webnovel

Tujuh

Vellas City, 08 Agasal 2201

15.29 ZTC

"Silahkan sampaikan hasil penyelidikan kalian"

Suara seorang wanita memecah suasana dalam ruang rapat sederhana yang berisi 5 orang tersebut.

"Baik, kapten O'Connor, aku sudah membongkar semua ponsel korban dan tak menemukan pesan atau sesuatu yang mencurigakan hanya ada beberapa pesan ancaman dari penagih hutang atau pesan tak senonoh dari mantan pacar para korban dan sisanya tak begitu penting, tak berhubungan secara langsung dengan korban, hanya pesan spam promo dan undian berhadiah." Noel Lee mengawali laporan penyelidikannya.

"Penagih hutang dan mantan korban, sudah kesemuanya dimintai keterangan? Apa ada yang mencurigakan?"

"Mereka sudah dimintai keterangan Connor, mereka punya alibi masing-masing dan sudah dibuktikan"

"Tetap awasi mereka, jika melakukan hal yang mencurigakan segera giring ke kantor." balas Mel menanggapi laporan Noel.

"Baik kapten."

"Bagaimana dengan GPS nya? Apa ada hasil?" Mel mengalihkan pandangannya pada Ryan.

"Ya, korban pertama dan kedua sama-sama pernah pergi ke satu klub malam namun di waktu berbeda dan masih dalam waktu dekat ini, asumsiku bisa jadi mereka mengenal orang yang sama dari klub itu karena data GPS di ponsel mereka menunjukkan mereka lebih sering pergi ke klub tersebut, dibandingakan klub lain."

Ryan mulai dengan gilirannya yang mendapat tugas menelusuri tempat-tempat yang di datangi para korban berdasarkan rekaman GPS ponsel mereka.

"Sudah kau pastikan siapa orang yang mereka kenal di klub?"

"Ya, namanya Sebastian Sena. Dia adalah bartender sekaligus seorang mucikari ... malam ini aku dan Tony akan kesana untuk menyelidiki orang itu."

Mel mengangguk-angguk paham. "Oke, Bagaimana dengan korban ke-3?"

"GPS ponselnya tak berfungsi, nampaknya dia mematikan setting lokasi pada ponselnya. Untuk korban ke-3 kita harus cari cara lain melacak pergerakannya."

"Bagaimana identitasnya? Sudah di pastikan pada keluarganya? Kerabat?"

"Aku sudah menemui kerabatnya, mereka mengatakan kalau korban ke-3 kita ini adalah seorang mahasiswi tingkat akhir yang sedang berjuang menyelesaikan studinya." Dany dengan sigap menjawab pertanyaan Kaptennya itu.

"Mahasiswi?"

"Yup! Ini profil nya yang berhasil kudapatkan Connor."

Dany menyerahkan sebuah berkas yang terbungkus map berwarna Maroon.

Mel membaca dengan seksama hasil kerja keras anggotanya tersebut, membolak-balik halaman dalam berkas itu, membaca berulang agar tak ada yang terlewat dan juga agar menempel kuat di kepalanya.

"Yang ini sedikit berbeda di banding 2 korban sebelumnya. Artinya pelaku tidak hanya mentargetkan wanita-wanita malam untuk menjadi mangsanya. Segera lakukan perubahan pada profil pelaku agar bisa kita informasikan pada petugas polisi dilapangan, dan juga kita harus cepat menemukan motif dari si pelaku agar bisa mendeteksi pergerakannya."

"Baik Kapten!" jawab ke-4 anggotanya bersamaan.

"Satu lagi, aku berhasil mendapat keterangan tambahan dari keluarga korban pertama kita, ada 3 orang laki-laki yang ada di dalam lingkaran pertemanan nya, kita bisa mulai dengan mengorek informasi lebih dari mereka.

"Dany dan Noel pergilah ke Distrik barat Balheim besok dan temui orang bernama Juan Rivero, ia adalah mantan kekasih dari Naomi Andersen dan belum lama ini mereka masih beberapa kali bertemu. Tapi saat ini ia sedang menjalin hubungan dengan kakak Naomi dan kemungkinan kalian akan kesulitan mendapat informasi darinya."

