Bahagia aku bila bersamamu
Tenang hatiku dalam pelukanmu
Tetap denganku hingga kau menua
Hingga memutih rambutmu
*Bahagia Bersamamu - Haico*
⭐⭐⭐⭐
Happy Reading ❤
"Masyaa Allah, elo cantik banget sih hari ini," puji Wina saat melihat Gladys dalam balutan baju pengantin muslimah berwarna silver. Mata Wina berkaca-kaca karena bahagia melihat sahabatnya sudah menikah.
"Ya ampun gue pangling banget lihat elo berhijab kayak gini. Waktu pertama Intan cerita gue nggak percaya dan ternyata benar kata Intan kalau aura cantik lo lebih keluar. Apalagi sekarang elo sudah menikah. Benar-benar berbeda." Kali ini Ayu yang memujinya. Ia langsung memeluk sahabatnya itu dan menangis.
"Elo kenapa menangis sih? Memangnya elo nggak bahagia lihat gue sudah menikah?"
"Gue bahagia banget Dys. Tapi gue sedih elo harus melalui jalan berliku untuk meraih kebahagiaan ini. Lagipula gue masih belum bisa melupakan kata-kata Banyu saat itu."
"Itulah yang namanya hidup, Yu. Kalau semuanya mulus dan lancar, mungkin dia belum menutup aurat. Kalau dia tidak melalui ujian hidup seperti itu, dia nggak akan bisa menghargai orang-orang yang selalu ada untuknya," ucap Intan yang baru datang bersama Salma.
"Mommy!" Salma langsung minta gendong kepada Gladys yang dengan senang hati memenuhi keinginan Salma."Mommy, where is daddy? I miss him sooooo much."
"Daddy? Anak lo nyariin siapa sih?" tanya Ayu bingung. "Pacar lo pas di London?"
"Daddy!" Salma langsung menjerit kegirangan saat melihat sosok yang dirindukannya. Dilihatnya Banyu menghampiri Gladys dengan wajah sumringah. Ayu, Wina, dan Qori hanya bisa terbengong-bengong melihat hal itu. Sementara itu Intan dan Gladys tersenyum melihat para sahabat mereka melongo seperti itu.
Salma langsung turun dari gendongan Gladys saat dilihatnya Banyu mendekat. Kini Salma sudah berada dalam gendongan Banyu.
"Ini gimana ceritanya Salma memanggil Banyu daddy?" tanya Ayu penasaran. "Pas di London kalian kan belum balikan."
"Gue juga bingung kenapa tiba-tiba Salma panggil mas Banyu seperti itu. Padahal saat itu Salma baru pertama kali bertemu mas Banyu," jawab Gladys seraya bersandar manja pada Banyu yang berdiri di sampingnya sambil menggendong Salma.
"Itu artinya Salma sudah memiliki feeling kalau suatu saat aku akan menjadi suamimu, princess," ucap Banyu sambil mengecup kepala Gladys.
"Salma ini anak istimewa. Dulu pertama bisa bicara, dia langsung memanggil Gladys mommy. Gue saat itu sempat cemburu sama Gladys. Gue yang mengandung, gue yang melahirkan eh kata pertama bukan ummi tapi mommy. Tapi ada untungnya juga Salma dekat dengan Gladys, mereka berdua saling mengisi."
"Iya, kehadiran Salma di dunia ini memberi arti khusus untuk hidup gue. Seolah Allah mengirimkan dia untuk mengisi kekosongan bahkan menyembuhkan luka di hatiku."
"Bahkan karena Salma sakit kita bisa bertemu lagi. Iya kan sayang?" Banyu merangkul bahu Gladys.
"Iya mas, kalau bukan karena Salma dan Aidan yang dirawat di rumah sakit yang sama, entah kapan kami bisa bertemu kembali."
"Jangan-jangan kalau bukan karena kejadian itu, kamu nikahnya sama si Brian," goda Haidar yang kini hadir di antara mereka. Ia memeluk mesra Intan dari belakang.
"Brian? Bule mualaf itu?" tanya Banyu sambil menaikkan sebelah alis matanya. "Kalau cuma bule, aku nggak khawatir. Karena Gladys nggak suka bule. Dia senangnya pribumi. Nah, kalau saingannya seperti Lukas, itu bahaya."
