setelah pengakuan yang di ungkapkan Grace, Lin menjaga jarak aman. tidak ingin ada yang terluka maka Lin melakukan itu pada Grace. Lin sadar, meskipun belum mencintai Awan, pertunangan yang mereka telah lakukan menunjukkan kalau Lin harus menjaga hati Awan.
waktu berlalu begitu cepat, dua Minggu Lin mendiamkan Grace, menghindari wanita itu agar tidak bertemu. tapi kali ini tidak terelak karena Grace telah berdiri di hadapannya.
"Lin, apa kau marah?" Grace merasa sangat bersalah . tidak seharusnya dia mengucapkan perasaan nya pada orang yang telah bertunangan seperti Lin.
"Aku tidak berhak marah padamu Grace. aku hanya tidak ingin kau semakin terluka." imbuh Lin.
"Dengan kau menjauh dariku, itu sudah membuatku terluka Lin... tidak bisa kah kita berteman saja? ya, walau aku tetap ingin meminta mu lebih dari sebagai teman, itu mustahil."
"Grace, maafkan aku. aku tidak bisa menerima mu." pinta Lin setulus hatinya.
"Aku tau Lin, harusnya aku sadar diri... aku tidak bisa memaksa,"
"sekali lagi aku minta maaf Grace." Lin setelah mengucapkan itu langsung berlalu begitu saja meninggalkan Grace dengan air mata mengalir di pipinya.
***
"Lin, ini bagaimana?" tanya Awan sedang uji coba gaun pengantin mereka.
"Masih terlalu kebesaran di badan kamu," protes Lin. sengaja disainer nya melakukan itu agar pas di coba bisa di perbaiki lagi jika tidak muat.
"Mereka melakukan ini sengaja Lin, pun ini pertama kali kita melakukan fitting baju kan, masih bisa di kecelin. lalu kau mana pakaian yang akan kau gunakan?"
Lin masih menggunakan baju kerjanya saat itu. belum sempat berganti karena menjawab panggilan dari rekan kerjanya tadi.
texudo biru serta celana tisu senada terletak di sofa dekat Lin duduk. pria itu menatap ke sana.
bangkit berdiri meraih pakaian itu, permisi pada Awan lalu masuk keruang ganti. tidak beberapa lama keluar dan pakaian yang Lin pakai sangat cocok di tubuhnya.
"Gimana Wan?" pria itu meminta pendapat Awan.
"Bagus sih..." jawab Awan apa adanya.
"Hanya bagus?"
pertanyaan itu membuat Awan mengernyit. agak susah baginya mengomentari orang lain.
"Maksud nya..?"
"Apa yang aku pakai ini hanya bagus saja?" Lin ingin berharap apa memang. Awan bilang dia tampan? ah itu hanya hayalan saja. Awan tidak akan memujinya.
"terlihat cukup tampan!" tanpa terduga Awan mengatakan itu, menciptakan percikan debaran dalam dada Lin. senyum nya mengembang. di puji buatnya bahagia.
akhirnya hari yang Lin tunggu tiba. mereka melakukan pemberkatan di salah satu gereja, tidak terlalu banyak yang di undang. yang mereka lakukan hanya acara biasa saja, tapi terkesan untuk di kenang.
"Selamat ya Lin, Lo akhirnya nikah juga... sama teman Lo lagi..." beberapa Teman sekolah di undang menghadiri acara sakral mereka.
"Iya, gak nyangka sih..."
genggaman tangan mereka berlalu satu persatu. tidak ada pun yang tidak menyalami Lin dan Awan.
"Kamu masih merasa heran gak sih kenapa kita bisa menikah?" tanya Lin
"Iya, ko bisa ya?" lantas keduanya ketawa.
"Kalau di pikir-pikir ini tidak mungkin tapi takdir lah yang menyatukan kita benar kan?"
percakapan mereka malam itu terjalin bagus, seperti teman tidak ada kecanggungan yang berlebihan. pun mereka telah tidur satu ranjang tanpa melakukan apapun malam itu. hari semakin larut membuat keduanya tertidur sehabis bercengkrama.
paginya keduanya bangun dalam kondisi berpelukan. Lin menggeser sedikit tubuhnya. begitu juga Awan. ada rasa malu menjalar di k duanya. diam, tidak ada yang bicara.
