"Apa yang kamu fikirkan?" ujarnya menepis tangan Azka.
"Apakah saya akan mempercayai mu? "
"Iya, karena kamu lebih mengenal saya dari siapapun. Terlepas kenangan apapun yang kamu miliki. Saya yakin masih ada satu ruang kosong yang tersisa , setidaknya untuk mempercayai saya. "
"Pergilah, tinggalkan saya sendiri. Saya butuh waktu untuk berfikir."
Azka terpaku untuk sesaat atas jawaban Kanaya. Ia sungguh mengira ada kepercayaan di balik mata Kanaya. Ia melihat ada harapan dari sisi Kanaya. Ada kasih sayang tersembunyi yang akan menyelamatkan nya .
Tetapi , akankah ia salah kali ini . Apakah gadis ini sungguh tidak mempedulikan apapun. Ia sungguh merasa sakit akan gadis ini.
"Aku pergi. "
Azka pun berlalu meninggalkan gadis itu sendirian. Ia menutup perlahan pintu di belakangnya, dan terhuyung jatuh seketika. Ia memegangi dadanya , air matanya menetes .Dadanya terasa sesak. Ia masih ingat betul masa satu hari sebelumnya dimana gadis itu tertawa bersama dengannya dan sang ayah. Ia seakan benar-benar merasakan kehadiran Diza di sisi nya.
Kehangatan yang telah lama ia hapus dari hidupnya, seakan bangkit bersama diri gadis ini. Sementara itu dari kejauhan di lorong rumah sakit , ia melihat sekilas bagaimana kedua orang tua yang membesarkannya saling bertengkar. Saling menyalahkan satu sama lain atas apa yang terjadi.
Ia pun menyadari ada suatu skema yang berubah . Semua orang masih mengira gadis ini adalah Diza. Tidak ada yang mengetahui kebenaran tentang gadis ini dan sang ayah. Bahkan gadis itu pun mengatakan hal yang sama. Ia merasa tertipu. Apakah ia sungguh mengingat semuanya. Bukankah ia mengatakan bahwa ia mendengar kebenaran dari seseorang.
Tangannya seketika mengepal menahan emosi. Ada perubahan emosi yang bergejolak dalam dadanya. Ia pun menguatkan dirinya dan berlalu untuk menyelidiki semua yang terjadi. Siapa yang telah mengubah alur cerita yang ia buat? Siapa orang itu hingga menolak melihat ia bahagia?
Dengan langkah tergesa, ia pun berlari menuju ruang kontrol rumah sakit. Ia memohon untuk mengecek rekaman CCTV rumah sakit kepada salah satu penjaga disana. Ia memutar kembali rekaman dimana ia meninggalkan gadis itu sendirian.
"Ada seseorang yang menyelinap masuk ke ruangan kekasih Anda. Ia adalah seorang pria yang tertangkap basah mencuri seragam perawat di ruangan pribadi karyawan . Ia mengenakan masker dan juga topi sebelum memasuki ruangan. Kami nyaris tidak mengenalinya sebelumnya. Tetapi untungnya tim keamanan datang tepat waktu dan berhasil membawanya ke kantor polisi. "
"Dimana dia sekarang?"
"Kantor Polisi di ujung jalan . Apa Anda mau salah satu anggota kami untuk mengantar?"
"Baiklah, saya butuh penjelasan tentang apa yang ia lakukan kepada wanita saya. "
"Dia adalah orang yang amat berarti untuk saya. Meskipun dari saat pertama , tetapi ia sungguh telah merubah hidup saya. Saya tidak ingin ada orang yang menyakitinya. "
" Tetapi bukankah tidak terjadi apapun terhadap pasien? Tim kami sudah melepaskan tuntutan , dan kemungkinan ia sudah dibebaskan sekarang."
" Saya tetap harus menemuinya dan mengetahui motif sesungguhnya. "
"Saya akan datang, bahkan sekalipun kamu tidak menghendaki kedatangan saya. " ujar seseorang dari balik pintu.
"Kamu?"
"Iya, saya orang yang Anda cari. "
"Perkenalkan , Rayhan Anggara. Saya teman masa kecil Kanaya. "
"Ka...na...ya...."
"Iya , gadis yang kau tabrak."
"Apa maksudmu?"
"Tuan, bolehkah saya meminjam ruangan ini untuk berbicara empat mata dengan pria ini?" ujar pemuda itu kepada penjaga.
"Bagaimana saya bisa mempercayai Anda?"
"Saya Azka Pradipta , putra pemilik . Saya akan menjaminnya tidak melakukan apapun."sela Azka.
"Baiklah Tuan Muda, saya akan berjaga di luar. "
Penjaga itu pun meningalkan ruangan dan berjaga di depan pintu. Sementara di dalam ruangan kendali, suasana begitu menegangkan tercipta. Kedua pemuda tampan itu saling menatap tajam seakan tatapan itu dapat membunuh satu sama lain .