"Weits ada apa nih namaku disebut-sebut?" tanya Lukas yang baru saja datang bersama Geraldine dan anak mereka.
"Ini lho mas, kata mas Banyu kamu itu saingan berat," jawab Gladys.
"Tenang Nyu, walau menurutmu aku saingan berat tapi perasaan cinta Gladys hanya buat kamu. Buktinya kejadian di restauran waktu itu. Kejadian waktu kalian..." Lukas langsung menutup mulut saat melihat Gladys melotot ke arahnya. Ya Allah kenapa mata itu sangat indah, batin Lukas. Ya, masih berat untuk Lukas melupakan perasaannya kepada Gladys walau dia sudah menikah dan memiliki anak dari Geraldine.
Semua yang mengerti tertawa mendengar ucapan Lukas. Memang, walau sudah jelas-jelas di depan mata ada pria yang mencintainya dengan bibit bebet dan bobot yang sesuai keinginan orang tua, namun perasaan Gladys untuk Banyu tak tergoyahkan. Kini Gladys dan Banyu saling memandang dengan penuh rasa cinta. Mereka telah melalui berbagai lika liku untuk sampai di titik ini. Cinta mereka telah teruji.
"Itulah yang namanya rencana ilahi. Nggak ada yang bisa menebaknya. Umur, jodoh, rezeki, maut. Semua sudah diatur olehNya. Siapa sangka sih seorang gadis manja anak pengusaha batik jatuh cinta pada seorang tukang sayur. Iya kan Dys?" ledek Wina. Wajah Gladys memerah. Banyu langsung menarik Gladys agar bisa menyembunyikan wajah di dadanya.
"Aah.. so sweet banget sih kalian. Bikin gue baper aja. Mana nih Erick?" tanya Qori sambil mencari suaminya yang sedang asyik mengobrol dengan bapak mertuanya. "Gue kadang bingung sama dia. Dulu waktu dia mengejar gue, katanya hanya gue yang bisa mengalihkan dunianya. Sekarang giliran sudah punya anak, gue susah banget mengalihkan dia dari pekerjaannya. Dasar lelaki!"
"Dia kerja kan buat kalian juga. Bukan buat orang lain kak Qori. Sama seperti kak Lukas. Dia selalu sibuk di rumah sakit. Sebagai calon dokter Ge berusaha mengerti kak Lukas. Walau terkadang kesal juga sih, baru pulang sudah ditelepon lagi karena pasien kritis," ucap Geraldine bersungut-sungut.
"Lho, memang itu kan tugas seorang dokter. Kami disumpah untuk mengutamakan pasien. Apalagi kalau sudah berhubungan dengan nyawa. Kamu harus mengerti itu dong, Ge." Lukas merangkul bahu Geraldine.
Kenapa dia tidak memanggil Ge dengan sebutan sayang atau sweet heart atau sweetie seperti yang dulu dia lakukan kepadaku. Apakah dia belum bisa mencintai Ge sepenuhnya? batin Gladys. Secara tak sengaja mata mereka bertatapan. Gladys buru-buru mengalihkan pandangannya pada Banyu. Sedangkan Lukas masih menatap Gladys selama beberapa detik lebih lama.
"Qoi, waktu itu elo pernah bilang kalau Erick itu best husband an best father. Kenapa sekarang elo ngomel-ngomel?" Gladys buru-buru membahas topik lain.
"Memang iya. Tapi kalau lagi kumpul keluarga seperti ini, dia lebih sering membahas masalah bisnis dengan papa Robert dan om Ditho. Tuh bang Gibran sekarang juga seperti itu. Padahal gue kan kepengen dipeluk-peluk seperti elo dan Intan."
"Mungkin dia nggak mau mengumbar kemesraan di depan umum, Qoi. Mas Jihad juga seperti Erick. Dia malu melakukan hal itu. Lain halnya bila kami sedang berdua. Menurut mas Jihad, kemesraan di antara kami ya hanya konsumsi kami berdua. Bukan untuk dilihat orang lain." Wina menenangkan Qori. "Gue yakin, kalau sedang berdua Erick pasti all out banget sama elo. Tuh buktinya elo sudah hamil lagi."
