webnovel

My version, Lucia [Hunter x Hunter]

Aku adalah seorang gadis biasa yang berumur 29 tahun dan namaku adalah Airine. Hidupku bisa dibilang sangatlah biasa dan membosankan. Aku ini termasuk otaku, sangat menyukai anime. Untungnya masih belum akut. Pada suatu hari, saat aku terbangun dari tidurku dan membuka mataku, aku terkejut dan bingung. Kenapa? Ya karena aku bukan berada di dalam kamarku sendiri. Sepertinya aku sudah berada di dunia yang bukan dari duniaku. Aku melihat sekelilingku, tidak ada jendela, hanya ada satu pintu besi yang terkunci, dan ada banyak boneka dan mainan di ruangan ini. Kenapa aku terkurung di tempat ini? Entah kenapa aku merasa tempat ini tidak asing, dan aku sering melihat hal-hal seperti ini. Tapi dimana ya? Aku sangat yakin, kalau aku berada di dunia anime. Tunggu itu berarti... Apa aku mati?! Atau bereinkanasi? Bertransmigrasi? Tunggu! Kenapa tidak ada Dewa atau Dewi atau Tuhan yang akan memberikanku system atau apa pun itu yang biasanya muncul seperti yang aku baca di novel-novel pada umumnya? Silva, ayahku memberiku tugas dan aku keluar meninggalkan rumah. Aku mengikuti ujian Hunter. Bisakah aku menjadi seorang Hunter profesional bersama Gon dan teman-temannya? -------------------------------------------------------------- Sebelum membaca lebih lanjut, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya, jika ada kata-kata yang menyinggung atau tidak berkenan dihati. Cerita ini hanya untuk kesenangan saya sendiri atau hanya untuk menghibur semata. Cerita ini hanyalah fiksi penggemar dan di ambil dari cerita HxH (Hunter x Hunter). Semoga kalian suka ya. Selamat membaca :D

Rybee · Tranh châm biếm
Không đủ số lượng người đọc
145 Chs

112 - Genei Ryodan × Netral × Zoldyck Part 1

Light dan Kurapika tiba di tempat tujuan. Light mendapatkan kabar buruk mengenai putrinya, Neon yang jatuh pingsan pun langsung bergegas pergi ke lantai 15 kamar 501, di mana tempat Neon berada.

Sementara itu, selama pencariannya, pembunuh bayaran yang memakai topi tersenyum licik karena telah menemukan targetnya. Dia bisa mencium bau darah dan menyadari bahwa targetnya sengaja meninggalkan jejak darah.

Pembunuh bayaran (memakai topi) : (Jejak darah... Dia ingin ditemukan, dengan meninggalkan bekas yang hanya dimengerti oleh pembunuh lain. Ternyata dia sama sepertiku. Kita ini sama. Tertarik membunuh.)

Pembunuh bayaran itu terus berjalan pelan dan sampai ke sebuah ruangan. Kemudian dia mengintip ke dalam ruangan tersebut secara perlahan dan hati-hati dari balik tembok.

Terlihat ada seseorang yang sedang terikat di kursi dan diletakkan di tengah-tengah ruangan. Ternyata seseorang itu adalah pembunuh bayaran elit lainnya.

Tampak Chrollo berdiri di belakang pembunuh bayaran elit itu sambil memegangi sebuah pena yang masih tertancap di kepala. Sejak awal Chrollo sudah mengetahui kedatangan pembunuh bayaran yang memakai topi itu. Dia menatap tajam dan sinis ke arah pintu.

Chrollo : Tenang saja. Aku tidak akan menggunakan trik murahan.

Chrollo mencabut pena yang tertancap di kepala pembunuh bayaran elit itu.

Chrollo : Ayo kita bermain sebentar, satu lawan satu.

Pembunuh bayaran yang memakai topi terpaksa menunjukkan dirinya dan mengeluarkan pisau belatinya. Dia tersenyum penuh percaya diri.

Pembunuh bayaran (memakai topi) : Ya.

Di luar gedung perlelangan, para anggota laba-laba sedang membersihkan para mafia. Tampak Phinks sedang memutar kepala mafia. Mafia itu pun langsung mati. Di hadapannya, Feitan sibuk melihat ponselnya.

Feitan : Aku dapat pesan dari Zero.

Phinks : Apa katanya?

Feitan : Katanya boss ingin memulainya di dalam gedung pemakaman, jadi kita harus ke sana.

Phinks : Walaupun kita tidak terlalu jauh dari gedung itu. Tapi bagaimana yang lainnya?

