Pernah suatu ketika, petani dan ibu bumi berjanji untuk saling memberi nafas: Biji ditanam tumbuh, tubuh dikubur lebur. Anak-anak mengejar hujan yang disembunyikan musim, ibu-ibu menebar doa di sepanjang musim.
Namun hari ini, cerita tentang mereka adalah cerita:
Tentang lahan
sepetak terjual
kisah yang tamat.
Tentang pematang
tertimbun beton
terinjak kemegahan.
Tentang Toean dan Njonja vila
teh hijau dan meja-kursi antik di beranda
anak-menantu yang memain-mainkan kamera
"Wah! Indah sekali pemandangan di sini."
Lalu berpuluh-puluh kisah dituturkan dan berjilid-jilid buku diterbitkan:
Tentang tanaman
pestisida menggila
pupuk mencandu
harga yang tenggelam di bendungan air mata.
Tentang anak-anak muda
melempar cangkul dan tali bambu
melayani pembeli di kios-kios pulsa.
Tentang orang-orang tua
mencintai tanah hingga sumsum dan darah
menyaksikan satu persatu kerabat pindah.
Tentang cerita lama mereka yang di sana
Batavia, Puncak Bogor, Tumasek
menyingkir ke pinggir-pinggir.
Sementara kau dan aku makin dungu
membisu diam membatu.
##
"Kalau ke kota esok pagi, sampaikan salam rinduku
katakan padanya, padi-padi telah kembang
...
tapi bukan milik kita."
(Leo Kristi)