Semua mata menatap Qori yang tersipu malu.
"Beneran Qoi? Kok elo nggak bilang sama gue? Padahal kita rutin bertemu seminggu sekali." Khansa menatap tak percaya pada Qori. "Perasaan lo bilang masih mau menunda sampai Ryan masuk SD."
Qori tersenyum malu. "Kebobolan."
"Huuuu... itu namanya lupa angkat! Dasar Qoi!!" Semua orang menertawakan Qori yang tersipu malu.
"Kalian mau punya berapa anak, Nyu?" tanya Haidar. "Pasti nggak bakal menunda dong. Elo sudah lewat 30 kan?"
"Terserah nyonya, mas. Kalau aku disuruh produksi tiap tahun mah hayuk aja. Bahkan kalau mungkin tiap malam berhubungan langsung jadi aku gas pooll," jawab Banyu sambil memeluk pinggang sang istri yang kembali menyembunyikan wajahnya dalam pelukan Banyu. "Iya kan sayang?"
"Yaelaaah sok malu-malu lo Dys!" ledek Khansa yang disambut tawa yang lain.
"Sudah ah, ngapain sih bahas masalah kayak gitu disini. Urusan ranjang, rahasia rumah tangga. Nggak boleh dibahas disini. Malu, ah." sahut Gladys dengan gaya angkuhnya. Padahal ia malu setengah mati. Boro-boro mikir mau punya anak, baru diliatin oleh Banyu aja tubuhnya bergetar sedemikian hebatnya. Apalagi kalau sampai ... Aah, kenapa mendadak ruangan ini terasa gerah sih? Tanpa sadar Gladys mengipasi wajah dengan telapak tangannya.
"Kamu kenapa sayang? Pusing? Susah bernafas? Mana yang sakit?" tanya Banyu khawatir. "Wajahmu sampai berkeringat begitu. Kamu kepanasan?"
"Oh.. eh... a-aku nggak papa kok mas," jawab Gladys gugup. "Cuma agak gerah saja. Mungkin cuacanya yang terlalu lembab sehingga membuatku kegerahan."
Para sahabatnya saling berpandangan. Mereka tahu ada yang tidak beres pada Gladys, namun mereka tak tahu pasti mengenai apa.
"Kita temui papi mami dan ibu yuk. Tuh, mereka duduk disana," ajak Banyu. Ya, konsep resepsi mereka tidak mengharuskan mereka berdiri terus menerus di pelaminan. Kalau biasanya tamu yang menghampiri mempelai, kali ini kebalikannya. Mereka mengadakan resepsi di resort milik Pramudya yang dikelola oleh Berliana.
"Kak Adis!" Tiba-tiba seorang anak lelaki tampan mendatangi mereka. Banyu menyambutnya dengan tersenyum. Gladys memandang heran anak tersebut. Siapa ya?
"Kak Adis lupa sama Daffa?" tanya anak lelaki itu setengah merajuk.
"Astaghfirullah... kamu Daffa? Ya ampun kamu sudab besar ya. Sekarang Daffa kelas berapa? Kamu tinggal sama siapa?"
"Daffa sudah kelas 3 kak. Sekarang Daffa tinggal sama mama. Soalnya mama kesepian kalau nggak ditemani Daffa. Ayo Daffa kenalkan kak Adis ke mama." Daffa menarik Gladys untuk diajak menemui wanita cantik berhijab.
"Dys, ini tante Berli. Dia mamanya Daffa." Banyu memperkenalkan mereka. Tampaknya hubungan mereka membaik beberapa tahun terakhir ini.
"Adis, terima kasih ya dulu kamu begitu baik pada Daffa. Dia cerita kamu pernah membelikan mainan saat ulang tahun. Memang tidak salah kalau mas Pram menyayangi kamu. Selain cantik, kamu juga memiliki hati seperti malaikat."
"Ah, nggak juga tante. Ada saatnya sifat jelek saya muncul. Apalagi kalau berhadapan dengan kakak sulungnya Daffa," jawab Gladys jengah akibat pujian Berliana.
