webnovel

Kegelisahan Arka

Sejenak suasana kelas menjadi senyap ketika Bu Yulia menyuruh seisi kelas tersebut untuk diam terlebih dahulu menyambut teman baru yang pastinya beberapa murid sudah mengenal, namun tak semua.

"Woahhh Smart Couple satu kelas nih," teriak Jackson yang duduk di belakang pojok seraya menatap Arka dan Ayrin secara bergantian. 

"Asik saingan dong," tambah lainnya. Lantas membuat teman yang lain ikut melebarkan senyuman. Selain menjadi siswa baru, nama Ayrin dikenal ketika hubungannya tercium oleh banyaknya siswa bahwa dia adalah kekasih Arka.

Beberapa suara kegaduhan tampak memenuhi ruangan. Siapa yang tidak tahu, siapa yang tidak kenal Arka dan Ayrin? 

Cowok yang lumayan populer dikalangan cewek dan terkenal dengan kepintaran serta keikutsertaannya diberbagai ekstra kulikuler. Dan, Ayrin, cewek pindahan yang baru dua minggu tersebut cukup mengguncang isi SMK Bintang karna tiba-tiba tersebar hubungannya dengan Arka. Sangat beruntung, kan? 

"Jackson, tutup dulu mulutmu." Bu Yulia mulai kesal, bisa-bisanya murid menyebalkan seperti Jackson itu bisa masuk kelas unggulan. 

"Siap bos." Jackson menyengir sambil mengangkat tangannya berbentuk hormat yang berada di kening.

"Anak-anak sudah kenal sama Ayrin semua, kan? Mulai hari ini dia akan tinggal di kelas ini. Satu lagi, jangan sampai lalai, dia saingan baru kalian." Bu Yulia tersenyum. Entah kenapa berada di kelas tersebut rasanya lebih nyaman, selain isinya anak-anak pintar dan tentu saja bersaing. Mereka juga kompak dalam segala hal.

Awal kepindahannya memang Ayrin ditempatkan di kelas biasa karna pihak sekolah juga harus tahu betul prestasi sesungguhnya, bukan hanya mengandalkan nilai yang tercetak pada kertas putih dari sekolah lama. Nyatanya, Ayrin benar-benar pintar dan segera dipindahkan kelasnya yang seharusnya. 

Ada tiga kelas Akuntansi yang tentunya berbeda, yang pertama tentu golongan anak pintar dari yang paling pintar. Begitu seterusnya. 

"Cantik juga ya." Vino tergumam-gumam. 

"Pacarnya Arka," desis Jeje yang duduk di belakang Vino. Yang diajak bicara tampak manggut-manggut paham. 

"Ayrin, silahkan duduk di samping Clara." Bu Yulia menyuruh Ayrin supaya duduk. Dimana tempat Clara tak jauh dari depan, nomor dua dari sebelah kanan dan nomor dua dari barisan depan, tepat di depan Arka. Bedanya dia ada di urutan ketiga dari kanan. Lumayan lah tak terlalu jauh untuk curi pandang. 

"Kamu pindahan dari mana?" Clara tersenyum sebelum bertanya dan mempersilahkan Ayrin supaya duduk di sebelahnya. 

Obrolan ringan mereka berlanjut ketika Bu Yulia berlalu pergi, sepuluh menit kemudian Bu Dina datang dan memulai jam pertama dengan mata pelajaran perpajakan. 

***

"Beneran pensiun, nih." Arka menundukkan kepalanya setelah rapat OSIS yang dimaksud Bumi bahwa diskusi mengenai jabatan mereka sebagai ketua dan wakil osis akan segera diberhentikan. Merasa sedikit berat karena dua tahun sudah melakukan kegiatan tersebut.

"Kan mau ujian. Lo mah enak kaga usah belajar, lah gua. Belajar aja nilai gua gitu-gitu aja apalagi kaga belajar. Bisa ketendang ke kelas sebelah." 

Setiap tiga bulan sekali SMK Negeri Bintang memang selalu menyeleksi tiap kelas, siapa yang tidak meningkatkan nilai dan kalah dengan anak kelas biasa maka akan di tukar pindah. 

Setelah rapat osis berakhir, kebetulan jam istirahat berbunyi dan mereka tampak langsung menuju ke kantin tapi, sialnya– 

"Bangsat, gua kan gak ada uang." Arka memasang wajah ingin menangis sambil mengacak-acak rambutnya. Lupa bahwa semua uang sakunya sudah di rampas oleh Jeje. 

