webnovel

Bingung Di Sekolah Sendiri

"Si-sion ... tunggu," lirih Putri Azaela, dengan nafas yang memburu.

Gadis yang masih berusia tujuh belas tahun tersebut, akhirnya sampai pada tempat tujuan, yang bernama sekolah. Walau dia belum tahu dengan pasti ada apa dan apa yang akan terjadi di dalam bangunan gedung yang cukup besar tersebut. Jeruji besi yang mengelilingi bangunan tersebut, terlihat menambah kesan sedikit menyeramkan. Seakan-akan itu adalah tempat tawanan, yang mana dari mereka tidak akan ada yang bisa keluar dari tempat tersebut.

Dengan nafas yang terengah-engah, disertai banyaknya gucuran yang keringat yang sebesar biji jagung. Cairan tersebut terlihat membasahi hampir seluruh wajah dan tubuhnya. Menopang berat tubuhnya pada kedua tangan, yang bertumpu pada kedua lutut kaki. Hal itu membuat Jessie atau Putri Azaela tersebut, sehingga terlihat membungkukkan sebagai tinggi badannya sendiri.

Anak laki-laki yang dipanggil Sion, yang tidak lain adalah adik dari Jessie itu segera membalikkan tubuhnya. Melihat ke arah sang kakak, dengan kepala yang sedikit dimiringkan. Menggaruk kepala untuk beberapa kali, karena merasa heran melihat Jessie yang terlihat berada di dalam kepayahan yang amat sangat tersebut.

Mungkin bisa dimaklumi jika perjalanan yang mereka tempuh barusan, di lalui oleh orang yang baru pertama kali berjalan dengan jarak sejauh itu. Mereka pasti akan merasa kelelahan, sama halnya seperti keadaan yang sedang melanda Jessie sekarang.

Akan tetapi, Sion berpikir jika kakaknya itu seharusnya tidak merasakan hal yang sama. Karena mereka sudah menempuh jarak itu setiap hari selama bertahun-tahun. Dan biasanya Jessie adalah orang yang paling tidak pernah mengenal rasa lelah sedikitpun juga.

"Apa kakak lelah?" tanya Sion yang sudah berada di hadapan Jessie.

"Tentu saja, Sion. Bagaimana mungkin kalian menempuh jarak sejauh ini hanya dengan berjalan kaki saja?" tanyanya kembali bergumam seraya mengatur nafasnya sendiri.

Mendengar kata kalian yang keluar dari bibir sang kakak, Sion langsung mengernyit ke keningnya sendiri.

"Kalian? Bukankah seharusnya kita?" Sion balik bertanya.

Kali ini giliran Putri Azaela yang tertegun. Terlihat sedikit kegugupan melanda, karena dia baru saja salah di dalam mengucapkan satu perkataan. Beruntung pada saat yang sama, bel tanda masuk berbunyi. Jadi, perhatian Sion sedikit terbagi, karena mendengar bunyi yang menandakan jika jam pelajaran akan segera di mulai.

Sekolah tersebut terletak pada area yang sangat besar, karena terdapat banyak bangunan besar yang terbagi menjadi tiga blok. Ketiga blok tersebut adalah blok junior yang setara dengan tingkat SD, blok semi senior yakni sama halnya atau setingkat dengan SMP, dan yang terakhir adalah Senior, yakni setingkat dengan SMU pada umumnya.

Semua blok tersebut berkumpul di dalam area yang sama, sehingga bisa di bayangkan bagaimana luas tanah yang diperlukan. Dan hal itulah yang menjadi Smart High School tersebut, menjadi salah satu sekolah besar bertaraf internasional, yang kelengkapan yang tidak perlu di pertanyaan lagi.

Setiap tingkat terbagi menjadi dua kasta atau kelompok. Yaitu kasta satu, terdiri dari anak yang berasal dari keluarga kaya raya, karena tanpa segan mampu mendonasikan banyak uang mereka untuk sekolah tersebut. Dan kasta dua, yaitu anak atau pelajaran yang bersekolah di sana dengan bantuan beasiswa yang pastinya harus memiliki otak yang cemerlang.

Meskipun, pihak sekolah sudah memberikan keterangan jika tidak akan pernah ada ketimpangan sosial antara dua kasta tersebut. Akan tetapi, kenyataannya tetap saja tidak seperti demikian.