"Saya rasa kita akan membuat kesepakatan . Saya bisa mengatakan jika ini adalah salah faham , jika Anda bisa memberikan saya nilai yang sesuai. " ujar pemuda bernama Rayhan.
Ia adalah Rayhan Anggara, teman masa kecil Kanaya. Tubuhnya cukup tinggi meski tidak setinggi Azka. Ia kurus, dan kulitnya agak gelap. Matanya berwarna coklat dan cukup tajam . Rambutnya tertata rapi dan bergaya. Ia juga terbilang cukup tampan dengan paras dan perawakannya yang menawan. Ia bukan orang sembarangan, ia juga putra seorang pengusaha dan tergolong kaya raya .
" Kamu menukar temanmu dengan senilai uang?" balas Azka meninggi.
"Anda salah, nilai yang saya inginkan bukanlah uang. Tetapi kebahagiaan. "
"Apa maksudnya itu? Apa yang Anda mau dari saya?"
"Saya mengenalnya hampir selama lima belas tahun ,tetapi saya tidak pernah melihat dia tersenyum begitu tulus. Ia merindukan sosok orang tua yang tidak pernah dimilikinya selama hidup. "
"Cukup kamu pastikan dia akan bahagia, maka saya akan menjaga rahasia ini selamanya. Saya mencintainya, dan ingin melihat dia bahagia. Tetapi kebahagiaan nya bukan dengan saya melainkan bersama kalian. "
"Dia sudah cukup menderita selama ini. Tolong hilangkan setiap beban yang ia punya. Saya menaruh harapan besar terhadap Anda. "
Pemuda itu pun berlalu dengan meninggalkan sebuah bingkisan di tangan Azka. Azka menatap tajam bingkisan di tangannya. ia geram dan membanting kursi di hadapannya. Ia cukup menarik perhatian dengan keributan kecil tersebut, hingga pertugas penjaga langsung menerobos masuk dan menghadang Rayhan.
"Lepaskan dia. Tidak ada apa-apa . Dan Pak, tolong apapun yang Anda dengar hari ini. Anggap Anda tidak pernah mendengarnya .Silakan isi jumlah yang Anda butuhkan. " ujar Azka sambil meninggalkan petugas itu dengan selembar cek kosong tanpa nominal. Ia pun menarik Rayhan keluar dari ruangan demi menghindari penjagaan.
"Tolong jangan muncul lagi, jika Anda benar-benar butuh saya menyetujui perjanjian ini." ujarnya sesampai pintu keluar rumah sakit.
"Cukup tepati janji Anda, dan saya akan menepati perkataan saya. Mari berjanji selayaknya seorang pria. " ujarnya menepuk pundak Azka sambil berlalu.
Rayhan berlalu dan Azka pun langsung bergegas keluar menuju mobil dan memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi ke sembarang arah hingga akhirnya ia berhenti di sebuah jalanan kosong tanpa ada satu orang pun disekitarnya.
Dengan ragu, ia meraih sebuah bingkisan yang baru saja diterimanya. Di dalamnya terdapat buku harian , beberapa lembar foto ,telefon genggam , dan sebuah kotak perhiasan berisikan liontin bermotif abstrak. Di dalamnya terdapat sebuah surat , yang berisikan :
"Maafkan Ibu baru memberi tahu mu kebenarannya ketika Ibu akan meninggalkanmu , Nak. Kalung ini , Ibu temukan bersama denganmu di depan panti asuhan ini. Kalung ini pasti berhubungan dengan orang tua kandungmu . Ibu berharap kamu bisa menemukan kebahagiaanmu sendiri nak. "
Setelah membaca surat itu, ada sebuah penyesalan tersendiri dalam diri Azka. Ia seolah telah membunuh gadis itu untuk kesekian kalinya . Pertama kali ketika ia menemukannya , tatapan gadis itu begitu kosong . Ia seperti telah mati. Ia benar-benar kehilangan begitu banyak harapan ketika ia harus diusir dari panti asuhan tempat tinggalnya ditambah lagi ia harus merelakan sosok ibu yang mengasuhnya untuk selama-lamanya.
Dan hari ini, ia hampir saja merenggut satu-satunya harapan gadis itu akan kebahagiaan setelah sebelumnya membuatnya nyaris mati. Sosok monster seperti apakah ia hingga begitu tega merenggut segalanya dari gadis ini.
Seketika tangannya mengepal , emosinya sungguh memuncak. Ia benar-benar membenci dirinya sendiri saat ini. Ia melompat turun dari mobilnya dan berteriak sekuat tenaga berusaha mengumpat dirinya yang begitu tidak berguna . Semua begitu tidak terkendali hingga PLAKKKK. Ia meninju sebuah pohon besar yang berada di sekitarnya .
Ia melampiaskan segala emosi yang sempat ia tahan . Ia sungguh membenci dirinya sendiri. Ia seakan melihat setiap detail dari pohon tersebut adalah dirinya . Ia meninju nya berkali-kali, hingga tangannya dialiri oleh darah segar .