webnovel

Melarikan diri

Jenna mengerjapkan mata, lagi-lagi perempuan itu terbangun di ruangan asing hanya saja kali ini ruangan yang di temuinya memiliki satu warna, putih. Perempuan itu meringis begitu merasakan satu sengatan samar di punggung tangan sebelah kanannya yang ternyata di tempeli selang infus.

“Rumah sakit.” Gumamnya kepada diri sendiri, matanya berkeliling memperhatikan ruang perawatanya yang sepi.

“Kesempatan.” Desis Jenna dengan semangat begitu melihat sebuah jendela besar di samping ranjangnya, perempuan itu tidak tahu sekarang sudah pukul berapa tapi gelapnya langit malam membuat dada Jenna bergemuruh dengan semangat.

“Aw!” Desisnya ketika menarik paksa jarum yang tertanam di punggung tangannya, Jenna tidak ingin membuang waktu. Karena itu, meski kepalanya masih terasa berputar perempuan itu tetap melangkah membuka jendela dan memperhatikan garis-garis tepi di dinding rumah sakit yang bisa ia pijak.

***

“Hamil?!” tanya Rama dengan tidak percaya.

“Coba dokter pastikan lagi, mungkin ada yang salah dengan hasil pemeriksaannya.” Jika saja berita ini muncul sebelum hubungannya dan Jenna memburuk, Rama tidak akan menyuruh dokter untuk memeriksa ulang hasil pemeriksaan Jenna. Sayangnya, ia dan Jenna sedang tidak baik-baik saja sekarang. Kehamilan hanya akan membuat semuanya menjadi jauh lebih rumit.

“Ini sudah di pastikan pak, berdasarkan tes darahnya usia janin baru tiga minggu. Masih sangat muda.”

“Tiga minggu.”Gumam Rama, tiba-tiba saja kepalanya memutar berbagai percintaan panas yang belakangan ini ia lakukan bersama Jenna.

“A..apa dia baik-baik aja?”

“Baik, si janin baik hanya saja ibunya butuh banyak perhatian. Stress berat enggak baik untuk ibu hamil, kelelahan juga. kalau ini di biarin bukan enggak mungkin kesehatan ibu dan bayinya akan jadi terancam.” Penjelasan dokter membuat Rama termenung lama, laki-laki itu kembali mengingat tubuh Jenna yang tiba-tiba saja meluruh tidak sadarkan diri karena amarahnya beberapa jam yang lalu.

“Saya sarankan ibu Jenna di rawat intensif beberapa hari ini, kami akan coba menurunkan setres dan juga memperbaiki gizi ibu Jenna yang sepertinya tidak terlalu baik. Berat badan si ibu terlalu rendah untuk ukuran ibu hamil tiga minggu.” Rama menganggukan kepala.

“Lakukan yang terbaik dok.”

“Tentu, kami akan melakukan yang terbaik. Ngomong-ngomong, selamat ya pak untuk kehamilan anak pertamanya.” Ucap si dokter ramah sembari mengulurkan tangan, ragu-ragu Rama menyambut uluran tangan tersebut.

“Para ayah baru memang selalu begitu, kebingungan menanggapi kehamilan para istri ahahaha. Apa lagi kalau anak pertama, tenang ya pak ibu Jenna dan bayi akan baik-baik aja selama ada di dalam pengawasan kami.”

Sayangnya begitu kembali ke kamar perawatan Rama harus kembali menahan amarah, kamar tersebut kosong ranjangnya terkena sedikit noda darah yang bisa Rama perkiran berasal dari punggung tangan Jenna yang tepasang infus.

“Maaf tuan kami-“

“Cari.” Desis Rama.

“Cari Jenna sampai ketemu, gimanapun caranya saya enggak peduli.” Rama menarik kerah salah satu penjaga.

“Ah, dan siapin hukuman untuk orang-orang tolol yang bertugas menjaga kamar ini.”

“Baik, tuan.”

Wajah Rama mengeras, laki-laki itu begitu saja melangkah cepat keluar dari rumah sakit. Yang ada di pikirannya cuma satu, menemui Bima dan memastikan kembarannya itu tidak lagi berulah dengan menyembunyikan Jenna lagi.