webnovel

Tugas Hazel

"Eta terangkanlah ... Eta terangkanlah ...."

Senandung Maxim sungguh mengganggu konsentrasi Hazel di jok belakang mengisi TTS angka. Meski sudah berulang kali gadis bertopi hitam menegur Maxim agar menyudahi nyanyian gaje itu tapi lelaki cebol tetap meneruskannya agar Hazel menyimpan TTS dan duduk di kursi depan.

"Aku sudah mandi, tang tung, tang tuang!"

Plak!

Hazel memukul kepala bagian kiri Maxim menggunakan TTS tapi lelaki yang sudah sebulan ini bersamanya menjadi rekan kerja, sama sekali tidak marah bahkan menyengir lebar karena usahanya berhasil.

"Begini 'kan enak, aku tidak terlihat seperti sopir."

Hazel mengencangkan seatbealt, menoleh sejenak pada Maxim yang menatap lurus jalan di depannya.

"Untung kau teman SMAku, Max kalau tidak mungkin dari dulu aku sudah mencari pasangan pengganti."

Maxim tergelak. "Oh ya? Bukannya aku ini hacker terhebat yang kau miliki, Greena? Jangan jadi penjilat ludah sendiri seperti fans Madrid deh, pucuk adem lho, Greena. 19 poin!"

Greena mengabaikan ocehan Maxim yang kembali mengusiknya dengan pembahasan dua rival klub Spanyol yang sedang bertarung di klasemen satu dan empat. Hanya karena dulu dia pernah sekali memuji keahlian Maxim saat melumpuhkan virus error yang menjangkiti seluruh perangkat elektronik, lelaki berkacamata itu selalu mengungkitnya untuk membanggakan diri.

"Kau sih dukung Barcelona tapi pakai baju Madrid siapa coba yang akan menyangka kau ini angel?"

Seragam Real Madrid yang diterima Greena sebagai hadiah dari kakak sepupunya sayang jika dibuang apalagi disimpan karena itu dia tidak masalah memakainya untuk berolahraga saat seragamnya dicuci.

"Sudahlah, Max, bukan waktunya kita bertengkar sesama cules dan angel. Sebaiknya kau pikirkan solusi agar kita terbebas dari kemacetan Jakarta ini."

Maxim membuka sedikit kaca jendela lalu mengamati deretan mobil di belakangnya melalui spion, jumlah yang tidak bisa dihitung hanya sekali lihat.

"Mau ganti presiden lima kali pun namanya Jakarta ya tetap macet. Coba ada program e-macet."

Hazel terkekeh kecil merasa kalimat barusan terdengar lucu baginya. Dahi Maxim berkerut heran, memang namanya Hazel itu sulit ditebak saat mau diajak becanda malah dia terlihat seperti hulk dan sebaliknya ketika Maxim mengatakan fakta giliran Hazel yang garing.

"Dan bakal banyak banget korupsi bermunculan, Max."

Maxim ikut tertawa karena otaknya telah mencerna maksud lelucon Hazel barusan.

Tit!

Suara klakson bertubi dibunyikan oleh para pengemudi yang mengantri di belakang mobil hitam Maxim. Hazel memeringatinya agar tidak menyebabkan kemacetan lebih lama dengan segera menginjak pedal gas karena trafficlight sudah berubah hijau.

Maxim memakirkan mobil di garasi sedangkan Hazel telah lebih dulu masuk ketika seorang bodyguard menyambutnya lantas menuntunnya ke dalam menaiki lift.

"Hanya karena kau memiliki kaki jenjang, aku selalu kau tinggalkan, Zel," gerutu Maxim mengejarnya.

Hazel menyapa santun beberapa lelaki berjas yang diketahuinya sebagai orang penting dalam proyek mereka. Salah satunya dr.Arfian yang merupakan aktivis HAM sekaligus pemilik televisi swasta.

"Senang bertemu denganmu, Greena."

