webnovel

~ 5 ~

Bel tanda berakhirnya istirahat telah berbunyi sekitar 15 menit yang lalu. Seharusnya tepat pukul segini jam pelajaran ke lima sudah di mulai. Tetapi, di kelas XI-IPA2 belum ada tanda-tanda jam pelajaran ke-5 tersebut akan di mulai.

Hal itu menyebabkan suara gaduh di kelas Diva dan kawan kawan nya. Hari ini sudah dua jam mata pelajaran yang kosong. Alias Free Class. Dan itu sangat disyukuri oleh siswa dan siswi yang penghuni kelas tersebut.

"Div!" Riza membalik kan badan nya memperhatikan Diva yang sedari tadi melamun. Zuma yang juga penasaran membalik kan tubuhnya mengikuti Riza menghadap ke Diva.

"Please Riz. Kalo lo mau bahas masalah yang tadi, jangan sekarang. Gua lagi gak mood buat bahas itu" Tembak Diva. Dia tau pasti Riza meminta penjelasan tentang kejadian tadi di kantin.

"Pasti ada sesuatu yang lo sembunyiin kan dari kita" Zuma memicingkan matanya curiga.

"Ck! Zum please jangan sekarang. Nanti gua cerita sama lo pada kok" Diva berdecak kesal. Wanita itu melipat kedua tangan nya di meja dan menidurkan kepalanya disana.

Riza dan Zuma menghembuskan nafas secara bersamaan. Bagaimana pun juga mereka tidak boleh memaksa Diva saat keadaan Diva yang seperti ini.

"Riz!" Panggil Zuma. Riza menoleh menatap nya.

"Apalagi?! Penjepit bulumata? Ambil tuh di tas gua" Zuma berdecak.

"Ck! Bukan. Gua kebelet pipis. Anterin ayo ke kamar mandi"

"Astaga Zum. Jalan sendiri kek. Ngapain ngajak gua? Minta di cebokin?" Riza mendengus memutar bola matanya malas.

"Ayo buruan! Kebelet!" Tanpa menunggu jawaban dari Riza. Zuma dengan seenaknya menarik lengan Riza setengah berlari meninggalkan kelas menuju kamar mandi karna keadaan nya yang saat ini sangat kepepet. Meninggalkan Diva yang masih setia pada posisi nya.

Selain centil, Zuma itu juga penakut. Buktinya, kamar mandi yang jaraknya hanya dua blok dari kelasnya saja minta temani Riza untuk pergi kesana.

Ting

Handphone milik Diva yang berada di samping wanita itu berbunyi, menandakan kalau ada notifikasi masuk dari hp nya.

Dengan malas dan masih berada di posisi yang sama. Ia menyalakan handphone merk Iphone kesayangan nya itu dan membuka aplikasi Whatsapp untuk melihat siapa yang mengiriminya pesan.

Diva langsung menegakan badan nya, setelah melihat siapa pelaku yang mengiriminya pesan barusan, Fabian. Ia membuka roomchat milik Fabian, dan mulai membaca pesan yang dikirim Fabian untuk nya itu.

Diva mengernyit bingung, Fabian mengajak nya bertemu? Apa ia akan meminta maaf atas perbuatan nya tadi di kantin? Saat itu juga senyum di wajah cantik wanita itu terbit menghiasi wajah cantik nya.

Zuma dan Riza yang baru saja selesai dari kamar mandi. Mengernyit bingung melihat perubahan ekspresi Diva sekarang. Mereka berjalan menghampiri Diva dan duduk di depan wanita itu.

"Div! Sehat kan lo?" Tanya Riza sambil meletakan punggung tangan nya di kening Diva.

"Ih! Lo kata gua sakit apa?" Gerutu Diva menepis tangan Riza dari dahinya.

"Lo utang penjelasan sama kita Div" Seru Zum yang di angguki Riza.

***

Kring kring

Bel berbunyi. Menandakan jam pelajaran terakhir di SMA Nusa Bangsa telah usai. Hal itu disambut antusiasme para siswa bahwa hari ini kegiatan belajar mengajar sudah berakhir.