Sekolah yang terlihat sempurna itu di mata setiap orang tersebut, tentu saja pada kenyataannya tidak selamanya menggambarkan kesempurnaan tersebut. Apalagi bagi pelajar yang yang menopangkan biaya pendidikan mereka, hanya dari beasiswa dan tidak memiliki gerak bebas, ketika kasta satu telah bertindak.

Beruntung gadis yang bernama Jessie tersebut bisa masuk pada kasta dua kelas akhir. Namun hal itu bukan karena otaknya yang kinclong akan pelajaran, akan tetapi prestasi yang dia raih lewat ekskul unggulan, yakni karate. Oleh karena alasan itulah, gadis itu selalu dipertahankan pada sekolah tersebut, yang terbagi menjadi banyak ekskul yang semuanya memberikan prestasi masing-masing yang sangat membanggakan.

"Kak, aku harus segera sampai ke kelas. Sampai jumpa lagi! Dahh!" teriak Sion sambil berlari tanpa memperdulikan lagi wajah sang kakak yang terlihat gugup.

"Si-sion," lirihnya tergagap.

Melihat dari kejauhan anak tersebut yang mulai menghilang dari rimbunnya pepohonan yang berada di taman sekolah tersebut.

Bak seseorang yang datang ke sekolah ketika untuk pertama kalinya. Perasaan gugup dan sedikit cemas, jika melakukan satu kesalahan yang dapat menghimpun perhatian orang lain. Mungkin inilah perasaan yang sedang melanda di dalam benak Para Azaela.

Di saat setiap orang saling mempercepat langkah, atau mungkin juga terlihat sedang berlari. Putri Azaela melakukan hal yang sebaliknya. Dia berjalan perlahan memasukinya pagar besi yang menjulang tinggi tersebut, sambil mengedarkan pandangan pada setiap sudut yang dia lalui.

"Apa yang harus aku lakukan? Sion. Kamu di mana?" tanya Putri Azaela bergumam dengan dengan perasaan yang sedikit gugup.

Akan tetapi, dia berusaha agar tetap tenang jika berada di situasi apapun, bahkan genting yang terjadi saat ini. Dia pun memberanikan diri untuk bertanya pada gadis yang memakai baju seragam yang sama persis dengan yang sedang dia pakai sekarang.

"Permisi ... apa aku boleh bertanya pada kalian?" tanya Putri Azaela dengan nada yang sangat sopan.

Dua gadis yang sejak tadi membelakangi Putri Azaela pun, segera membaliknya tubuhnya untuk mengetahui siapa yang sedang berbicara dengan mereka.

Kedua pasang mata gadis itu sedikit melebar, di Sergai dengan rahang yang sedikit terbuka. Dengan wajah yang terlihat gugup, muncul beberapa langkah untuk sedikit menjauh dari tempat Putri Azaela sekarang berdiri.

Melihat reaksi tersebut tentu saja Putri Azaela sedikit kaget bercampur rasa bingung. Dia merasa jika nada bicara yang dia keluarkan sudah sangat halus. Akan tetapi apa yang membuat kedua gadis itu menjadi sangat cemas ketika melihat dirinya.

Putri Azaela mengira jika kedua gadis itu melihat sesuatu yang menyeramkan, yang berada di belakang dirinya. Putri Azaela pun membalikkan badannya sendiri, akan tetapi tidak ada siapapun atau hal yang yang menyeramkan apapun terlihat di sana.

"Je-Jessie. Bukankah kami sudah minta maaf kepadamu?" tanya salah satu dari gadis tersebut yang memiliki rambut panjang sebahu.

"Apa? Minta maaf? Kalian minta maaf padaku?" tanya Putri Azaela melebarkan mata sambil menunjuk ke arah sendiri dengan menggunakan jari telunjuk.

Sontak saja kedua gadis itu semakin memancarkan aura ketakutan pada Jessie, yang sebenarnya adalah Putri Azaela.

"I-iya, Jessie. Kami tidak akan mengulangi hal itu lagi. Maafkan kami!" seru gadis satunya sambil menyatukan kedua tangannya, seperti memohon sebuah pengampunan pada Putri Azaela.

'Siapa sebenarnya gadis yang memiliki raga ini?' gumam Putri Azaela di dalam hati.

Bersambung ....