Feitan : Yang lain juga sama. Mereka sudah membersihkan para sampah sambil mendekati gedung. Meskipun Zero menyuruh kita pelan-pelan dan santai saja.

Phinks : Ok, jadi ayo kita pergi.

Feitan : Dan juga, katanya boss menambahkan peraturan baru.

Phinks : Peraturan? Apa?

Feitan : "Lakukan seliar mungkin."

Feitan dan Phinks tersenyum licik. Setelah mendapatkan perintah, seluruh anggota Genei Ryodan langsung bergerak melakukan aksi pembantaian kepada seluruh mafia tanpa adanya belas kasihan sedikitpun. Terjadilah medan pertempuran di luar gedung pemakaman. Kota Yorknew telah menjadi lautan darah.

Pembunuh bayaran yang memakai topi hampir seluruh tubuhnya sudah terkoyak-koyak dan hilang di makan oleh Indoor Fish.

Tampak Indoor Fish masih berterbangan di sekitaran pembunuh bayaran itu. Pembunuh bayaran itu hanya bisa tertawa bagaikan orang gila yang sudah putus harapan.

Pembunuh bayaran (memakai topi) : Hehehe... Kenapa? Hehehe... Kenapa aku masih hidup? Hahaha...

Chrollo yang membelakangi pembunuh bayaran itu menghadap ke arah jendela kaca besar. Dia sedang menikmati pemandangan pembantaian yang sedang dilakukan oleh seluruh anggota rekannya. Dia hanya tersenyum.

Chrollo : Ikan ini disebut Indoor Fish. Terbuat dari Nen dan hanya hidup di ruangan tertutup. Ikan karnivora yang menyukai daging manusia. Korban tidak berdarah atau merasakan sakit. Mereka tidak akan mati meskipun seluruh tubuh sudah hilang di makan sampai Nen-nya hilang.

Pembunuh bayaran (memakai topi) : Kyahahahaha... Tidak akan mati... Hehehe...

Pembunuh bayaran itu sedikit terkejut karena tiba-tiba ada seseorang berjalan santai memasuki ruangan. Dia sama sekali tidak menyadari keberadaan orang itu.

Chrollo tidak menoleh untuk melihat siapa yang datang karena dia bisa mengetahui orang tersebut dari pantulan bayangan jendela kaca besar yang ada dihadapannya.

Chrollo : Sejak kapan kau datang?

Lucia : Sejak kau keluar dari lift bersama seorang wanita (tersenyum)

Lucia berhenti melangkah tepat di samping pembunuh bayaran itu. Lalu melihat ke arah samping dan tersenyum licik.

Lucia : Aduhh kasihan... Apa paman merasa tersiksa? Mau kubantu supaya tidak tersiksa? Hihihi...

Pembunuh bayaran itu hanya tertawa. Chrollo menekan satu tombol dari remote control yang ada ditangannya untuk membuka jendela kaca besar. Jendela kaca itu bergerak dan tergeser perlahan-lahan turun ke bawah.

Angin kencang langsung memasuki ruangan dan menerbangkan golden dan rambut panjang Lucia. Seketika itu juga Indoor Fish pun menghilang bagaikan tertiup angin.

Pembunuh bayaran yang masih tertawa itu tiba-tiba ambruk ke lantai dan darah pun mulai mengalir keluar dari tubuhnya. Lucia melihat Chrollo menutup buku Skill Hunternya.

Kemudian Chrollo menutupi matanya. Dia menghirup udara segar yang masuk ke dalam ruangan. Lalu dia mengangkat kedua tangannya ke atas. Lucia tersenyum. Dia sudah bisa menebaknya apa yang akan terjadi.

Lucia : (Sudah saatnya dimulai, kah?)

Seolah-olah menjadi seorang pemimpin orkestra, Chrollo mengayunkan kedua tangannya bagaikan menuntun para pemain orkestra untuk memainkan alat musik mereka.

Seolah-olah bagaikan dituntun untuk mengikuti melodi sang pemimpin orkestra. Para anggota Genei Ryodan pun menggila, perperangan dan pembantaian pun terus berlanjut tanpa henti. Itulah awal dari badai malam yang besar dan dibanjiri darah yang sangat menyedihkan.

Chrollo masih menikmati gerakan tangannya sambil terus memikirkan ramalannya. Lucia yang berdiri di samping Chrollo mendengar seluruh isi hati dan pikirannya pun hanya bisa tersenyum licik.

Chrollo : (Uvo-san... Kikoemasuka (Uvo, apa kau bisa mendengarku?) Sekarang kami sedang memainkan lagu untuk arwahmu.)

