webnovel

The Danish Boss

Kana jatuh cinta pada Fritdjof Moller, atasannya yang meninggalkan Denmark demi menyembuhkan luka atas pengkhianatan calon istrinya, dan Kana bertekad akan menunjukkan bahwa Kana dan negara ini adalah obat yang tepat. *** Fritdjof Moller melakukan sebuah perjalanan panjang, lebih dari 11.000 kilometer, untuk melupakan cinta dan semua rasa sakit yang timbul karenanya. Siapa yang menyangka di negara baru yang dituju, Fritdjof menemukan matahari yang menerangi jiwanya yang gelap pada sosok Kana. Dengan cintanya, pelan-pelan Kana bisa meruntuhkan tembok di sekeliling hati Fritdjof. Ketika Fritdjof sudah siap melupakan sumpahnya—untuk tidak lagi memberi tempat pada wanita dalam hidupnya—Fritdjof mengetahui rahasia besar yang disembunyikan Kana. Haruskah Fritdjof terus percaya—dan berharap—bahwa Kana tidak akan menghancurkan hatinya sebagaimana calon istrinya dulu? Atau pergi meninggalkan negara ini, sebelum dirinya terlalu dalam mencintai Kana, untuk menyelamatkan keping hatinya yang tersisa?

IkaVihara · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
31 Chs

What's Mine Is Mine

Masih belum terlalu malam untuk membawa Fritdjof ke chinese restaurant langganan Kana dan Kira. Restoran tersebut dipilih karena porsi yang disajikan besar. Dan cepat.

"Seharusnya tadi kita makan dulu baru ke bioskop." Fritdjof sudah sangat lapar dan tidak sabar menunggu makanan pesanan mereka tiba.

"Ya nonton dulu. Kalau makan dulu bisa kemalaman nontonnya. Aku malas kalau harus keluar bioskop pas sudah gelap malnya. Lagian kamu pasti kena dinner coma karena makanmu banyak dan duduk dua jam bakal bikin perutmu, yang penuh itu, nggak nyaman." Kana membela diri karena tadi dia yang bersikeras nonton dulu baru makan.

"Nonton dengan perut kosong juga sama tidak enaknya."

"Yang paling kuinginkan setelah makan banyak begini adalah lepas celana dan pergi tidur, not sit through a long ass movie."

Fritdjof tersenyum samar. Tidak akan pernah mudah berdebat melawan Kana.

"Apa kita bisa nonton film sambil makan malam lain kali?" Fritdjof memberi solusi.

"Ya bisa kalau nontonnya di rumah." Kana menyahut dengan kesal. "Ini kan pertama kalinya kamu nonton film di bioskop. Bukannya seneng malah mengeluh. Kamu nggak suka pergi nonton hari ini ya?"

"Special day with special woman, who doesn't like?" Selain rasa lapar yang menyiksanya, Fritdjof menyukai malam ini. "Aku ingin melewati lebih banyak waktu bersamamu seperti ini lagi. Melakukan banyak hal baru bersama-sama."

***

"Sini HP-mu!" Kana meminta Fritdjof menyerahkan ponsel.

Seperti biasa Kana membutuhkan asupan kafein sore hari dan hari ini Fritdjof ikut duduk bersamanya di kedai kopi di lantai dasar.

Dengan sendirinya keberadaan Alen, Dinar dan lainnya mulai terabaikan karena Kana lebih sering menghabiskan waktu bersama Fritdjof. Memang ada sedikit rasa tidak enak pada gerombolan si berat, tapi mereka paham dan memberi ruang kepada Kana dan Fritdjof.

"Ayo kita foto." Kana mendekatkan wajahnya ke wajah Fritdjof lalu tersenyum puas melihat hasil foto mereka.

Dengan lincah tangan Kana membuka instant messenger di ponsel Fritdjof dan mengganti gambar profil dengan foto baru. Lima menit selanjutnya, masih menggunakan ponsel Fritdjof, Kana memotret dirinya sendiri dengan berbagai macam ekspresi. Sesekali dia menyuruh Fritdjof ikut berfoto. Sementara Fritdjof hanya menggeleng­gelengkan kepala melihat tingkah Kana yang tidak biasa. Biasanya Kana marah­marah kalau Fritdjof diam-diam memotretnya. Setelah puas, Kana mengembalikan ponsel Fritdjof.

Fritdjof memeriksa ponselnya dan melihat ada beberapa pesan di instant messenger-nya. Frederik, Lusina, dan Freja.

Frederik:

Seleramu selalu bagus kalau urusan wanita.

Lusina:

Jadi aku harus turun jabatan? Tidak bisa lagi menjabat sebagai menantu paling cantik di keluarga?

Freja:

Kata Mama cepat bawa pacarmu ke sini.

Fritdjof mengetik balasan yang sama kepada mereka bertiga: nosy.

