Pagi nya Misha dan Eva berangkat seperti biasanya, namun saat di pertigaan jalan, Misha membanting stir nya kearah kanan.
Sangat berlawanan dari arah sekolah, Eva melambai singkat pada duo A dan E yang pergi kearah sekolah. Mereka berpisah sekarang, tak mungkin pergi bersama-sama bukan? Yang ada orang akan curiga jika mereka ber enam tak pergi ke sekolah.
"Bang Richard, apa pesawat nya sudah di siapkan?" tanya Misha setelah telfonnya diangkat.
"Sudah Miss," jawab Richard formal.
Walau Richard sebenarnya ada di Korea, ia bisa dengan mudah mengatur semua urusan Misha.
"Baiklah, terimakasih bang." ucap Misha tersenyum puas.
"Senang bisa membantu, Miss," balas Richard.
Setelah telfon mati, Misha menatap Eva yang tengah heboh sendiri dijok belakang. Lagi lagi Misha di buat menghela nafas oleh Eva, masa memakai celana saja kerepotan?
"Eva, lo ribut hanya karena celana?" Misha menatap adiknya tak percaya.
"Terimakasih pujiannya, ini bukan celana semata." ujar Eva serius.
"Yang gue lihat sih, Celana lu nyangkut. Jadi kaki lo gabisa keluar,"
Malas mengurusi adiknya yang heboh dengan celana, Misha memfokuskan diri pada jalanan yang macet pagi ini.
Sesampainya di bandara keduanya langsung melangkah ke area pesawat pribadi, setelah berbicara sebentar dengan pengurus pesawatnya, Misha segera menyusul Eva.
"Lu main masuk aja," gerutu Misha.
"Salah sendiri, lama sih,"
Eva tampak tak peduli dengan keberadaan Misha, ia hanya asik dengan pistol ciptaan Misha. Apa lagi sekarang kesalahannya?
"Haah, terserah lah," ungkap Misha lelah.
Ia memejamkan matanya untuk beristirahat sebelum keduanya melaksanakan Misi penting, dengan sedikit kericuhan yang dibuat Eva, ia berhasil tertidur.
***
Misha merasakan bahu nya digoncang oleh seseorang, malas menanggapi Misha hanya mengacuhkan nya dan kembali tidur. Decakan tak suka terdengar disamping telinga Misha.
"Kak, udah sampai," Eva memberitahu.
Eva langsung melangkah keluar karena kakaknya masih asik tidur, dia sudah lelah membangunkan Misha yang tidur seperti kebo.
"Miss," panggil pramugari.
Mereka tak bisa memarkirkan pesawat karena Misha masih ada didalam, pemilik pesawat itu tampaknya sangat mengarungi dunia mimpi, fikir para pramugari.
Pramugari yang ingin kembali membangunkan Misha kaget, saat Misha ternyata sudah membuka mata. Jelas-jelas ia hanya berkedip, dan saat selesai berkedip pemilik pesawat itu terbangun?!
"Eva sudah lama keluar?" tanya Misha sambil meregangkan badannya.
"Sudah Miss, kata nya beliau menunggu di cafe Bandara," terang Pramugari.
"Baiklah,"
Misha berdiri dan menarik tas kotak hitam yang ada disampingnya, ia melangkah dengan malas dan mengacak rambutnya kesal.
"Hobi lu ninggalin orang?"
Misha langsung bertanya setelah duduk didepan Eva, Misha merasa kesal karena ditinggal begitu saja.
"Tadi gue bangun in, malah gak dianggap. Yaudah gue tinggalin aja,"
Eva menyuapkan sandwich tuna ke mulutnya, Misha menatap Eva jengah. Apa yang difikirkan Eva hanyalah makanan?
"Seharusnya lu maksa gue, kan lu tau sendiri kalo gak dipaksa gue gabakal bangun," Misha menggerutu karena masih tak terima.
"Yaudah sih, kalo nanti gitu lagi. Gue siram sekalian," ujar Eva.
Misha menghela nafas panjang dan memesan makanan, jika dia terus saja menanyakan hal ini maka permasalahannya tak akan berakhir.
"Tumben gak mesen Yoghurt anggur?" celetuk Eva ketika melihat kakaknya tidak memesan minuman kesukaan nya..
"Males minum yang asem asem,"njawab Misha seadanya.
Saat tengah asik makan, mereka dikejutkan oleh kedatangan 20 pria berseragam hitam. Keduanya tersedak setelah mendengar salam dari mereka.
"Kalian!" pekik Eva tertahan.
"Kaget ih," gerutu Misha mengelus dada.
"M-maafkan kami Miss," seru mereka ketakutan.
Eva maupun Misha menghela nafas, mereka berdua lirik-lirik an. tentu saja itu bukan semata saling lirik, tatapan mereka mengandung 'Kita selesaikan pertengkaran kita nanti!'
"Ayo berangkat,"
Misha segera berdiri setelah menyeruput habis minumannya, tak lama Eva menyusul Misha dan keduanya melangkah di ikuti dua puluh pria.
"Apa kita langsung ke tempat Misi di berikan?"
tanya Misha saat memasuki mobil.
"Ya, benar Miss. Kita akan langsung ke kota Helsinki," Richard menjawab tegas.
Misha mengangguk faham, dia memejamkan matanya sebentar untuk beristirahat. Perutnya penuh setelah banyak makan tadi. Mereka tak langsung menjalankan Misi, semuanya pergi ke penginapan dan akan menjalankan Misi, pada malam hari.
*Jam 23:30 malam~
"Semuanya sudah siap?"
