William akhirnya kembali tersenyum setelah melihat senyuman Rose, ia menyentuh lembut punggung tangan Rose dan menggandengnya, melangkah bersamanya melewati pintu besar yang sudah terbuka lebar dengan pelayan-pelayan yang menyambut mereka dengan senyuman ramah.
"Dimana ibu?" Tanya William kepada kepala pelayan yang berambut putih serta berkaca mata.
Pria yang bisa dipanggil Ben itu lantas mengantarkan William dan Rose kepada Jane yang ternyata tengah memanen anggur di halaman belakang mansion-nya yang berukuran berhektar-hektar.
"Wah, kalian bahkan memiliki kebun anggur dibelakang rumah?" Tanya Rose yang tidak berhenti terkagum-kagum setelah sebelumnya terpesona dengan desain interior mansion ketika melangkah menyusuri lorong besar bergaya klasik dengan pilar-pilar besar yang kokoh disetiap sudut, kini ia disuguhkan dengan pemandangan yang sangat menyegarkan mata yaitu hamparan kebun anggur dengan anggur-anggur yang menggantung indah dan siap untuk dipanen.
"Daripada bunga, ibuku lebih suka menanam sesuatu yang dapat ia makan." Sahut William, tidak lupa ia juga berbisik dan menambahkan "Ibuku sangat suka makan."
"Sungguh?"
William mengangguk seperti seekor anjing kecil yang membuat Rose tidak dapat mengalihkan pandangannya.
"Cobalah..." William memetik sebuah anggur yang berada tepat tidak jauh dari jangkauannya dan menggosoknya sedikit lalu menyodorkan anggur yang dipetiknya tepat di permukaan bibir Rose.
"Semua anggur disini ditanam secara organik jadi tidak akan masalah jika kamu langsung memakannya." Jelas William.
"Kenapa warnanya berbeda?" Tanya Rose yang tidak langsung memakan anggur pemberian William.
Warna anggurnya masih terlihat kehijauan sementara kebanyakan anggur yang bergantungan disekitar mereka berwarna hitam.
"Ini belum matang bukan?" Terka Rose galak.
"Ini berbeda jenis sayang." Jawab William meyakinkan.
"Sungguh?" Tanya Rose sekali lagi yang merasa tidak yakin dengan jawaban William.
"Ya sudah kalau tidak mau." Ucap William ia kemudian memakan anggur itu dengan wajah datar dan tidak terlihat merasa asam.
"Manis sekali." Ucap William dengan lantang.
"Ya sudah aku mau." Ucap Rose, anggurnya memang terlihat sangat segar sebelumnya mungkin ia hanya berburuk sangka kepada William.
William kemudian memetik sebuah anggur lagi masih ditangkai yang sama lalu kemudia menyodorkannya ke hadapan Rose dan tanpa rasa curiga sedikitpun, Rose segera melahapnya langsung dari suapan William.
Tanpa perlu menunggu waktu lama untuk melihat ekspresi menyeringit Rose yang merasa keasaman ketika mengunyah anggur pemberian William.
"Dasar pembohong!" Pekik Rose kesal tapi kemudian William malah menyambar bibirnya dan menyesapnya dalam.
Mata Rose terpejam, tubuhnya kaku menahan esapan serta lumatan-lumatan lembut yang William berikan di bibirnya. Rasa asam di rongga mulutnya perlahan berganti dengan manisnya Saliva mereka yang saling bertukar, saat Rose tanpa sadar mengerang dan membuat bibirnya sedikit terbuka lalu tanpa aba-aba William langsung memasuki rongga mulut Rose dan membelitkan lidah mereka. Rose akhirnya tidak sanggup untuk tidak membalas, ia ikut mengecap ujung lidah William bermain di rongga mulut William, menyisir deretan giginya lalu kembali menyesap permukaan bibir William.
"Sekarang manis bukan?" Tanya William setelah melepaskan tautannya.
Nafas Rose masih terengah, kesadarannya belum terkumpul sepenuhnya setelah ciuman dalam yang William berikan padanya.
Rose tidak bisa marah, ia harus memegang ucapannya sebelumnya dan akhirnya hanya dapat memukul pelan dada William sambil tersenyum palsu dan bergumam "Dasar mesum!".
"Tapi rasanya menjadi manis bukan?" Bisik William menggoda sambil mengikuti langkah Rose.
Ross kembali menyeringai "Karena aku sudah menelan anggur asam yang kamu berikan sayang." Sahutnya menahan kesal.
"Apa perlu kita mencobanya lagi?" Tanya William yang dengan sengaja menempatkan sebuah anggur di bibirnya.