"Baik Kapten!" Dany dan Noel mengangguk mantap.

"Ryan dan Tony, kalian malam ini akan ke klub itu?"

"Ya Connor."

"Baiklah, kalau begitu hati-hati. Jangan mencolok, dan sebaiknya lakukan penyamaran. Aku yang akan menemui 2 orang teman laki-laki korban yang lain."

"Siap Kapten!"

"Baiklah, untuk saat ini sampai sini saja. Laporkan apapun yang berhasil kalian dapat."

"Baik!" jawab 4 orang laki-laki dalam ruangan tersebut secara serentak. Lalu membubarkan diri mereka untuk segera mulai kembali melakukan pekerjaannya.

Mel keluar dari ruang rapat kemudian berjalan menuju ruangannya sendiri, setelah menemui Paula tadi ia belum istirahat dan langsung mengadakan rapat dengan para anggotanya untuk menentukan langkah yang akan mereka ambil selanjutnya.

Drrrttt....Ddrrrttt...Ddrrttt....

Sebuah panggilan mendarat di ponselnya, tertera nama dari Kepala Departemen Kejahatan Khusus di layar alat komunikasi miliknya. Dan ia sudah yakin laki-laki tambun itu hanya akan mengomel.

"Selamat sore pak! saya Melva O'Connor," Mel mengangkat telepon dari atasannya tersebut sambil mendorong pintu kaca ruangannya untuk masuk.

"Kapten O'Connor! Bagaimana kelanjutan kasus pembunuhan yang sedang kau tangani? Apa sudah ada perkembangan?"

"Ya pak, sudah ada sedikit celah yang bisa kita telusuri lebih lanjut, jika tim ku sudah menemukan petunjuk pastinya, saya akan melaporkan pada anda segera pak."

"Ya ... ya ... lakukan dengan benar dan jangan memepermalukan ku kalau kau tidak ingin kehilangan posisi mu yang bagus itu di struktur kepolisian."

"Baik pak! Saya mengerti."

Tuut...tuut..ttuut...

Telepon diputus sepihak oleh atasannya, Mel membuang nafas berat, ia mengurut pelipisnya. Ia jengah dengan ancaman soal posisinya itu, baginya yang terpenting sekarang adalah bagaimana cara menangkap pelaku dan bukan saatnya mengkhawatirkan posisinya. Jika memang dia harus dipindahkan, ia siap asalkan ia bisa menyelesaikan kasus yang dibebankan padanya. Apapun itu.

--o0o--

Soundwave Club

01.12 ZTC (dini hari)

Dua orang pria nampak mendekati pintu masuk klub malam itu dengan setelan rapi dan penampilan membaur selayaknya orang yang pergi ke klub tanpa terlihat mencolok, tubuh yang tegap dan kekar serta wajah nakal membuat mereka mudah untuk masuk ke dalam klub tanpa di curigai.

Ya, dua orang itu adalah Ryan dan Tony yang sedang menjalankan misinya untuk menyelidiki seorang bartender di klub ini.

Klub sudah sangat ramai pada jam ini, orang-orang memenuhi lantai dansa yang gelap dengan kelap-kelip lampu warna yang bertebaran seolah mengikuti irama musik yang berdebum mengguncang jantung saking kerasnya.

Dua orang pria itu perlahan berjalan ke arah sebuah bar di sisi barat ruangan remang dengan kilatan lampu yang bergantian menyala, membelah desakan orang-orang yang sedang menggoyangkan badan mereka seolah tak ada lagi hari esok untuk bersenang-senang.

Nampak seorang lelaki tinggi dengan ukuran badan sedang, dan mempunyai berewok tipis di sekitar bawah wajahnya, rambutnya gondrong sebahu dan ia ikat sebagian di bagian atasnya menyisakan sedikit rambut yang mengulur di tengkuknya. Laki-laki itu sedang sibuk meracik kocktail untuk beberapa tamu yang duduk di bar itu seraya tampak berbincang santai dengan tamu-tamunya.

Ryan memberi kode pada Tony dengan mengerdikkan kepalanya ke arah bartender disana, Tony segera paham dan tetap berjalan santai menuju bar bersama Ryan di belakangnya.

"Hei man, Berikan aku Vodka" Tony mengawali pembicaraan mereka.

