webnovel

Putus

🔞🔞

.

.

.

Raiga mengerling ke arah Preinan sekilas. Dia merasa ada yang aneh dengan kekasihnya kali ini. Preinan tampak tersenyum saat di tanyai oleh Mamahnya saat mereka makan bersama. Tapi, sorot matanya yang sayu menyiratkan hal yang berbeda.

"Prei, kamu baik baik aja, kan?" Raiga bertanya saat mereka berdua masuk ke dalam kamar.

Preinan memohon agar Raiga mengizinkannya menginap malam ini. Dan Rai dengan senang hati memenuhi keinginan pacarnya itu. Tanpa menaruh curiga apapun.

Preinan melingkarkan kedua tangannya di pinggang Raiga, kemudian dengan sedikit berjinjit ia mengecup lembut bibir kekasihnya itu tanpa aba aba.

"Rai ...," gumamnya pelan. Kemudian mata abu abunya berkedip membinar. "Ayo kita lakuin itu sekarang," pinta Preinan yang anehnya bisa di mengerti oleh Rai.

"Jawab aku dulu." Raiga melepaskan kedua lengan Preinan. "Kamu ada masalah, kan?

Preinan menggeleng lemah, kemudian ia membenamkan kepalanya pada dada Raiga. "Aku cuma takut, kalo kamu bakal nolak keinginanku." jawabnya dusta.

Raiga menarik tubuh kekasihnya, kemudian menatap kedua bola mata Preinan secara bergantian. "Bener kamu nggak punya masalah apa apa? Aku cuma takut kamu rahasiain sesuatu di belakangku. Prei, kita ini terikat hubungan. Jadi, jangan sungkan buat cerita tentang hal apapun. Kalo aku bisa bantu, aku pasti bakal bantu,"

Preinan tersenyum nanar, kemudian ia menarik tangan Raiga yang memegangi bahunya. "Aku nggak apa apa, Rai. Beneran," sekali lagi, Preinan berbohong.

Raiga sedikit ragu. Namun, ia tak mau mencurigai Preinan tanpa alasan hanya karena firasatnya mengatakan bahwa Preinan berbohong. Buru buru ia tepis pikiran pikiran buruk dari kepalanya, kemudian menarik Preinan ke arah ranjang.

Mata keduanya kini saling memandang. Raiga duduk di tepian ranjang dan Preinan dengan perlahan mulai duduk di pangkuan Raiga. Gugup sekaligus cemas dia rasakan secara bergantian. Mata abu abunya menatap mata Raiga yang berseri seri. Dengan senyuman  teduh yang menghiasi wajah kekasihnya, Preinan perlahan mulai tenang. Perasaan gusar di hatinya perlahan menghilang.

Dia memberanikan dirinya, mencium bibir Rai dengan lembut dan berhasil membuat candu. Perlahan kedua lengannya melingkari leher Rai. Dan mendekapnya dengan kuat. Ciuman lembut kini berubah agresif. Tak hanya puas dengan bibir, mereka pun mulai memainkan lidah mereka. Saling menghisap dan melumat. Ciuman yang begitu lembut nan memabukkan.

Raiga berganti menyesapi pangkal leher kekasihnya. Lembut dan penuh menghayatan. Beberapa cupang merah berhasil dia jejerkan secara rapi. Preinan mengerang, awalnya begitu perih, namun lama lama rasa nikmat mulai ia rasakan.

Raiga berhenti sejenak. Dia membelai pipi Preinan yang pucat dan tampak memerah di satu sudutnya, ia kecup kedua pipi itu secara bergantian, kemudian beralih ke ujung hidung, kedua kelopak mata, dan sentuhan akhir dikeningnya. Dengan wajah yang berbinar dia tersenyum dan menatap mata Preinan yang masih terlihat gusar.

"Kamu yakin?." tanya Raiga halus, nyaris berbisik.

Pria kecil di pangkuannya mulai sedikit tegang, namun tetap mengguratkan senyuman yang manis. "Iya ...," jawab Preinan dengan sekali anggukan.

Raiga mulai membuka kancing baju kekasihnya, setelah berhasil di lucuti, kemudian ia melempar baju itu ke samping tempat tidur. Dengan tangan yang cukup gemetar pula, Preinan menarik sebuah kaos yang Raiga kenakan. Dan kini, keduanya bertelanjang dada.

Raiga meraih dagu Preinan untuk membawanya kembali pada ciuman yang hangat dan memabukkan. Lidah panas kembali terjalin, saling mendorong dan masuk ke dalam rongga mulut.

Preinan mengerang dan menegang ketika tangan besar Raiga meluncur ke dadanya dan memilin kedua titik sensitifnya hingga terasa perih.

"Argh," rintihnya pelan.

Raiga menautkan alisnya saat dia merasa ada tangan yang mendorong dadanya, sebagai isyarat bahwa dia harus menghentikan godaan itu. Tapi tampaknya, penolakan Preinan membuat godaan Raiga semakin intens.