"Itu dulu. Kalau sekarang Banyu yakin, dia pasti nggak akan galak lagi," goda Banyu. "Dys, tante Berli inilah yang mengelola resort ini. Sesuai pesan ayah, resort ini diwariskan kepada Daffa dan tante Berli. Seperti yang pernah aku bilang, tante Berli memintaku mengurus kepemilikan resort ini sepenuhnya atas nama Daffa."
"Resortnya bagus tante. Udaranya sejuk, asri dan nyaman," puji Gladys tulus.
Tak lama tibalah acara yang ditunggu-tunggu. Pelemparan buket pengantin. Alih-alih melemparkan bunga tersebut, Gladys mendekati seseorang dan memberikan bunga tersebut.
"Ini buat saya?" tanya Astuti tak percaya.
"Iya tante. Biar tante cepat menemukan jodoh serta segera menikah seperti kami"
"Terima kasih ya Dys. Maaf kalau dulu saya jutek sama kamu. Ternyata cinta mas Banyu memang hanya untuk kamu." balas Astuti sambil memeluk Gladys.
⭐⭐⭐⭐
"Mas, kamu mau minum susu atau teh sebelum tidur?" tanya Gladys pada Banyu saat akhirnya mereka beristirahat di salah satu bungalow yang ada di resort milik Berliana.
"Sayang, sini kamu duduk dulu. Kamu pasti lelah dari pagi sudah sibuk." Banyu yang sudah berganti pakaian setelah melaksanakan shalat isya, kini mengenakan sarung dan kaos oblong putih.
"Aku nggak lelah kok, mas. Aku buatkan susu jahe saja ya. Biar lelah kamu hilang. Tapi susu jahe instan nggak papa ya, mas." Gladys bersikeras membuatkan minuman untuk Banyu. Sebenarnya itu ia lakukan karena ia gugup bila harus berdampingan dengan Banyu. Apalagi di bungalow itu mereka hanya berdua dan letak bungalow itu agak terpisah dari bangunan lainnya.
Gladys lantas menyibukkan diri membuatkan minuman untuk suami tercinta. Ia sengaja berlama-lama, berharap Banyu tertidur duluan. Sedang asyik mengaduk minuman, tiba-tiba sepasang tangan memeluknya dari belakang.
"Kamu itu bikin berapa gelas sih? Kok lama banget. Aku kangen sama istriku," bisik Banyu di telinga Gladys. Bulu kuduk Gladys meremang saat ia merasakan hembusan nafas hangat Banyu di lehernya.
"Hmm.. aku cuma bikin segelas saja kok buat kamu. Tadi aku masak air panas dulu," jawab Gladys gugup.
"Kami sengaja ya menyeduhkan minuman ini untukku?" Sekali lagi Banyu berbisik di telinga Gladys dan kali ini dengan nada sensual. Sebelah tangannya memeluk pinggang Gladys, sementara sebelah lagi mengelus lengan Gladys yang terbuka. "Aku suka lingeri ini. Pas sekali di tubuhmu."
"Eengh... minum dulu mas." Gladys buru-buru memberikan gelas pada Banyu. Ia benar-benar gugup.
"Buru-buru banget. Kamu sudah nggak sabar ya? Hmm.. sepertinya malam ini akan menjadi malam yang panjang buat kita."
"Hmm.. a-apa maksudmu mas?" tanya Gladys terbata-bata.
"Minuman, lingeri... hmm.. sepertinya kamu sengaja menggodaku and I like it."
"Maksudnya apa sih mas?" Gladys berbalik menghadap suaminya. "Aku kok bingung ya?" Kini tubuh Gladys terpojok antara meja dapur dan tubuh Banyu.
"Kamu tahu kan kalau minuman ini berkhasiat meningkatkan stamina pria, terutama dalam hal bercinta?" Gladys melirik bungkus minuman instan yang dia buatkan untuk Banyu. Ya tuhan, Gladys baru menyadari hal tersebut. Ini pasti kerjaan teman-temannya terutama kakak ipar laknat itu. Tadi saat berganti pakaian, ia pun tak bisa menemukan setelan piyamanya. Yang ada di lemari justru beberapa lembar lingeri yang seksi.
Ya tuhan, apakah itu artinya....
⭐⭐⭐⭐