Sebastian tampak tersenyum."Tentu kawan, pilihan yang bagus," ujarnya dan segera membuatkan minuman itu.

"Berikan wiski untukku juga, Buddy" Ryan ikut berbaur.

"Ya, tentu." Sebastian menuangkan wiski milik Ryan pada sloki di meja panjang itu.

"Aku belum pernah melihat kalian sebelumnya," Sebastian mulai menaruh perhatian pada mereka berdua. Sebastian tertarik melihat dua orang pria di hadapannya ini, mereka punya penampilan oke dan tubuh yang bagus, serta wajah yang juga tampan. Sebuah kombinasi pas sebagai orang yang bisa menyenangkan gadis-gadisnya.

Sebastian tak hanya menjual gadis pada pria hidung belang, tapi juga pria untuk menemani para wanita kesepian yang sudah seringkali memakai jasanya.

"Ya, kami baru kali ini kemari. Ku dengar banyak wanita Hot disini, dan kami sedang butuh mereka sekarang." Tony mulai memancing dengan gelagat yang sengaja tampak santai seperti tengah menikmati waktunya di klub ini.

"Yap! hari ini sangat payah! Aku benar-benar ingin bersenang-senang sekarang!" Ryan menimpali.

Sebastian kembali tersenyum, "Apa yang terjadi, Dude? bukan hal yang bisa membuat dunia berakhir kan? Rileks lah dan sekarang saat yang tepat untuk bersenang-senang." Katanya menanggapi keluh palsu Ryan.

"Yeah Man! Aku akan bersenang-senang..."

Ting

Tony dan Ryan mengadu pelan gelas mereka, Cheers kemudian minum minuman mereka secara bersamaan. Sebastian terkekeh lalu sedikit mencondongkan tubuhnya pada dua orang pria di depannya sembari mengatakan sesuatu dengan suara tertahan yang tetap bisa didengar meskipun hingar-bingar menyelimuti mereka.

"Hei, aku kenal beberapa wanita cantik disini yang akan dengan senang hati menemani waktu kalian malam ini. Apa kalian mau aku kenalkan pada mereka?" Tawarnya.

Ryan dan Tony saling berpandangan sebentar lalu membuang mata pada Sebastian kembali. "Kau bisa jamin kalau mereka benar-benar hot dan bisa memuaskan?" Tony seolah sedikit jual mahal.

"Pasti, mereka yang terbaik!" ujar Sebastian dengan senyum meyakinkan.

"Baiklah, mari buktikan. Ayo kita lihat bagaimana wanitamu," Ryan menutup adegan mereka dengan baik.

Sebastian menuntun mereka ke lantai 2 dimana ruangan VIP maupun VVIP berada. bilik-bilik yang berjajaran dan kedap suara benar-benar di desain sebaik dan se-mewah mungkin untuk mendukung kenyamanan berbuat maksiat di dalam.

Ryan sudah meminta di beri sebuah bilik kosong pada Sebastian sebelumnya, dengan alasan kenyamanan, karena biasanya akan ada beberapa perempuan malam yang sudah menunggu di dalam bilik-bilik itu. Jadi kini Pria itu sedang menuntun mereka pada bilik yang kosong, karena permintaan dari calon tamunya.

Mereka memasuki sebuah ruangan yang berada di bagian paling ujung lorong lantai atas itu. Sebastian membuka kuncinya lalu masuk lebih dulu disusul oleh Ryan dan Tony di belakangnya.

"Ini dia! Ruangan yang cukup nyaman dan lumayan luas untuk kalian berdua bersenang-senang." ujar Sebastian bangga.

BRAK!!

"Hei! Apa yang kalian lakukan bangsat?! lepaskan aku sialan!? Fu*k!! siapa kalian?!" Sebastian meracau dan memaki sebab Tony sudah melumpuhkannya, mencengkram lengannya ke belakang dan mendorongnya menabrak pada dinding, Tony yang berbadan besar dan otot yang tak main-main mendorong Sebastian ke dinding hingga wajah dan tubuhnya menempel pada dinding lalu menahannya.

Ryan segera mengunci pintu ruangan agar tak ada orang yang akan mengganggu pekerjaan mereka, ia lalu mulai mendekat pada Sebastian dan mengintrogasinya.