Preinan melepas ciuman mereka. "Sakit,"

"Maaf, aku akan berusaha lebih lembut,"

Raiga memangku kekasihnya menuju sebuah meja yang sering ia gunakan untuk belajar. Setelah mendudukan Preinan, dia dengan gesit merayapi punggung bagian bawah Prei sembari mengecup lembut setiap inci kulit perutnya. Preinan menegang, permainan yang Raiga lakukan membuatnya menggelinjang menahan geli.

Resleting celananya perlahan di buka dan di tarik ke bawah. Mengekspos celana dalam darkblue yang ia pakai serta bayi kecilnya yang mulai bangun dari hibernasi panjangnya. Raiga merabut celana itu sekali tarikan. Tangannya lalu menyambar paha bagian dalam Preinan, kemudian meremasnya dengan kuat saat ia layangkan kembali ciuman mautnya pada bibir Prei.

Kulit bagian depan mereka saling menyatu, membuat gesekan yang panas nan menggairahkan. Raiga menarik panggul Preinan hingga kedua junior mereka beradu. Samar ia merasakan milik Preinan yang menegang dan mengusik selangkangannya. Tanpa melepas ciuman mereka, Raiga membuka celananya secepat kilat. Kemudian ikut naik ke atas meja dan making menyudutkan Preinan ke tembok.

Ia angkat sebelah kaki Prei, lalu tangannya dengan jahil masuk ke celana bagian bawah dan meremas pantat Preinan hingga kekasihnya itu mengerang dan mengernyit wajahnya. Sebuah tumpukan buku tak sengaja tersenggol siku, lalu jatuh ke lantai dan membuat kebisingan.

Raiga memilih berganti tempat, ia pikir mungkin meja belajar bukan tempat yang aman untuk bercumbu. Buru buru ia memangku Preinan menuju ranjang. Lalu ia sengaja ikut menjatuhkan diri dan menindih tubuh Prei.

Permainan baru di mulai, namun tubuh keduanya sudah panas dan berpeluh. Raiga mengelap pelipis Preinan sejenak. Kemudian meraih telapak tangan Prei yang masih melingkar di lehernya. Ia remas lembut telapak tangan itu kemudian menguncinya ke samping. Dengan sedikit meneguk ludah, ia memberanikan diri melepas helaian kain terakhir yang Preinan pakai. Hingga, tak ada satu hal pun yang menutupi tubuh putih dan kurus itu.

Keduanya mencoba mengatur napas, dan saling memandang untuk beberapa saat. Raiga awalnya ragu, namun semua sudah terlanjur dia mulai. Dia tidak bisa mundur begitu saja dan menyinggung perasaan Preinan. Bukan karena dia tak mau menyetubuhi kekasihnya, hanya saja dia takut kalau Preinan akan kesakitan.

Raiga bergerak lebih jauh, dia mengambil sebuah bantal dan ia selipkan di punggung bagian bawah Preinan saat sebelah kaki itu ia angkat dan ia taruh di pundaknya. Dia ingin membuat Preinan senyaman mungkin dan tidak merasa pegal saat mereka bermain nanti.

Dengan perlahan, jemarinya menari nari menyusuri kulit Preinan dan ia hisap lembut paha bagian dalam serta kulit dekat selangkangan kekasihnya hingga tubuh Preinan menggelinjang kuat dan sedikit berontak. Sentuhan itu membuat bayi kecilnya nyaris menegang sempurna. Preinan meremas sprei dengan kencang. Raiga kini membuatnya hampir mendesah keras, karena tanpa aba aba, dia masukan bayi kecilnya ke dalam rongga mulut hingga terasa penuh. Preinan mengerang, ia meraih kepala Raiga yang mulai maju mundur untuk memanjakan junior kecilnya.

Tak berselang lama, cairan putih dan lengket menyembur keluar dan memenuhi rongga mulutnya. Raiga menggunakan cairan itu untuk melumasi lubang kekasihnya agar saat penetrasi nanti, Preinan tidak terlalu merasa sakit.

Ia menjilati lubang kekasihnya hingga basah, kemudian dia memasukkan jari tengahnya secara perlahan untuk melebarkan ruang sempit itu agar miliknya bisa masuk. Lubang Preinan mencengkram kuat jarinya.

Raiga menambahkan telunjuknya, membuat ruang sedikit lebih lebar lagi. Hingga tiga jari akhirnya berhasil masuk dan membuat ruang yang cukup.

"Sstttt" Preinan mendesis merasakan nyeri di bagian lubangnya

"Apa aku menyakitimu?" tanya Raiga khawatir melihat ekspresi Preinan yang menahan sakit.

Preinan menganggukkan kepalanya tetapi menyuruh Raiga untuk melanjutkan kegiatannya

"Lanjutin aja"

Raiga mengeluarkan jari telunjuk nya, tetapi jari tengah dan jari manisnya masih di lubang Preinan, untuk sesaat dia mendiamkan dua jarinya itu di dalam preinan.