"Selamat sore" Ucap Bu Syila, ia pun melangkah keluar meninggalkan kelas.

"Sore Bu" Jawab mereka serempak.

Selepas itu, mereka merapihkan buku mata pelajaran Bahasa Indonesia, mata pelajaran di jam terakhir kelas mereka.

Satu persatu dari mereka mulai terlihat meninggalkan kelas dengan wajah sumringah karena kewajiban mereka sebagai pelajar untuk hari ini telah berakhir.

Di kelas XII-IPA1 terlihat telah lenggang dan kosong hanya tersisa tiga orang di dalamnya. Yaitu Diva, Riza dan Zuma.

"Div, lo balik sama Fabian?" Tanya Riza. Mata wanita itu tetap terfokus pada layar ponsel miliknya.

Diva menoleh menatap Riza dan menjawab.

"Iya. Kalian kalo mau duluan, duluan aja" Jawab Diva sembari tersenyum.

"Oh bagus kalo bareng Fabian. Gua udah di jemput Papa gua nih" Ucap Riza setelah mendapat pesan dari Papa nya.

"Eh gua juga duluan deh. Bang Tian juga udah di depan" Timpal Zuma. Diva tersenyum kecut mendengarnya. Ia iri dengan Zuma yang memiliki hubungan sangat dekat dengan kakak laki-lakinya, berbanding terbalik dengan Diva dan Alterio, abang nya.

"Yaudah gih. Hati-hati ya! Kalo di senggol, langsung bacok! Oke?" Riza dan Zuma mengganguk. Keduanya pun beriringan keluar kelas dan meninggalkan Diva seorang diri.

Ia kembali mengecek ponselnya dan mengirimi Fabian sebuah pesan. Menyakan keberadaan pria itu.

Dan tak membutuhkan waktu lama, pria itu langsung membalas pesan dari nya.

Setelah mendapat balasan dari Fabian dan Membacanya. Wanita itu segera menggendong tas sekolah nya dan beranjak ke taman belakang sekolah, tempat dia dan Fabian akan bertemu.

Diva melangkahkan kaki cepat setengah berlari, ia tidak mau membiarkan Fabian menunggu lama dan membuat pria itu marah pada nya.

"Fabian!" Panggil Diva setelah wanita itu sampai di tempat mereka janjian, taman belakang sekolah.

Lelaki yang tengah duduk di kursi taman itu menolehkan kepalanya menatap Diva, memperhatikan wanita itu dari atas sampai bawah.

"Lo lari?" Tanya Fabian. Mata pria itu kembali meneliti Diva, dahinya yang berkeringat dan nafasnya yang tidak beraturan menandakan kalau wanita itu berlari untuk sampai kesini.

Tangan Fabian terulur menarik wanita itu untuk duduk di sampingnya. Membiarkan wanita yang tengah mengatur nafasnya yang tidak beraturan.

"Iya. Aku takut kamu nunggu aku lama Fab" Jawab Diva setelah ia berhasil menormalkan deru nafasnya.

"Ck bego banget sih Div! Gua nyuru lo kesini, bukan nyuru lo lari dateng kesini" Decak Fabian. Diva menghembuskan nafasnya mendengar perkataan pria itu barusan.

"Tapi, tadi kamu minta aku buruan dateng kesini" Ucap Diva membela diri.

"Iya. Tapi gua kan gak nyuruh lo lari"

"Iya maaf"

"Ekhem!" Fabian berdehem. Membenarkan posisinya dengan sedikit memiringkan posisi tubuhnya menghadap ke arah Diva.

"Div. Dengerin gua baik-baik!" Fabian menatap Diva tepat di matanya. Kedua tangan pria itu menumpuh pada bahu Diva. Posisi mereka yang saat ini amatlah dekat, memberikan efek tersendiri bagi Diva.

Diva mengangguk, tatapan mata Fabian benar-benar mengunci dirinya. Sorotan mata Fabian yang teduh membawa dia pada sebuah kenyamanan. Disaat seperti ini ia berharap memiliki mesin waktu agar wanita itu bisa menghentikan waktu untuk saat ini. Ia benar-benar menyukainya, ia suka berada dekat dengan Fabian.