"Begitu juga aku, dr.Arfian."

Maxim menyetel proyektor yang menampilkan biodata para mafia yang terlibat dalam penjualan anak-anak dan gadis melalui perairan.

"Dermaga Bali pagi buta saat kapal mengangkut ikan untuk diekspor ke Jepang saat itu mereka menyeledupkan orang-orang lemah ini,'' papar dr.Alfian sebagaimana informasi yang dia terima melalui jaringan komunitas kemanusiaan bekerjasama dengan cyber NOWAR yang bermarkas di Thailand.

Hazel menerima chip seputar tugasnya dini hari bersama Maxim yang akan segera ke bandara lagi untuk take off ke pulau Dewata.

"Sepertinya ini liburan paling menyenangkan,'' ungkap Maxim membayangkan bagaimana indahnya fatamorgana laut Bali lengkap dengan para turis.

"Hentikan imajinasimu, Max, kita harus mendapat dokumen bukan mau mencari gadis satu malam.'' Hazel merebut kunci di tangan Maxim, dia akan menyetir kali ini agar tidak banyak menghabiskan waktu.

Maxim membenarkan letak kacamata masih dengan tawa membahana sebagai respon dari jawaban Hazel. Jemarinya sibuk membajak address target.

"Mereka menggunakan IP Rusia tapi itu bukan masalah bagiku, Zel. Cukup dua menit aku bisa membongkar dan masuk dalam rumah mereka. Nah, aku dapat!'' Maxim memperbesar LCD untuk memudahkan bagi Hazel mengamati titik-titik yang sudah diperjelas olehnya selagi Hazel tetap menyetir.

"Kau tidak lapar? Nih, aku punya dua roti, satu buatmu.''

"Tidak usah, aku akan makan di pesawat saja,'' tolak Hazel lalu memasang Bluetooth Headseat yang menghubungkannya dengan Olivia.

"Baiklah, aku akan makan sendiri.'' Maxim sesekali menguping pembicaraan Hazel dengan sahabatnya itu selagi dia mencari file yang terlewatkan.

***

Hazel menggunakan gelang autodering berwarna hitam yang memiliki fungsi melacak posisinya karena chip yang ditanamkan di dalamnya dimonitori oleh Maxim di dalam mobil. Jika ada bahaya yang mendekat ke arah Hazel maka Maxim bisa memberitahu dengan menyalakan alarm berwarna merah.

Langkah jenjangnya menaiki tangga hati-hati hanya dengan bantuan infra hijau dari lensa yang dipakai menuntunnya pada jalan kecil memasuki lantai dua kapal pengangkutan. Sesaat Hazel berhenti untuk mengencangkan tali di pinggang kemudian meneruskan untuk menelusuri ruangan guna mengirim informasi kepada Maxim agar menghapus jejaknya pada CCTV di sudut sana.

Seorang lelaki menggerakkan jemarinya pada W-pedia Touch, sebuah perangkat inframerah pada meja kerja yang digunakan untuk segala hal memperoleh informasi. Hazel tampak was-was melewati ruangan tersebut, berusaha tidak mengeluarkan suara detak sepatu jika tidak mau tertangkap basah sebelum mengambil data di ruang atas.

"Penyunsup!''

WARNING! Musuh mendekat!

Hazel mengunci pintu sebelum petugas yang barusan melihatnya sempat mengejar, dia begitu cepat menanjaki anak tangga dan mencari tempat persembunyian.

"Belok kiri ada dua petugas, kau lumpuhkan saja.''

"Oke.''

Perhitungan waktu yang tepat menarik sebelah tangan patroli dengan memelintirnya ke belakang sedangkan kaki kanannya dia arahkan pada satu patroli lain. Hazel membuat keduanya pingsan dengan menekan titik saraf menggunakan ujung kuku dan alas sepatu tanpa harus mengeluarkan banyak keringat.