Raiga kembali melakukan serangan terhadap bibir Preinan, dia kembali menelusuri setiap rongga mulut Preinan dengan lidahnya, Raiga berusaha membuat Preinan lupa dengan sakit pada lubangnya. Raiga menuntun ciuman panas mereka, menuntut Preinan untuk membalas dengan panas juga. sementara di bagian bawah Preinan, Raiga sudah kembali menggerakkan dua jarinya dengan gerakan lambat tetapi meninggalkan sensasi yang luar biasa bagi Preinan.

"Nghhhhh" desahan Preinan tertahan akibat ciuman panas mereka, jari tengah dan jari manis Raiga semakin gencar menusuk lubang kenikmatannya, bahkan Raiga menambahkan lagi jari telunjuknya, membuat Preinan melepaskan ciuman mereka, kepala Preinan bergerak ke kanan dan ke kiri sedangkan tangannya meremas kuat sprei.

Ketika Preinan tidak tahan lagi ingin keluar untuk yang kedua kalinya, Raiga tiba-tiba mengeluarkan ketiga jarinya dari lubang Preinan, membuat wajah Preinan seketika menjadi kecewa dan murung.

"Aku enggak akan biarin kamu keluar dengan jari" Raiga menyingkirkan bantal yang dibuat untuk menyangga Preinan tadi, kemudian Raiga menekuk kedua kaki Preinan, Raiga mengarahkan juniornya ke lubang Preinan, Raiga membuat gerakan memutar di sekitar area hole Preinan dan...   BLUSSS!!

"AGHHHHH" teriak Preinan ketika tiba-tiba Raiga memasukkan junior besarnya kedalam lubang Preinan.

"Aghhhh" juniornya dicengakram kuat oleh lubang Preinan, lubang Preinan benar-banar sempit dan panas.

Raiga membungkukkan badannya dan kembali mencium bibir Preinan, Membuat Preinan mendesah karena ketika Raiga menundukkan badannya membuat junior Raiga semakin dalam memasukinya.

Raiga mencium bibir Preinan dengan ganas yang di balas oleh Preinan tidak kalah ganasnya, Raiga mulai menggerakkan juniornya.

"Nghhhhh" lagi-lagi desahan Preinan tertahan oleh ciuman.

Raiga melepaskan bibirnya dari bibir Preinan kemudian dia menegakkan badannya, pinggulnya bergerak semakin cepat menumbuk lubang Preinan dengan kejantanan besarnya, sedangkan tangannya menahan pinggul Preinan.

"Ahhhhh.aghhhhh....Raiiiii"

"ahhhhhh" Preinan semakin meracau tidak jelas, keringat sudah mengalir di tubuh mereka, hawa ruangan seakan-akan menjadi sangat panas.

"Agghhh" Raiga merasakan lubang berkedut Preinan mencengkram miliknya dengan sangat kuat, Raiga semakin cepat menggerakkan juniornya.

"AHhkkk..Raii..akuuuhhhh.AHKKKHHH" Preinan benar-benar klimaks, Raiga memperhatikan ekspresi seksi Preinan dengan badan yang sudah berkeringat, mulut yang sedikit terbuka dan dada yang kembang kempis.

Raiga hanya memberi waktu sebentar untuk preinan menikmati pelepasannya. Raiga mengangkat sebelah kaki Preinan dan meletakkannya di bahunya, kemudian dia kembali mengacaukan lubang Preinan dengan gerakan brutal dan ganas, hingga beberapa menit kemudian Preinan keluar lagi yang kemudian di susul oleh Raiga. Raiga menembakkan banyak benihnya di dalam Preinan. ketika juniornya sudah kembali ke ukuran normal barulah Raiga mencabutnya yang diikuti oleh cairan putih milik Raiga mengalir dari lubang milik Preinan.

....

"Rai," panggil Preinan sembari menyamankan posisinya di pelukan Raiga. Jemari kecilnya dengan iseng mengelus elus perut Rai.

"Mm?" Raiga membelai rambut Preinan yang basah.

Preinan menghela napas lesu. Jari kecilnya berhenti menggoda, ia menaikan kepalanya agar bisa melihat ke arah mata Rai. "Kamu pernah bilang, kalo kamu bakal ngabulin tiga permintaanku, apa itu masih berlaku?"

"Permintaan yang itu?" Raiga menaikan alisnya. "Aku gak nyangka kamu masih inget." dia menoleh ke arah Preinan. "Tentu. Itu berlaku sampe kapan pun,"

"Aku mau pake permintaan keduaku," Preinan melepaskan pelukannya, kemudian memandang mata Raiga dengan serius, "Aku mau kamu dengerin aku, dan nggak bertanya tentang apapun yang bakal aku ucapin. Kamu juga nggak boleh nolak hal ini. Kamu ngerti, kan?" tuturnya lugas. Bibirnya tersenyum, namun ada kesedihan menyelimuti matanya.

Raiga mengangguk, dia tidak mengerti dengan apa yang Preinan katakan barusan. Namun, sebisa mungkin ia akan menurut dan mendengarkan.

"Aku mau ... kita putus." ucap Preinan lirih dengan seutas senyum getir yang memilukan. Membuat Raiga membatu dan menatapnya dengan penuh tanda tanya.

"P-putus?"

Chương tiếp theo