Thalita.

Devon melihat Reyna menangkap jari Thalita kemudian sedikit mempelintirnya " Bahkan jika aku tikus pengerat sekalipun bahkan lebih beruntung darimu yang selalu mengemis cinta pada Reno dan sayangnya selalu di abaikan" ucap Reyna Lantang. Membuat Devon menarik garis bibirnya ke atas. Dan ia belum akan menghentikan percekcokan dua orangbgadis tersebut. Apalagi Devon sefikit penasaran dengan apa yang mereka perdebatkan.

"Plak...." Telapak tangan Thalita yang lain berbunyi nyaring pada pipi Reyna hal itu membuat Devon sedikit meringis padahal bukan ia yang kena.

"Jalang sialan" Teriak Thalita histeris. Thalita terlihat murka saat kata kata Reyna menyentil harga dirinya.

Thalita menarik tangannya yang di pelintir Reyna dan menyerang Reyna secara bertubi tubi. Kuku panjang Thalita berhasil mengeret tangan dan leher Reyna bahkan pukulan Thalita dengan menggunakan tas Hermes ratusan juta di kepala Reyna telah membuat Reyna terduduk. Devon yang melihat perkelahian dua gadis itu menjadi panik.

"Hentikan Tha!" Devon berusaha menarik tubuh Thalita.Devon  tak menduga akan seperah ini kejadiannya. Ia kemudian menggendong Thalita yang mememukul membabi buta tersebut dan melemparnya ke dalam mobil. Kemudian ia kembali ke tempat di mana Reyna yang masih terduduk di tanah.

Ia membantu gadis itu berdiri. Pergelangan tangan gadis yang bernama Reyna itu terasa sangat kecil. Saat ia membantu memapahnya menuju kursi taman tubuh itu terasa sangat ringan, seringan kapas. Devon sedikit ngeri melihat tiga geretan memanjang di leher Reyna yang berasal dari kuku Thalita. Belum lagi wajah Reyna yang sedikit pucat, matanya sedikit sayu dengan lingkaran hitam terlihat samar.

"Terimakasih sudah membantuku, Maafkan aku membuat kekasihmu menjadi liar" Ucap Reyna

Devon mengangguk, ia kemudian membantu Reyna mengambil tasnya yang tergeletak di tanah.

"Kurasa lukamu cukup serius" Ucap Devon

"Tidak apa, hanya sedikit goresan, lagipula  Aku sudah lebih baik"  ucap Reyna.

Suara gadis itu halus dan sedikit sayup. Seperti orang yang tidak bertenaga. Malah lebih terlihat Reyna enggan untuk bicara berlama lama dengannya. Melihat Reyna yang mengibaskan pakaiannya dari pasir yang menempel saat ia terduduk kemudian Reyna tersenyum tipis dan berlalu begitu saja setelah mengucapkan terimakasih padanya.

Oh seharuanya gadis itu tak perlu berterima kasih padanya karena memang Devon sengaja membiarkan percekcokkan itu terjadi karena rasa penasaran terhadap yang mereka perdebatkan.

Dari tempat ia berdiri sekarang entah mengapa punggung yang berjalan menjauhinya itu terlihat memiliki beban, mata itu pun sedikit mengusik hati Devon. Terasa banyak luka dan kesedihan di sana.

*******

Reyna duduk bersandar di halte bus. Sedari tadi sudah banyak taksi yang berlalu lalang di depannya tapi Reyna tak peduli. Saat ini ia butuh duduk untuk menenangkan pikirannya. Lagi pula uangnya juga tidak cukup untuk menaiki taksi. Malam juga belum terlalu larut masih banyak orang yang berlalu lalang di trotoar dan badan jalan saat ini.

Satu persatu orang orang di halte menaiki taksi yang datang silih berganti yang hanya menyisakan dirinya. Reyna kemudian duduk bersandar pada tiang halte bus, ia sedikit meringis ketika merasakan perih pada lehernya. Wanita itu kemudian membuka tas selempangnya dan mengambil tisu yang berada di dalam sana. Entah mengapa ia mendengar suara teriakan orang orang yang cukup kencang saat ia sedang mengambil tisu namun belum sempat Reyna mencari sumber suara cahaya terang begitu cepat melaju kearah ia duduk saat ini. Reyna menutup kedua matanya  berharap ia tak merasakan sakit jika ia ia harus berakhir hari ini.

"Brakkkk" Reyna merasakan tububnya terlempar jauh dari tempat ia duduk tadi. Kepalanya mendarat sempurna pada bahu jalan. Ia masih sadar saat mendengar teriakan orang orang juga bunyi klakson mobil yang terdengar tak putus putus. Ia merasakan seperti air yang di siramkan Thalita tadi di wajah dan lehernya. Namun kali ini ada bau anyir yang menjalar di hidungnya. Reyna tergeletak miring, ia juga bisa melihat beberapa pasang sepatu yang mulai mendekat namun penglihatan itu perlahan kabur. Matanya seolah sangat berat untuk di buka Reyna kemudian merasakan tubuhnya melayang. Dengan mata yang belum tertutup sempurna ia merasakan tubuhnya di gendong seseorang.

"Terimaksih"  ucapnya , Reyna tersenyum berharap ini adalah akhir dari hidupnya. Mungkin akan lebih baik jika ia tak lagi exist toh tidak ada seorangpun yang menunggunya atau menayakan keadaannya. Rasanya ia sudah lelah berjuang untuk menghidupi dirinya sendiri. Di tambah status janda yang saat ini ia emban menjadikan beban itu terasa kian berat dari hari ke harinya.