Gon dan Killua sedang berada di dalam kereta api express. Mereka bermaksud mau menemui Kurapika secara langsung. Akan tetapi, kereta api tiba-tiba berhenti dan terdengar suara operator kereta yang muncul melalui speaker.

Operator : "Kami melakukan pemberhentian darurat. Para pelanggan harap berhati-hati dalam melangkah."

Gon : Nani ka attan ka (Apa yang telah terjadi?)

Operator : "Kami sedang melihat keadaan saat ini."

Killua : Entahlah...

Operator : "Sekarang ini, semua kereta sedang diberhentikan. Untuk keamanan anda, di mohon untuk bersabar."

Gon mengeluarkan ponselnya.

Gon : Di sini tidak ada sinyalnya. Dan kita tidak tahu kapan keretanya akan bergerak lagi.

Killua : Apa boleh buat... Kita lari saja.

Para boss mafia yang berada di dalam satu ruangan menjadi resah dan gelisah. Terjadi keributan kecil karena mereka yang sejak tadi menunggu perlelangan tapi tak kunjung dimulai. Perlelangan pun telah ditunda sementara dikarenakan terjadinya medan pertempuran antara para mafia dan Genei Ryodan.

Mafia 1 : Berapa lama lagi kita harus menunggu?!

Mafia 2 : Hei!! Apa yang telah terjadi diluar?!

Mafia 3 : Aku bisa mendengar ledakan mendekat!

Mafia 4 : Kapan perlelangannya dimulai?!

Mafia 5 : Jelaskan apa yang terjadi!

Pegawai : To-tolong harap tunggu sebentar lagi.

Mafia 5 : Perlelangan akan diadakan atau tidak, katakan dengan pasti!

Kurapika yang mendapatkan izin keluar dari dalam kamarnya Neon berkeliling di sekitar gedung untuk mengecek keadaan dan situasi saat ini. Dia menuruni anak tangga.

Kurapika : (Di sini jadi kacau... Perlelang dan penangan akan kehilangan kendali oleh situasi cepat atau lambat.)

Sekarang Kurapika berada di lobby. Tiba-tiba ponsel Kurapika berdering.

Kurapika : Moshi-moshi...? (Halo...?)

Gon : Oh, Kurapika?

Kurapika : Hah?

Gon : Syukurlah, akhirnya bisa terhubung denganmu.

Kurapika : Gon?!

Gon : Ya, apa kita bisa bicara sekarang?

Kurapika : Ah, maaf. Tapi aku sedang ada masalah sekarang. Akan kuhubungi lagi nanti.

Gon : Tunggu sebentar! Kalau gitu satu menit saja. Ada hal penting yang harus kukatakan padamu. Aku dan Killua bertemu dengan Ryodan.

Kurapika terkejut bukan main saat mendengar perkataan Gon. Dia membelalakkan matanya. Gon mengatakan bahwa Ryodan menangkap mereka. Kurapika yang mendengar hal itu langsung menjadi murka. Dia berteriak marah kepada Gon.

Kurapika : Apa yang kalian pikirkan?! Apa kalian tahu seberapa berbahayanya mereka?!

Killua : Gon coba pinjem teleponnya.

Gon langsung memberikan ponselnya.

Killua : Aku sudah tahu, tapi setelah bertemu dengan mereka, semuanya menjadi jelas. Mereka memang kuat. Untuk kami yang sekarang ini, itu hal yang mustahil. Karena itu, kami membutuhkan bantuanmu.

Gon : Kami juga ingin membantumu, Kurapika.

Kurapika : Fuzakena (Jangan bercanda) Aku tidak akan tanggung jika kalian ikut terbunuh.

Killua : Apa kau tidak ingin tahu markas mereka?

Kurapika : Aku sudah punya sumber informasi tersendiri.

Killua : Apa kau sudah tahu semua kekuatan mereka?

Kurapika : Cukup! Jauhi saja Ryodan!

Killua pun mulai emosi. Ekspresi wajahnya berubah menjadi menyeramkan.

Killua : Aku tidak bisa tidak ikut campur karena Luci berada di sana bersama mereka!

Meskipun Kurapika sudah mengetahui soal Lucia adalah anggota Genei Ryodan, akan tetapi dia tetap saja tersentak kaget. Tanpa sadar dia menggertakkan giginya dengan geram tanpa suara. Dia masih diam untuk mendengarkan perkataan Killua.

Killua : Dan kau itu pengguna rantai yang telah membunuh salah satu teman mereka, bukan? Mereka sedang mencarimu!

Tiba-tiba suara Killua meninggi. Gon yang berada di samping Killua mulai khawatir dan kebingungan.