Oh aku menyesali kata-kataku sebelumnya...
.....
Setelah menyusuri pohon-pohon anggur yang merambat cukup tinggi mengikuti pagar yang membentang keatas menutupi langit-langit dengan dedaunannya sementara buah-buah anggur menggantung diantara rongga pagar.
"Dimana ibumu, aku lelah berjalan terus." Ucap Rose yang merasa pegal setelah berjalan hampir setengah jam namun mereka masih belum menemukan Jane.
Rose berjongkok karena tidak sanggup lagi melangkah terlebih dengan sepatu hak tinggi yang ia pakai.
"Mau beristirahat disini atau ingin aku gendong?" Tanya William yang ikut berjongkok menghadap Rose.
Rose tahu William mungkin sama lelahnya dengannya jadi ia memilih untuk duduk tanpa memperdulikan kemungkinan gaunnya akan kotor.
Tanpa perlu bertanya lagi, William sudah tahu jawaban Rose, ia kemudian beranjak bangun untuk memetik setangkai anggur berwarna hitam pekat lalu duduk tepat di sebelah Rose.
"Ini manis." Ucap William menjelaskan karena ia dapat mengerti arti dari sorot mata Rose yang tajam.
"Percayalah, aku tidak menggodamu kali ini." Lanjut William meyakinkan.
Walaupun ragu, Rose akhirnya mencabut sebuah anggur dari tangkai yang William sodorkan padanya lalu sedikit menggosoknya dengan gaunnya sebelum memakannya.
"Manis bukan?" Tanya William tersenyum senang yang juga mulai ikut memakan anggur bersama dengan Rose.
"Manis." Jawab Rose dengan bersemangat.
"Tapi bagiku bibirmu jauh lebih manis dan memabukkan." Sahut William yang sukses membuat wajah Rose merona.
Tanpa terduga William kemudian merebahkan kepalanya di atas paha Rose sambil sesekali menyuapi Rose dengan anggur ditangannya.
"Disini jauh lebih menyenangkan dari pada di pulau sebelumnya. Karena akhirnya kita bisa bersikap layaknya suami-istri tanpa beban yang menghadang perasaan kita." Gumam William.
"Benar." Sahut Rose setuju.
William kemudian kembali beranjak duduk, ada satu anggur hijau diantara anggur hitam di tanggan William.
"Mau mencobanya?" Tanya William, Rose tersenyum sambil menjawab "Kamu sangat pandai mengambil kesempatan."
Rose kemudian memetik anggur yang masih belum matang itu lalu menempatkannya diantara bibir William.
William tidak dapat melepaskan pandangannya dari wajah Rose, terlebih ketika Rose menatapnya dengan tatapan yang menggoda seperti saat ini sambil terus bergerak mendekatkan wajahnya.
Debar jantung William sudah tidak dapat dikendalikan, ia tidak bisa membendung hasrat yang menjalar keseluruh tubuhnya yang membuatnya gerah walaupun angin berhembus sejuk.
Oh ayolah... William ingin sekali menarik tubuh Rose merapat padanya tapi ia menahan dirinya sampai ia merasakan deru hangat nafas Rose menerpa wajahnya.
Artinya mereka sudah sangat dekat, senyuman Rose seperti aba-aba dan William sudah sangat tidak sabar.
"Ada ibu." Ucap Rose tiba-tiba, William yang terkejut tanpa sadar menggigit anggur yang belum matang itu yang sejak tadi berada di bibirnya lalu menelannya dan segera beranjak bangun mengikuti Rose yang sudah beranjak lebih dulu.
Menahan rasa asam di mulutnya, William menoleh kearah kebelakang tapi tidak ada siapapun disana dan begitu ia menoleh kembali, Rose sudah berlari kabur menjauh.
"Dasar nakal!" William segera mengejar langkah Rose dan berusaha menangkapnya tapi Rose cukup gesit dan terus menghindar sambil tertawa sementara William juga tidak dapat menyembunyikan tawanya.
Matanya berbinar ketika berusaha untuk menangkap Rose dan mengejarnya kembali karena Rose terus saja menghindar.
Dari kejauhan Jane dapat melihat untuk pertama kalinya William tertawa seperti itu, bukan tawa palsu melainkan tawa lepas.
Tentu saja semua itu membut Jane ikut merasa bahagia.
"Aku tidak salah memilih istri untuk William bukan?"
Jane menoleh kearah suara berat yang sangat dikenalnya itu, yaitu suara suaminya Jackson.
Tidak mau menanggapi ucapan Jackson, Jane lebih milih meninggalkan Jackson.
***