Tin. Tin, suara klakson mobil membuat Serlin berlari ke luar rumah.
"Bunda, mobil datang" teriak Serlin memanggil Lelis.
Serlin sudah bisa mengucapkan kata dengan jelas meski usianya baru genap dua tahun.
Sinta membuka pintu mobil, dia menurunkan Tata yang langsung berlari membawa boneka untuk Serlin.
"Adik Lin aku bawa boneka." Tata menyerahkan boneka lumba-lumba berwarna biru muda pada Serlin.
"Wah, baby shark." Serlin melompat kegirangan mendekap boneka dari Tata.
"No, ini dolphin bukan baby shark," protes Tata menggoyangkan jari telujuk di depan Serlin.
"Baby shark."
"Dolphin, ini dolphin."
"Adik Lin belum tahu dolphin kakak Tata, Lin suka lihat video baby shark, jadi cuma tahu baby shark," ucap Lelis lembut menengahi perdebatan lucu Tata dan Serlin.
"Oh." Tata mengangguk paham.
"Mommy nanti ajak adik Lin lihat dolphin ya, biar dia tahu dolphin dan shark itu beda," teriak Tata pada Sinta yang baru menutup pintu mobil karena tadi dia mengeluarkan barang bawaannya terlebih dahulu.
Sinta menggelengkan kepala melihat kelakuan putrinya, "Salam dan salim dulu kakak Tata, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," jawab Lelis dan Serlin berbarengan.
"Eh iya, aku lupa," Tata menepuk dahi kemudian mencium tangan Lelis.
"Assalamualaikum, Bunda Lelis."
"Waalaikumsalam, Kakak Tata."
Lelis mengajak Sinta sekeluarga masuk ke dalam rumahnya, Wahyu datang dari dapur membawa nampan berisi botol air mineral dingin dan beberapa kue.
"Wah, keren ih, Wahyu bawa nampan tuh, Dad." Sinta menyenggol Arga dengan lengan kanannya.
"Lebih seksi aku yang bopong kamu ke ranjang kali," bisik Arga. Sinta memukul paha Arga hingga Arga reflek menjerit.
"Daddy kenapa?" tanya Tata berlari ke arah Arga.
"Gak apa-apa sayang, Kamu main aja sama Adik Serlin katanya mau berenang?"
"Gak ah, gak jadi berenang, Aku mau main lego susun saja sama adik Lin, boleh ya Bun," ijin Tata pada Lelis. Lelis mengangguk memberi ijin yang langsung disambut Tata dengan teriakan 'Hore'.
Sinta pun menyampaikan rasa terima kasih pada Lelis karena saran Lelis di malam itu membuatnya sadar dan mulai belajar untuk membenahi apa yang salah pada rumah tangganya. Dia dan Arga juga memberikan barang bawaan mereka untuk Lelis sekeluarga.
"Ini banyak banget Mas Arga, emang istri saya bantu apa sampai dikasih barang sebanyak ini," ungkap Wahyu sambil menerima barang-barang yang dibawa Arga dan Sinta.
"Wah, Mom ini Wahyu kayaknya belum tahu bisnis biro jasa istrinya, apa itu sayang?"
"Konsultan Ranjang." Sinta tertawa diikuti sang suami.
Hal itu membuat Wahyu dan Lelis juga ikut tertawa.
"Kalau gitu bunda gak usah ngajar lagi lah, udah di rumah saja modal ngomong dapatnya banyak, dari pada jadi guru honor," canda Wahyu meledek Lelis.
"Ini mah saking aja kliennya bos batik jadi boral, Yah. Lagian cuma telepon sekali ngasih barang sebanyak ini, aku malah jadi gak enak, Sin," cetus Lelis jujur.
"Bercanda Lelis sayang, ini mah banyaknya mainan yang dipilihin Tata buat Serlin."
Mereka terus mengobrol dan bercanda membahas biro jasa Lelis, bisnis batik Sinta dan Arga serta pekerjaan Wahyu di sawah dan peternakan.
Setidaknya dari obrolan mereka, ada satu hal yang akan mereka jadikan pelajaran berharga untuk kehidupan rumah tangga mereka. Bahwa, terkadang setiap masalah yang datang itu harus dihadapi dengan pikiran jernih, introspeksi diri dan tetap menjaga komunikasi yang baik dengan pasangan.