"Hei, Buddy! Kau pasti tau 2 orang perempuan ini kan?" Ryan menunjukkan 2 buah foto korban pembunuhan di depan wajah Sebastian agar dia bisa melihatnya dengan jelas karena ruangan ini juga remang pencahayaan.

"Aku tidak kenal!" sergah Sebastian.

"Apa kau yakin? Hei Germo! kau ingin kami membuka mulutmu dengan paksa?!" Tony ikut bersuara ditengah upaya menahan tubuh Sebastian yang terus memberontak minta di lepaskan.

"Kalian ini siapa, Sialan?!" Sebastian berteriak memaki, ia tak jua paham bahwa dua orang ini adalah polisi. Ryan menunjukkan lencananya, pria itu terkesiap.

"Sekarang katakan yang kau tau mengenai 2 orang wanita ini, jangan berkilah karena mereka juga wanitamu kan?!"

Ryan mengeraskan ucapannya.

"Oke ... oke ... baiklah, aku akan bicara. Ya, aku kenal mereka berdua tapi mereka itu stok lama, jarang ada tamu yang mau memakai jasa mereka lagi. Jadi aku tak lagi mencarikan pelanggan untuk mereka dan mereka juga sudah lama tak datang mencariku. Lalu tiba-tiba muncul wajah mereka di televisi sebagai korban pembunuhan. Demi Tuhan aku tidak tahu menahu."

"Jangan bohong!" Ryan menampar wajah pria itu menggunakan foto korban yang di pegangnya.

"Catatan GPS ponsel mereka mencatat mereka datang kesini dua minggu terakhir sebelum ditemukan tewas." Sambung Ryan.

"Shit! Ya, baiklah. Mereka memang datang belum lama ini dan meminta dicarikan pelanggan padaku, tapi hanya itu, aku tak tau kemudian mereka kemana dan apa yang terjadi pada mereka!"

"Siapa pelanggan terakhir mereka yang kau tau?"

"Aku tak ingat!"

BAM!

Tony sedikit menarik tubuh pria itu lalu membenturkannya ke dinding dan menahannya lagi.

"Aakkhh!!"

"Tak mau bicara?" Ryan mendesaknya.

"Baiklah! pelanggan terakhir Naomi adalah Roy Bishop, karyawan toko perkakas yang aku ingat karena ia minta wanita dengan bayaran murah."

"Lalu Rebecca?"

"Akh! seingatku terakhir aku melihatnya bersama seseorang yang aku juga tak tau namanya, lelaki itu kira-kira berusia 42 tahunan cukup tinggi dan berpenampilan rapi."

Ryan menaikkan sebelah alisnya, informasi ini takkan cukup. "Jelaskan lebih rinci lagi mengenai orang ini," ujarnya.

"Laki-laki itu punya warna mata hitam pekat, dan alis mata tebal, aku ingat karena tatapannya yang dingin. ia mengenakan setelan rapi dan tak banyak bicara, tingginya kira-kira setinggi kau (Ryan) dan ada tahi lalat di pelipis kirinya. Hanya itu yang ku tau, sekarang lepaskan aku!"

Ryan menatap Tony yang juga melakukan hal yang sama padanya, setelah itu Ryan mengangguk samar. Tony mengendurkan cengkramannya, melepaskan Sebastian dari dinding yang membuat tulang pipinya sakit.

CEKREK!

Baru saja terbebas dari cengkraman, Sebastian yang sedang mengurut pergelangan tangannya, tiba-tiba harus merasakan ancaman lagi karena moncong laras dari senjata Tony sudah berada di pinggang belakangnya membuat ia seketika mematung.

"Jangan membuat kegaduhan atau memanggil sekuriti sampai kami keluar dari sini kalau kau mau perutmu tetap utuh." Ancam Tony seraya sedikit menekan senjatanya di tubuh pria itu.

Pria itu seketika bergidik ngeri dan hanya bisa mengangguk pasrah digiring oleh dua orang polisi yang menjadikannya tameng untuk keluar dari klub agar para sekuriti yang jumlahnya puluhan orang disana tak curiga.

--o0o--

Chương tiếp theo