"Lo tau resiko nya kan Div? Gua udah ngomong kayak gini sama lo sebelumnya dan gua harap lo paham. Cuma lo, Riza, Zuma dan temen-temen gua yang tau kalo lo sama gua punya hubungan" Pria itu menarik nafas nya dan menghembuskan nya perlahan. Tangan pria itu terulur menyelipkan anak rambut Diva ke belakang telinga wanita itu.

Diva masih diam, menatap Fabian menunggu perkataan selanjutnya dari kekasihnya itu.

"Gua mohon banget sama lo. Bisa lo bersikap biasa aja? Maksud gua, bersikap seolah kayak lo bukan siapa-siapa gua. Bersikap seolah lo gak kenal sama gua. Bisa kan Div?" Diva menggelengkan kepalanya dan dengan sekali sentak tumpuan tangan pria itu terlepas dari bahunya.

"Aku gak bisa. Dan aku gak mau Fab!" Jawab wanita itu pelan. Kedua matanya mulai berkaca-kaca. Dia membuang mukanya tak sanggup lagi membalas tatapan Fabian.

"Div lo gak boleh Egois! Ini udah kesepakatan kita dari awal" Sergah Fabian, ia hampir saja kelepasan ingin membentak wanita yang ada di hadapan nya ini.

"T-tapi kenapa Fab? Selain karna kesepakatan itu, apa alasan kamu mau nutupin hubungan kita? Fabian kita udah hampir satu tahun pacaran, kamu mau nutupin hubungan kita sampai kapan?" Diva masih membuang mukanya, ia tidak mau Fabian melihat air mata nya yang mulai menetes perlahan dari kedua matanya.

"Div liat gua!" Tangan Fabian tergerak menangkup wajah Diva kemudian mengarahkan menghadap menatap wajahnya. Tidak ada penolakan dari gadis itu.

"Div jangan nangis" Fabian mengusap lembut air mata Diva. Kemudian ia memeluknya. Diva masih diam, tidak membalas pelukan Fabian.

"Gua minta maaf" Pria itu merasa tidak enak dengan keterdiaman Diva saat ini.

"Maaf Div. Gua gak maksud gitu. Gua cuma gak mau Jenisa jauhin gua karna tau gua punya hubungan sama lo" Diva menggigit bibirnya kuat-kuat menahan isakan yang hampir lolos dari bibirnya.

"L-lepas Fab! Aku mau pulang" Diva mulai berontak meminta Fabian untuk melepaskan pelukan nya. Fabian menghembuskan nafas nya dan mulai mengendurkan pelukan nya.

Fabian masih menatap gadis di hadapanya itu. Kemudian Fabian bangkit dari duduknya, memegang tangan Diva, menarik pelan wanita itu untuk bangun dari duduknya.

"Mau pulang kan?" Tanya nya. Diva mengangguk.

Kemudian Fabian menggiring wanita itu mengajak nya meninggalkan tempat tersebut. Diva masih menatap ke arah Fabian. Sudah satu tahun mereka bersama. Tapi selama itu juga tidak cukup untuk Diva menebak sikap Fabian yang selalu berubah-ubah.

Fabian masih menuntun gadis itu meninggalkan area sekolah menuju gerbang. Diva mengernyit bingung setelah mereka sampai di depan gerbang SMA Nusa Bangsa.

"Lo hati-hati ya" Ucap Fabian kemudian pria itu melepas tautan tangan nya di tangan Diva. Diva mengernyit dan berkata.

"Lho, kamu?" Tanya Diva bingung.

"Gua masih nunggu Jenisa selesai latihan Cheers, abis itu gua mau anter dia pulang. Lo duluan aja, hati-hati ya!"

Lagi, Diva menelan salivanya kecewa. Ia berpikir kalau Fabian akan mengajaknya pulang bersama seperti yang biasa pria itu lakukan. Dia mengerjapkan matanya menghilangkan genangan air mata yang mulai menumpuk dari pelupuk matanya.

You hurt me, fabian!