Sebuah rumah tangga itu menyatukan dua orang yang berbeda pikiran, sikap, kebiasaan, keinginan dan lain sebagainya. Jadi, alangkah baiknya jika keduanya terus belajar saling menahan ego dan terus memupuk cinta untuk keberlangsungan rumah tangga yang sakinah mawadah warrahmah.
Tidak selamanya sikap seorang istri selalu benar, maka dia harus terima ketika sang suami menasehati, begitu juga sebaliknya. Tidak selamanya juga langkah seorang suami selalu benar, adakalanya dia berbelok kehilangan arah tujuan, maka dia harus terima ketika diingatkan, begitupun sebaliknya.
Seyogyanya, rasa selalu benar, rasa kecewa mendalam, rasa tidak puas yang terus disimpan hanya akan menjadi bom waktu yang bisa meledak kapanpun. Alangkah baiknya jika setiap masalah yang datang selalu dihadapi dengan istighfar dan berpasrah diri pada Tuhan, sehingga tidak susah untuk menerbitkan senyum ketika mengajak pasangan berkomunikasi.
Komunikasi dengan baik, bukan dengan amarah, bukan dengan teriakan, tetapi dengan kemanjaan dan kasih sayang.
"Kalau udah kayak gini, case closed dong ya?" Pertanyaan Lelis sengaja dilontarkan melihat Arga dan Sinta yang terlihat lebih luwes dan romantis.
"Case closed dong, Beib, thank you."
_____I.S_____
Lelis sedang bersiap-siap untuk pulang karena bel tanda pulang sekolah sudah berbunyi lima menit yang lalu.
"Bu, sudah mau pulang?" sapa Wawan pada Lelis. Dia sesama guru di sekolah tersebut. Wawan duduk di depan Lelis. Wajah Wawan terlihat kusut.
"Iya pak, kenapa? Nisya sakit ya, Pak? Semalam saya lihat postingan bu Pipit di Instagram, sakit apa pak?"
"Gejala tipes bu, semalam dia demam empat puluh derajat jadi dibawa ke rumah sakit sama Pipit," terang Wawan dengan nada lesu.
"Ya Allah semoga lekas pulih ya, Pak Wawan gak nungguin Nisya di rumah sakit?"
"Itu dia masalahnya bu." Wawan menarik napas, dia menunduk seakan sangat sulit menungkapkan apa yang ingin dia ceritakan pada Lelis.
"Kemarin saya sempat dengar sekilas kalau ibu buka biro jasa yang bisa membantu memperbaiki hubungan rumah tangga klien, saya boleh minta tolong, Bu."
Lelis mengkerutkan dahi, "Bapak ada masalah sama bu Pipit?"
"Saya yang salah bu, sehingga menimbulkan masalah yang lumayan besar dan terancam meretakkan keutuhan keluarga kami," aku Wawan dengan nada penuh penyesalan.
"Sebelumnya maaf nih, Pak, biro jasa saya untuk emak-emak. Saya gak mau nerima klien bapak-bapak. Nanti saya bantu buat diskusi sama bu Pipit, tapi untuk tahu sumber masalahnya bapak bisa ceritain ke saya. Cuma supaya gak menimbulkan fitnah dan lain-lain, sebaiknya nunggu suami saya jemput saja, kita bisa ngobrol bertiga, bagaimana pak?"
"Boleh Bu, tapi...,"
"Tenang pak, saya dan suami insya Allah jaga rahasia bapak."
"Terima kasih, Bu, saya juga siap-siap dulu ya," pamit Wawan kemudian berdiri menuju meja kerjanya.
"Sebentar pak, ini tolong diisi dulu ya formulir pendaftaraannya, nanti dibubuhi materai ya, kan supaya sama-sama enak kalau ada hitam di atas putih," terang Lelis sambil memberikan formulir pendaftaran pada Wawan.
"Dibaca dulu setiap poinrnya ya, Pak. Kalau masalah pembayaran gampang lah, pas gajian juga gak apa-apa," sambung Lelis.
"Siap, Bu." Wawan berdiri dan berjalan menuju mejanya.
Tak lama berselang, Wahyu mengirim pesan pada Lelis, dia sudah menunggu di samping pos satpam. Lelis bergegas mengambil tas dan menghampiri suaminya. Dia menceritakan perihal niat Wawan untuk meminta bantuan di biro jasanya.
Terima kasih buat yang selalu baca cerita author.mohon dukungannya untuk memasukan buku ini di daftar koleksi bacaan kakak. Tinggalkan komen ya kak, biar aku rajin up....