Tali rafia dilepaskan ke langit atap menancap dengan seketika menarik tubuh Hazel tepat ketika beberapa penjaga melewati koridor tersebut. Dia belum bisa bernapas lega karena mendadak seorang lelaki merasakan kehadirannya. Mata lelaki itu menatapnya terkejut hendak memberi tahu kepada teman lain yang tetap berjalan, Hazel langsung menembaknya dengan pistol jarum yang akan membuat tubuh korban lumpuh selama sejam kemudian. Bak jaringan laba-laba dia berpindah ke dinding sebelah lalu perlahan turun sebelum mereka mengetahui perbuatan Hazel telah melumpuhkan teman mereka.

Hazel melempari bom yang akan meracuni para penjaga di depan pintu ruang utama. Hanya lima detik bagi bodyguard tak sadarkan diri.

"Waktumu hanya dua menit, mengerti?"

"Ya.''

Hazel berdiri tegak untuk memasukkan kata sandi dengan lensa mata pada intercom. Pintu terbuka dan tertutup kembali sesudah Hazel masuk total. Dia melepaskan gelang autodering untuk memancarkan inframerah jebakan ranjau yang harus dilewatinya menuju brangkas. Tubuh rampingnya begitu mudah meliuk-liuk di lantai untuk menghindari terkena garis setan.

Maxim mengirim kode melalui hologram biru yang berfungsi sebagai password membuka brangkas tanpa meninggalkan jejak. Waktu di hologram terus berkurang seiring Greena berusaha membuka kotak aluminium tersebut.

"Fake? Max, seseorang telah mencurinya. File di tanganku palsu.''

"Benarkah?'' Hazel meletakkan file di pangkuan dan kedua lensa hijaunya merekam untuk Maxim mengecek keaslian data tersebut dan benar saja sebelum mereka ke mari seseorang telah terlebih dulu menukarkan arsip.

"Keluarlah sekarang, kapal akan segera berangkat, kau tidak bisa berenang, bukan?'' Ejekan ampuh dari Maxim membuat Hazel menggertak kesal.

"Maxim! Kau bahkan tidak bisa berlari cepat, siput!'' tawa Maxim menggelengar di seberang.

"Apa aku bilang kita bisa liburan dengan tenang di sini menikmati bule, hahah.''

Greena membereskan semua pekerjaannya sebelum menghilang dari sana melalui jalan tikus.

"Benarkah?''

"Micin, eh micin!'' Maxim terkejut ketika pintu kiri mobil terbuka mendadak oleh sosok Hazel yang langsung duduk melepaskan jaket hitamnya.

"Kau mengagetkanku, hatiku gemetar, apakah ini yang dinamakan cinta.''

Plak!

"Cepat bawa mobil ke hotel, aku ingin tidur lagi.''

"Selalu saja shadow mendahuluimu, Zel. Dia memang agen paling hebat, jika nanti kau mau melamar jadi agen negara sepertinya kau harus berguru pada dia. Aku semakin penasaran siapa sosok shadow."

"Shut up, Max! Bangunkan aku ketika sampai ke hotel.''

Maxim hendak menimpali kembali tapi saat matanya menangkap guratan kelelahan di kedua iris cokelat Hazel, dia jadi tidak tega. Alunan musik dari tape mengiringi laju pelan mobil yang dikemudikan Maxim di tengah jalan protokol Bali yang begitu terang oleh lampion jalan dan beberapa arakan tari khas di malam minggu untuk memperkenalkan budaya pada turis dan wisatawan.

Hazel menggeliat dan saat dia membuka matanya, warna kalem dari dinding hotel memberitahu kesadarannya bahwa dia sudah berada di kamar. Tapi tubuhnya kembali dipaksakan untuk tetap terjaga meski angka jarum jam menunjukkan tengah malam bahkan beberapa menit lagi tanggal berganti. Semakin cepat dia menyelesaikan tugasnya semakin cepat dia kembali hang out bersama sahabatnya.

Chương tiếp theo