Killua : Jika kau tidak ingin menganggap kami sebagai teman, kami akan tetap melakukan apapun tanpa perlu bantuanmu itu!

Killua pun langsung menyodorkan ponsel ke Gon dengan kesal. Kurapika masih tidak berkomentar apa pun.

Gon : Kurapika... Salah satu dari teman mereka menangis di depan kami. Dia bilang, "tidak akan kumaafkan orang yang membunuh temanku."

Gon teringat kembali dengan wajah Nobunaga yang menangis. Seketika itu juga, ekspresi Gon berubah menjadi serius.

Gon : Aku juga sangat marah saat melihat itu... Tidak bisa kumaafkan hal itu. Kita juga ingin menghentikan mereka! Tolonglah, Kurapika...

Kurapika : Akan kuhubungi lagi nanti.

Tanpa menunggu balasan, Kurapika langsung memutuskan sambungan teleponnya. Kurapika berdiam diri ditempatnya. Dia sangat murka. Dia kembali berpikir keras dengan perkataan Killua dan Gon.

"Aku tidak bisa tidak ikut campur karena Luci berada di sana bersama mereka! Jika kau tidak ingin menganggap kami sebagai teman... Kita juga ingin menghentikan mereka!"

Kata-kata Killua dan Gon masih terngiang-ngiang di kepalanya. Tanpa sadar, Kurapika mengepal tangannya dengan erat.

Sementara itu, perperangan di luar gedung masih terus berlanjut. Terdengar suara ledakan yang cukup besar. Kurapika pun langsung keluar untuk melihatnya. Dari kejauhan, terlihat ada seseorang berjalan pelan ke arah gedung.

Mafia 1 : Seseorang datang!

Mafia 2 : Apa dia membawa senjata?

Seseorang itu ternyata adalah anggota mafia lainnya yang telah dikontrol oleh Shalnark dengan teknik Nen Auto Mobilenya dan dibantu sama Machi yang menggunakan teknik Nen benangnya dari kejauhan.

Mafia 3 : Pe-percuma saja. Mereka terlalu kuat. Kita tidak punya kesempatan... Seberapa kuat mereka?!

Kurapika merasa ada yang aneh. Dia menyipitkan matanya supaya bisa melihat lebih jelas. Mafia yang dikontrol itu tiba-tiba melesatkan serangan tembakan peluru beruntun ke arah mafia lainnya.

Mafia : Sekuat ini!! Kyahahahahaha...

DORR!! DORR!! DORR!! DORR!!

Mafia : AAAHHHHHHHHHHHH!!!!!!

Kurapika langsung melompat masuk ke dalam gedung untuk melindungi diri dari serangan tembakan peluru beruntun.

Kurapika : Sial!

Salah satu bodyguard mafia yang bernama Bean melihat ke arah jendela kaca. Dia merasa khawatir dan kebingungan dengan situasi saat ini.

Bean : (Bagaimana ini?! Di dalam gedung sudah ada anggota Ryodan.)

Bean mencoba untuk mencari bantuan. Dia pun segera menghubungi bodyguardnya para Ten Dons.

Bean : Ini Bean! Segera sambungkan teleponku kepada para Ten Dons! Ini sangatlah penting!

Sedangkan Kurapika kembali berkeliling di dalam gedung. Dia menaiki anak tangga dengan ekspresi serius.

Kurapika : (Penyusup sudah pasti anggota Ryodan. Tujuan mereka adalah mencuri sisa barang perlelangan dan membalaskan dendam kematian rekannya.)

"Tidak akan kumaafkan orang yang membunuh temanku."

Tiba-tiba Kurapika kembali teringat dengan perkataan Gon yang ada di telepon tadi.

Kurapika : (Itulah yang kuinginkan!)

Sementara itu, para mafia lainnya yang berada di dalam gedung mulai panik dan merasa gelisah. Mereka yang ketakutan mulai mempeributkan sesuatu hal yang sepele.

Mereka meminta kembali senjata mereka yang di sita oleh pihak pegawai perlelangan. Pegawai sedang berusaha mencoba untuk membujuk dan menenangkan para mafia yang tampak mulai mengamuk.

Mafia 1 : Aku tahu kalian punya pembunuh professional yang sedang berjaga di gedung ini!

Mafia 2 : Jika kalian berharap pada para bajingan itu, kalian harus melawan kami!

Tiba-tiba Silva menghantam tembok gedung. Seketika itu, sekitaran tembok gedung yang mengenai hantaman langsung hancur dan retak. Para mafia yang mengancam pegawai terkejut dan langsung menoleh ke arah belakang.