Lin menggaruk kepala bagian belakang nya. tiba-tiba hening dan canggung. hingga Lin berusaha mengontrol detak jantung nya. mulai berdehem.
ehm...
Lin mencoba menetralkan. keduanya memberi jarak. Awan turun dari tempat tidur segera menuju ke kamar mandi. memnersihkan diri, sialnya tidak bawa pakaian dan handuk, gugup membuatnya lupa segalanya.
"Wan, cepatan donk, kebelet nih..." seru Lin dari luar, Awan tidak jawab karena malu. Lin mendesah mendekat kembali menggedor pintu.
"Wan, kamu baik-baik ajakan di dalam sana?"
"Eum...."
"Ada apa?" tanya Lin
"Aku lupa bawa handuk dan pakaian ku." akhirnya Awan menjawab.
"Lalu?"
"Bisakah kau keluar dulu, aku sudah kedinginan ini."
"Kamu kan bisa keluar Wan, ngapain sih malu." seru Lin, tidak sadar jika Awan begitu karena dirinya masih ada di dalam kamar.
"Ya tidak bisalah, masa aku mau memperlihatkan tubuhku padamu."
Lin kikuk, tiba-tiba terbayang dalam pikiran tubuh Awan yang... pikiran Lin mengeras, membangkitkan sisi kelaki-lakinya di bawah sana.
sial, Lin mengumpat dalam hati. buatnya segara pergi dari sana sebelum pikirannya menyebar luas kemana-mana.
"Baiklah, aku akan keluar." langkah kaki Lin menuju pintu kamar mereka, menuju pintu di buka lalu menutupnya kembali.
Lin lihat di sekitar, memastikan tidak ada keluarganya di sana. mengusap dada karena aman. beberapa saat berdiri di sana, Lin di kagetkan dengan ibunya yang berjalan kearah mereka. buru-buru buka pintu padahal Awan belum selesai ganti pakaian.
"Awhk...----" Lin membekap mulut istrinya takut ibunya dengar
"M-Mas...." melihat keadaan mereka yang tidak baik Lin manjauhkan tubuh segera berbalik.
"Sorry, gue gak tau kalau lo lagi pakai pakaian." ujarnya. jantungnya berdetak begitu cepat. melihat pemandangan yang semakin membuat pikirannya berkelana. meskipun Awan telah memakai pakain bagian bawahnya tetap saja, pakian berenda merah menyala itu memperlihatkan isinya yang begitu sintal dan menggoda. Lin bisa-bisa tergoda ini....
"Tadi mama datang, takut di tanya ini itu makanya aku masuk, lanjutin pakai baju kamu, aku ke kamar mandi dulu..." Lin perlu menjelaskan hal yang terjadi tadi pada Awan agar tidak salah paham.
Sampai di meja makan keduanya tidak berhenti di goda oleh ibu Lin. wanita paruh baya yang ingin mendapatkan cucu segera dari anaknya Lin. mengharapkan pernikahan itu secepatnya.
kini dirinya merasa bahagia karena telah menempatkan Lin pada wanita yang tepat seperti Awan, pintar, cantik baik. sahabat Lin yang telah lama dia kenal.
"Kenapa mama senyam-senyum?" tanya Lin
"mama bahagia lihat kamu sekarang sama Awan, segara kasih mama cucu ya..."
Awan yang sedang makan menumpakan isi dalam mulutnya dengan menyemburkannya. terbatuk, Awan menepuk dadanya terasa perih serta hidung juga. Lin bergegas ambilkan minum memberi pada Awan. membantunya minum, Awan merasa baikan.
"jangan kaget dong Wan, mama masih minta satu loh ini bukan dua belas..." Semakin menambahkan tingkah konyolnya.
"Ma!" tegur lin, merasa malu juga. sementara mama hanya bisa tertawa lalu meninggalkan pasangan muda itu. rasanya sangat bahagia bisa menggoda mereka
tbc
maaf agak lama update guys.... sibuk akhir-akhir ini membuat ku tidak bisa menulis dengan baik