"Yaudah pake uang gua aja, besok bayar, ya." Zayn menyengir seraya menyodorkan uang miliknya yang hendak dia pinjamkan pada sahabatnya itu.

"Yaelah, Zayn. Tlaktir gitu napa, lo gak tau apa gua kesusahan gini. Udah uang di ambil nenek lampir kelas, pacar gua di incer temen basket. Gini amat ya." Ragu untuk mengambil uang Zayn yang diletakkan di meja kantin tepat di depan Arka yang tengah duduk. Namun, pada akhirnya diambil juga karena tak ingin kelaparan dan berakibat tak fokus ketika pelajaran berlangsung.

Zayn hanya menimpali dengan tawa recehnya. Belum pudar tawa itu, tiba-tiba adik Zayn muncul dan langsung menyodorkan tangannya. Bukan memberikan sesuatu, malah meminta saku abangnya tersebut.

"Bang, bagi duit. Tadi ada bayar buku jadi uang habis." 

Zayn ingin menangis, ini lagi adik satu gini amat. Selalu aja alasan buat minta uang, kadang Zayn ingin mengatakan pada mamanya supaya uang saku Yoga ditambah dan tak mengurangi uang sakunya. Tapi, apalah daya, sesungguhnya uang saku mereka sudah sama. 

"Kaga ada, Yog. Abang lo mau bayarin makan gua. Mending lo ngutang sama Bima dulu," ucap Arka kemudian menyeruput es tehnya yang baru datang. 

"Lah bang Arka. Uang gua buat jalan sama cewek gua ntar, enak aja buat Yoga." Bima melirik Yoga sarkastik. 

"Berisik, nih!" Zayn menyodorkan uang sepuluh ribu yang membuat Yoga mendelik kesal, "udah pergi sana," lanjutnya. 

"Biasanya dua puluh kok cuma segini," omel Yoga. 

"Kalau gak mau, mana gua ambil lagi." Zayn mulai kesal. Emang di pikir dia bank keliling apa. 

Dengan terpaksa Yoga tak mau mengembalikan uangnya dan bergegas menarik Bima pergi. Arka hanya tertawa kemudian menyendok nasi pecel karna cacing perutnya sudah berdemo. 

"Lo juga besok bayar." 

***

Arka masih memikirkan mengenai obrolannya dengan Zayn di kantin tadi. Tentang Aksa yang menyukai Airyn. Kayaknya dia nggak terlalu yakin, secara Aksa teman basketnya. Ya, meskipun bukan teman dekat seperti Zayn. Tapi kan sedikit banyak mereka sering bertemu dan berinteraksi. 

Tiba-tiba pandangannya teralih pada gadis yang sedang membaca buku, tak lain dia Airyn. Selalu pemandangan itu yang dia temukan ketika masuk ke dalam kelas. Padahal yang lain tengah beristirahat, tapi tidak untuk gadisnya itu.

"Gak makan?" sapa Arka yang kini duduk di kursi tepat di depan Ayrin dengan posisi memiring.

Airyn yang tadinya serius pada buku perbankan langsung mengangkat wajahnya kemudian tersenyum. "Udah, tadi aku bawa bekal." 

"Ooh. Benar kan kata aku, kamu bakal di pindah ke kelas ini." Arka tersenyum, sementara Ayrin kembali mengalihkan pandangannya pada buku setelah menatap laki-laki di depannya itu sekilas.

"Ya emang. Dan benar juga kan kata aku, kita tuh harus bersaing, Ka. Jadi aku makin semangat." Airyn terus memfokuskan pandangan pada buku tanpa berniat untuk menatap Arka yang sejak tadi terus memperhatikannya.

"Iya-iya. Eh, baca apa sih." Percaya 'lah Arka tidak bodoh, jelas Airyn memegang buku perbankan. Yang hanya dengan melihat pun Arka pasti paham. 

"Mending kamu balik ke tempat duduk dan belajar. Bentar lagi ulangan, loh." Airyn mengingatkan. 

"Siap bos." 

Arka benar-benar kembali pada tempatnya duduk. Tapi, lihatlah dia memang membuka-buka buku tapi arah pandangnya malah tertuju pada sosok gadis yang tengah serius tersebut. 

"Gue jadi ga tenang karena Aksa. Balik ntar apa gue temui dia aja kali, ya?"

***