Pertanyaan itu terlontar dari Misha yang mengenakan jaket berwarna emas dengan seragam serba hitam, di sampingnya Eva mengenakan jaket berwarna hitam dengan seragam serba merah.
"Sudah Miss!"
Dua puluh pria termasuk Lucas dan Richard menjawab dengan tegas, banyak senjata kini memenuhi diri mereka.
"Kalau begitu mari kita mulai Misi menguasai dunia malam di Finlandia," ucap Eva, semuanya mengangguk.
Mereka semua berangkat menggunakan mobil menuju sebuah tempat di Helsinki, begitu sampai mereka di sambut hujan amunisi dari musuh.
Semuanya langsung keluar dari mobil pun di buat berpencar, mobil mereka meledak tepat setelah berhasil bersembunyi dibalik bangunan.
Menggunakan isyarat tangan Eva memberi aba-aba untuk anak buahnya yang berada di seberang. Sebelum anak buahnya mengangguk, sebuah ledakan membuat semuanya tersentak.
Semua mata langsung tertuju pada Misha yang tampak tidak memiliki masalah, di sini Misha terlihat seperti anak remaja yang linglung. Padahal barusan dia melempar granat ke arah musuh.
"Kenapa?" tanya Misha polos.
"Tidak kak, tidak," jawab Eva tersenyum masam.
Misha mengangguk faham, ia merogoh kantong jaketnya dan mengambil sebuah permen karet dari sana.
"Mau?" tawar Misha pada Eva.
"Gak," singkat Eva kesal.
"Yaudah sih, gue aja," ujar Misha acuh dan memakan permen karetnya.
"Isyaratkan anak buahmu menunduk, musuh akan menggunakan 'NLAW' Eva,"
Misha berkata sambil menyiapkan samurainya, Eva mengangguk dan memberitahu anak buahnya. Tepat setelah anak buah Eva menunduk, separuh gedung tempat mereka bersembunyi hancur.
"Bushet, senjata apaan tuh man?" gumam Eva melongo.
"Senjata gila yang bahkan bisa membuat tank hancur dengan mudah, seperti meremas roti,"
jawab Misha tersenyum kesal.
"Apa lo, gak bisa bikin yang kek gitu kak?"
tanya Eva.
"Haah, nanti deh.. Kalo kita udah rebut kekuasaan mereka, maka 'NLAW' bisa gue pelajari,"
Misha menghela nafas lelah dan menatap kedepan dengan pandangan nanar, ia sangat sedih karena tak tau komponen apa saja yang ada di senjata 'NLAW' ini.
Kringg..
Telfon Misha berbunyi, membuat semua perhatian tertuju padanya. Misha nyengir dan melambaikan tangannya.
"Kalian jalankan Misi dulu, aku mau angkat teleponnya,"
Setelah mengatakan kalimat itu, Misha beranjak menjauh. Eva hanya bisa menghela nafas dan seger memimpin ke dua puluh pria.
"Ya, ada apa?" tanya Misha to the point, dengan pelan ia meletakkan kembali samurai nya di pinggang.
"Kau dimana?" tanya orang diseberang balik.
"Ada urusan di luar," jawab Misha seadanya.
"Kenapa tadi tidak sekolah?" tanya orang diseberang menuntut.
"Haaah, apa apaan ini? Kau mengintrogasi ku? Tidak salah kah?" heran Misha.
"Aku ini pacarmu Deera, seharusnya kamu memberi kabar, bukannya hilang seharian,"
gerutu orang diseberang.
"Mon maaf nih Dean, emang kita pacaran yah? Kemarin gue lihat lu kencan sama Caroline di Star*ucks deh,"
"..."
Ya, yang menelfon Misha adalah Ryan. di seberang Ryan langsung terdiam setelah mendengar celetukan Misha.
"Bukan Deera, aku gak kencan sama dia," tepis Ryan.
"Tapi kok gue melihat lo bahagia sama dia?"
heran Misha.
"Tidak! Aku bahagia jika bersama dengan mu!"
tolak Ryan.
"Yah, aku tak akan bisa memahami pria,"
cetus Misha.
"Aku janji, akan menolak bila Caroline mengajakku pergi!" sumpah Ryan serius.
"Hmm"
Malas menanggapi Misha hanya berdehem pelan, ia menatap langit malam yang tidak ada bintang satu pun.
"Tolong maafkan aku Deera, nanti setelah kamu kembali kita jalan ya," mohon Ryan, membujuk Misha.
"Baiklah, kali ini ku maafkan. Jika nanti terulang kembali, aku tak akan mengakui hubungan ini," kecam Misha.
"Baik! Teri--"
Duaarrr..
Brukk..
"Deera?! Suara apa itu?!" seru Ryan panik, ketika mendengar ledakan.
"A-ahh, aku tengah menonton bioskop Action,"
jawab Misha ngawur.
"Sudah dulu yah, Eva mengomel karena aku asik telfonan. Bye!"
Misha segera memutus telfon dan menghela nafas, ia menutup wajahnya yang tampak berdarah menggunakan lengan.
"Kak! Kau baik?!" seru Eva berlari mendekati Misha yang terbaring di tanah.
"Apa yang sebenarnya terjadi saat aku menelfon?" tanya Misha menggerutu.
"Ah, Lucas tak sengaja menginjak 'NLAW' dan membuatnya aktif saat sudah mengalahkan musuh," ringis Eva.
"Haaah, sudah selesai kan? Ayo pergi," ajak Misha diangguki Eva.
Misha di bantu oleh Richard, mereka semua pergi menuju penginapan untuk beristirahat sejenak. Sebelum besok harinya mereka merapikan pekerjaan.
***
Skuy para readers, tambahkan cerita Misha ke Collection kalian supaya dapet notif pas update!