Silva dan Zeno yang berdiri di lantai dua menatap sinis, dingin dan tajam bagaikan ingin membunuh ke arah para mafia. Seketika itu, suasana menjadi tegang dan sunyi. Para mafia yang tadinya ribut semuanya menjadi terbungkam diam di tempat.

Zeno : Namaku adalah Zeno Zoldyck.

Mafia 1 : Pe-pembunuh terkenal keluarga Zoldyck!

Mafia 2 : Ten Dons menyewa mereka?

Zeno : Saat ini, salah satu dari anggota Ryodan telah memasuki gedung ini.

Para mafia terkejut bukan main.

Zeno : Dia sudah membunuh banyak pembunuh bayaran elit yang kalian sewa. Walaupun kalian membawa senjata, aku hanya butuh tujuh detik untuk membunuh kalian semua. Musuh mampu melakukan hal serupa. Jika mengerti, diamlah di situ. Jika kalian ingin mati, itu beda cerita lagi...

Para mafia yang merasa nyawanya terancam membeku di tempat bagaikan batu. Mereka yang mendengar perkataan Zeno hanya bisa tercengang dengan mulut terbuka. Suasana yang tegang menjadi sunyi senyap.

Lucia yang berdiri di balik tembok yang tidak jauh dari sana tersenyum licik. Dia merasa terkagum-kagum dengan ancaman Zeno. Dia melihat Zeno dan Silva sudah mulai bergerak pun langsung pergi dari tempatnya.

Silva berada di sebuah lorong. Dia berdiri diam dan melihat tajam ke arah mayat yang ada di hadapannya. Tiba-tiba Zeno muncul dari kegelapan.

Zeno : Bagaimana?

Silva : Satu serangan dari belakang dan hanya menggunakan sebuah pena. Mengesankan. Keberadaannya hanya terasa dalam sekejap dan hampir tidak ada jejak.

Zeno : Hm...

Zeno berjalan melewati mayat.

Zeno : Apa boleh buat, akan kugunakan En. Meskipun ini teknik yang melelahkan.

Zeno dan Silva menaiki anak tangga.

Zeno : Kita mulai dari atap ke bawah.

Silva : Luas pada gedung ini sekitar 1000 meter. Ayah, apa ini tidak apa-apa?

Zeno : Bodoh, jika kau ingin, aku bisa melakukannya bahkan tiga kali lipat!

Silva dan Zeno mulai mengeluarkan sedikit auranya pada sekujur tubuh mereka.

Zeno : Bayaran pekerjaan ini hampir tak ternilai... (tersenyum licik)

Zeno dan Silva pergi ke arah yang berlawanan. Dan mengecek satu persatu dengan sesakma. Sedangkan Kurapika terus berlari ke arah atas dan berhenti tepat di depan satu ruangan.

Dia menatap tajam dengan waktu yang cukup lama ke arah ruangan tersebut. Dia merasa ada yang aneh pada ruangan itu, pada saat dia mau mengeceknya, tiba-tiba teleponnya bergetar.

Light : Kurapika! Kau dimana?! Kenapa lama sekali! Cepat kembali ke sini, segera! Tetaplah di sisi Neon!

Dengan perasaan berat dan enggan. Mau tidak mau Kurapika terpaksa kembali dan meninggalkan ruangan tersebut. Lucia yang melihat Kurapika bergegas turun ke bawah langsung keluar dari persembunyiannya lalu tersenyum licik.

Lucia : Zannen (Sayang sekali.)

Tidak lama kemudian, Zeno dan Silva sudah berdiri di depan ruangan tersebut. Mereka berdiri di depan pintu yang berbeda. Lalu secara bersamaan membukanya. Ruangan kosong yang sangat luas dan besar. Dari kejauhan terlihat Chrollo berdiri tegak dan tersenyum licik dengan cukup lebar di tengah-tengah sudut ruangan.

Zeno dan Silva menatap sinis, dingin dan tajam tanpa senyuman ke arah Chrollo. Chrollo yang tersenyum perlahan mengubah ekspresinya dengan tatapan tajam yang segera ingin membunuh lawan yang ada dihadapannya.

Chrollo : Sudah lama ya...

Silva : Kau mengingatku?

Chrollo : Bagaimana bisa kulupakan? Kau yang membunuh salah satu rekanku.

Silva : Itu sangat sulit.

Silva dan Zeno mulai berjalan santai dan perlahan mendekati ke arah Chrollo. Tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Refleks semua melihat ke arah pintu.

Lucia : Aa, yokatta wa. Saiwai, jikan dourideshita! (Syukurlah. Untung saja tepat waktu!) Hehehe...

Silva dan Zeno terkejut dengan kedatangan Lucia.

-Bersambung-