webnovel

KENCAN?

'Druak!'

Seperti biasa Peter melempar tasnya gitu aja ke meja. Menciptakan gempa bumi lokal beberapa detik di meja gue.

"Lempar aja lempar! Skalian kursinya ga mau sekalian juga dilempar ke meja? Biar cacat mejanya, trus masuk rumah sakit!" sindir gue, tajam.

Pete menatap gue datar. Beberapa detik kemudian dia tersenyum songong.

"Lu mau gua lempar juga, kaga? Lempar ke tong sampah gimana?" tanya dia super menjengkelkan.

Gue menatap Peter tajam selama beberapa detik.

"Apa?" tanya Peter sok polos. Seakan dia itu manusia paling suci di bumi.

Gue mengepalkan tangan kesal. Namun tiba-tiba gue keinget kejadian kemarin. Kayanya ini bakal buat dia kicep. HAHA, MAMPUS LO!

"Pete," panggil gue.

Pete cuman menaikkan sebelah alisnya.

"Kemaren lo nangis, kan?" tuduh gue to the point. Tentunya sambil memberikan senyum picik.

Bukannya jawaban yang gue dapet. Justru Si Pete sengah itu balik nuduh gue.

"Sotoy dari mana lu?" tuduh Pete sambil menaikkan salah satu alisnya.

Gue berdecak kesal. Lah, lah, niatnya kan gue yang mau buat Peter kesel. Kok, sekarang malah gue yang gondok sendiri, yak?

Gue melipat tangan di depan dada. Kebayang, ga tuh, gimana songongnya gaya gue yang badannya super mini ini lawan Peter yang super tinggi.

"Gue gak sotoy, sih. Emang lo kemaren abis nangis, tuh. Yakan yakan yakan??" tuduh gue masih berpegang teguh dengan apa yang gue lihat kemarin.

Si sayuran Pete itu malah tersenyum dengan sengahnya sambil geleng-geleng.

"Udeh, mending lu diem. Pendek ae belagu."

Mata gue membulat sempurna. Ga terima. Lah, pendek sama belagu emang apa hubungannya, yak?

Dasar hooman aneh!

Gue berdecak kesal lalu membuang muka. Males ladenin dia. Gue selalu aja kalah kalau debat sama dia. Nyebelin!

"Oi Cabe," panggil Peter.

"Iya."

Peter tersenyum penuh arti ke gue. "Besok temenin gua jalan, yuk?"

"Hah?"

Mulut gue langsung menganga. Barusan Pete ngajakin gue jalan? Dia cuman ngajakkin gue jalan, tapi kok sekarang jantung gue malah berdebar kaya gini, ya? Kayanya ada yang salah, nih, sama sistem jantung gue.

"Hah-hoh-hah-hoh. Besok temenin gua jalan," kata dia mulai agak nge gas. Kebiasaan dasar.

Gue memicingkan mata. "Atas dasar apa lo ngajakin gue jalan?"

Pete justru tersenyum songong.

"Emangnya Cabe ga mau jalan sama Peter yang super ganteng ini?" kata Pete buat perut gue langsung mual. Ganteng mata mu!

"Sama siapa aja?" tanya gue.

Peter tersenyum penuh arti. "Berdua aja."

Pete lalu menaik turun kan alisnya. "Gimana?"

Deg.

Be-berdua? Kalo berdua, cowok sama cewek, itu kencan dong?

Si Pete saudaranya Jengkol itu ngajakin gue kencan? Kalau ga salah, bahasa Inggris nya itu nge-date?

"Lo-lo ngajakin gue kencan?"

AISHH!! DASAR MULUT JAHANAMM! Tangan gue otomatis langsung menutup bibir sialan gue. Kenapa bisa-bisanya gue keceplosan ngomong gitu?

Astaga gue malu banget. Rasanya mau lenyap aja ke belahan bumi paling dalam!

"Kencan?" ulang Peter.

"Sorry. Tipe saya bukan yang seperti anda," kata Peter dengan angkuh sambil menatap gue remeh. Menandakan kalau gue benar-benar bukan tipe nya.

Gue berdesis kesal, mencoba menahan malu.

"Yaudah! Kenapa ngajakin gue jalan berdua?" tanya gue, seketika sensi.

"Yang pasti bukan karena gua suka sama lu."

Lah, yang bilang gue itu suka sama lo SIAPA WOY?

"Dan gue juga gak suka sama lo!" tajam gue, mulai kehilangan kesabaran.

Peter terkekeh pelan. "Jadi bisa kaga?" tanya Peter ga sabaran.

Gue terdiam. Menimbang. Masalahnya gue susah dapet ijin nyokap buat jalan bareng cowok. Atau bahkan hampir mustahil.

"Ga mau," jawab gue milih aman, "Emangnya situ siapa? Kalau Carol yang ajakin, sih, skuy aja," lanjut gue dalam hati dengan tingkat kehalu-an yang tinggi. Ngyahahaha!

"Yahh.." Muka Peter kelihatan kecewa.

"Plis bantuin gua lah…," kata Pete, lagi.

"Mau ngapain, sih, emangnya?" tanya gue penasaran.

Peter menatap gue lekat. "Lu beneran mau tau?"

Gue mengangguk-anggukkan kepala, beneran penasaran.

Peter tersenyum penuh arti ke gue. Dia mendekatkan mukanya ke gue. Seakan mau ngomong sesuatu yang serius.

Duh, kok gue jadi deg-degun gini siii….

"Cabe mau tahu aja atau tahu bulat?"

Mata gue membulat dengar jawaban dari Pete. Padahal gue udah serius dengerinnya. Mana pakai acara disko-an dulu jantung gue.

Ada yang buka jasa santet onlen, ga?

"Tahu segitiga!" jawab gue asal.

Peter tertawa renyah. "Jadi mau, ya?"

Gue menatap Pete datar. "Gak."

Lagi-lagi Pete masang muka ngeselinnya. Dagunya ditopang pakai tangan plus senyum super menggondokkan matanya.

"Gua traktirin Pastaria, gimana?" tawar Pete.

Gue terdiam mendengar tawaran Pete. Dia tau dari mana kalau gue suka makan pasta?

Rasanya gue pengen jawab 'IYA GUE MAU!' . Tapi di saat yang bersamaan gue juga takut ga diijin-in sama nyokap gue.

"Sip. Besok jam 10 gua jemput. Jan molor lu," putus Pete secara sepihak. Dan kemudian Bu Widya masuk kelas, pelajaran dimulai.

Mata gue melotot.

GUE BELOM IYAIN LO!

Chương tiếp theo