"Being possessive, huh?" Fritdjof mengelus rambut Kana sementara Kana hanya tertawa.

Fritdjof merebut ponsel dari tangan Kana. "Punyamu harus diganti juga."

Belum sempat Fritdjof melakukan apa-apa, dia mendapati Kana sudah menggantinya.

"Yang di HP-mu jangan diganti! Semua orang harus tahu. I don't share my man. What's mine is mine. End of story!" Kana mengancam Fritdjof dan Fritdjof hanya tertawa pelan.

"Jadi kamu sudah siap memberi tahu semua orang mengenai hubungan kita?"

I love you. I told the universe but you. Kana menggumam dalam hati.

***

Hari-hari berlalu bagai mimpi. Kana tidak pernah berhenti tersenyum semenjak memperbolehkan Fritdjof masuk ke hidupnya. Segalanya terasa sempurna. Sangat sempurna. Kana membawa secangkir apple chinamon tea ke meja makan. Sebelah tangannya mengetik pesan kepada Fritdjof.

What are you up to now?

Kana meletakkan ponselnya. Biasanya Fritdjof lama menjawab kalau bukan Fritdjof yang memulai percakapan.

Drive, text, think of you

Kana memutar bola mata, sudah lebih dari jam sepuluh malam dan Fritdjof belum pulang. Apa saja yang dilakukan laki-laki itu di luar sana?

Don't drive and text!

Kebiasaan, Fritdjof suka menelepon atau IM saat sedang menyetir. Kalau sedang semobil dengan Kana, Kana yang membalaskan pesan-pesannya.

OK. I will love and text.

Kana menggerutu, jawaban macam apa ini.

No multitask!

Tetapi Kana juga salah karena terus membalas pesan Fritdjof, bukannya memberi kesempatan kepada Fritdjof menyetir dengan selamat sampai rumah.

OK. I will just love.

Kana membawa ponselnya ke ruang TV. Lebih baik menonton TV sambil menunggu Kira pulang. Kana sudah hampir tertidur ketika bel pintunya berbunyi. Yang didapatinya ketika membuka pintu adalah Fritdjof berdiri di sana dengan wajah datar dan dingin. Seperti Fritdjof saat pertama kali datang ke kantor mereka dulu. Kening Kana berkerut. Kana sudah kenal betul bahasa tubuh dan ekspresi wajah Fritdjof. Yang sekarang mengkhawatirkan. Ditambah Fritdjof tidak menciumnya seperti biasa ketika mereka bertemu.

"Something wrong?" tanya Kana.

"We need to talk." Fritdjof menarik Kana masuk ke dapur.

Kana mengerjapkan matanya, apa yang terjadi? Baru saja Fritdjof membalas pesannya dengan ceria dan penuh cinta. We need to talk adalah kata-kata yang diucapkan seseorang ketika hendak mengakhiri hubungan. Saat menyadari bahwa dia sudah tidak mencintai kita lagi. Apa pun itu we need to talk tidak akan pernah diikuti kabar gembira di belakangnya.

"What?" Kana duduk di kursi di depan Fritdjof. Sebenarnya Kana ingin mengambilkan air minum untuk Fritdjof, tetapi sepertinya Fritdjof tidak butuh minum. Butuh disiram air.

"Aku merasa ada sesuatu … yang salah di antara kita."

Kana sedikit bingung, apa yang salah? Selama ini hubungan mereka baik-baik saja. Tidak bertengkar. Tidak ribut. Tidak ada apa-apa. Kana akan mencakar wajah Fritdjof kalau sampai laki­laki ini memutuskan hubungan secara mendadak begini.

"Are you being serious? Ada apa?" Suara Kana bergetar.

"Kita sudah bersama selama ini...." Fritdjof sengaja memberi jeda pada kata-katanya.

Apa lagi ini, Kana benar-benar bingung dengan sikap Fritdjof. Fritdjof sama sekali tidak tersenyum. Kana menelisik mata Fritdjof tapi tidak bisa membaca apa pun dari sana.

"And...." bisik Kana. Jantung Kana hampir berhenti berdetak.

"Kenapa kamu selalu kasih aku kopi kaleng, tidak mau bikin kopi panas?"

Mendengar jawaban Fritdjof, Kana merasa marah luar biasa. Darah Kana mendidih dan menggelegak hingga ke puncak kepala. Berani-beraninya Fritdjof mengerjai Kana seperti ini. Apa Fritdjof tidak tahu betapa takutnya Kana memikirkan Fritdjof akan mengakhiri hubungan?

Fritdjof menghentikan tawanya saat melihat wajah Kana memerah menahan amarah. Ide untuk bercanda muncul tiba-tiba saat Fritdjof mampir ke sini—ingin mengucapkan selamat tidur—dan melihat Kana yang terlihat mengantuk. Niatnya supaya Kana tersenyum. Tetapi sepertinya Fritdjof gagal.

(Bersambung)