webnovel

Sesuatu Terselubung

Cleon dan Nikk mengikuti arahan dari Adoria untuk mengikutinya dari belakang. Sebelumnya, ia menyuruh Nikk dan Cleon agar menunggu di depan gapura desa dan mengikutinya tanpa berkata apa-apa serta memberi jarak sekitar 10 meter. Ia juga sudah menjelaskan alasan dibalik ia meminta hal ini. Jadi, Nikk dan Cleon tak akan bingung.

Adoria mengetuk pondok Deana yang kini sudah di depan matanya. Ia menunggu dengan sabar hingga Deana membukakan pintunya. Tak jauh dari sana, Nikk dan Cleon mempercepat langkahnya agar mereka bisa langsung masuk apabila Deana sudah membukakan pintu. Benar saja, Deana tampak membuka pintu dan memberikan isyarat agar mereka berdua lebih mempercepat langkahnya karena ia akan segera menutup pintunya kalau terlalu lama. Meski ia tinggal di dekat hutan, tak menutup kemungkinan ada yang mengintai mereka sejak tadi.

"Saya hanya punya air matang. Silahkan."

Nikk dan Cleon tak menyentuh air yang disuguhkan sama sekali. Entah apa sebabnya, mereka hanya mengamati saja dan tak berniat meminumnya. Mereka pun ikut duduk setelah melihat Adoria melakukannya.

"Kenapa kalian kaku sekali? Bersantailah sedikit. Tak akan ada yang menyadari kalian di sini."

Adoria mengatakannya dengan tanpa beban seolah memang ia bisa menjamin hal itu. Padahal belum tentu. Sejatinya, banyak telinga di hutan itu.

"Bukan, Adoria. Pondok ini hampir menyamarkan bau kalian."

Deana ikut duduk di sebelah Adoria sambil memegang gelas tanah liat yang sudah lama ia buat itu. Ia merasa pertanyaan Cleon menekannya untuk menjelaskan hal itu.

"Saya tak menyadari hal itu karena nenek membatasi pergaulan saya. Alasan mengapa pondok ini bisa meminimalisir aroma kami pun saya tak punya jawabannya. Mungkin nenek memberi perisai pada pondok kami karena tak ingin kejadian buruk yang pernah menimpa keluarga kami terjadi lagi."

Adoria tertarik akan penjelasan Deana hingga ia merasa tak sabar dan menanyakan sesuatu dengan cepat setelah Deana berhenti berbicara.

"Jadi, itu alasan kenapa kamu gak diserang purnama kemarin, Deana?"

Deana menggeleng. Rasanya itu mustahil. Memang bisa saja kemungkinan seperti itu terjadi, akan tetapi kecil sekali persentasinya karena para werewolf bila sedang berubah segala kemampuan yang mereka miliki akan meningkat dengan tajam. Itulah yang ingin ia pertanyakan juga.

"Tuan, apa benar saat kalian berubah menjadi werewolf, kemapuan kalian meningkat pesat?"

"Kau tentu tahu, Deana. Itu hal yang seratus persen benar. Kecuali rasa kemanusiaan yang direnggut paksa dari perubahan itu. Kau paham bukan?"

"Ya, Tuan Cleon. Saya paham. Kalau begitu-" Deana mengeluarkan sesuatu dari celah lipatan roknya dan langsung menyerahkannya tepat di hadapan Nikk dan Cleon hingga tanpa sadar mereka mengernyitkan dahi. "-aku menemukannya di desa pagi harinya saat mengunjungi Adoria. Mungkin kalian bisa membauinya."

"Kami sama sekali tidak mengenali aroma itu. Aromanya asing. Mungkin desamu diserang oleh Rogue kelaparan."

Adoria menggeleng. Ia merasa janggal kalau alasannya hanya sekadar lapar. "Mustahil kalau lapar adalah alasan mereka mengacak desa. Kalau mereka hanya menghancurkan tempat penyimpanan daging saya, saya baru percaya. Lagi pula mereka lebih dari 5."

"Dan lagi, di sana terlihat hampir bersih. Bersih dalam artian mereka tak meninggalkan petunjuk lebih. Saya pun sangat beruntung bisa mendapatkan sejumput bulu ini. Sepertinya bulu salah satu dari mereka terkikis karena bertubrukan dengan pohon dekat di mana aku mendapatkannya. Pohon itu juga tampak patah beberapa dahannya." tambah Deana. Sementara Cleon hanya diam mengamati, Nikk menganggukkan kepalanya beberapa kali. Ia mulai tertarik dengan pembicaraan ini.

"Jadi, menurutmu para Rogue itu bisa mengendalikan diri mereka saat purnama kemarin?"

Deana mengangguk membenarkannya. Setidaknya itulah spekulasinya saat ini. Ia jadi mendapat tambahan petunjuk. Werewolf yang menyerang desa mungkin memang benar komplotan Rogue. Namun, mereka kemungkinan besar bisa mengendalikan perubahan mereka dengan baik.

"Bagaimana bisa kau seyakin itu, Deana?" tanya Cleon tiba-tiba masuk dalam pembicaraan Deana dan Nikk. Ia perlu mendapatkan sesuatu dari penjelasan Deana dan tak bisa langsung membenarkan ucapan Deana.

Deana melirik Cleon dengan dingin. Sudah jelas ia menjelaskan sedari tadi. Apakah dia sama sekali tak menyimak atau bagaimana?

"Saya sudah menjelaskannya tuan dan saya tidak akan mengulangnya lagi."

"Tidak, Deana. Aku mendengar jelas apa alasanmu tapi kau tahu? Aku butuh sesuatu kata kunci agar semua bisa mudah dipercayai. Berasumsi boleh akan tetapi kalau kau punya bukti konkret selain bulu itu, akan lebih baik. Kami tidak mengenali baunya bukan berarti mereka memang dari bangsa tak beregu. Bisa jadi mereka adalah klan jauh yang sedang berpindah dan tak sengaja melewati desa kalian. Dan kami tak bisa membauinya karena kami memang belum pernah berjumpa dengannya."

Deana terdiam. Ia berpikir. Ucapan Cleon ada benarnya. Kemungkinan akan adanya hal itu juga bisa terjadi. Peluangnya banyak sekali.

"Saya tak bisa memastikannya juga. Hanya saja saya merasa seperti itu."

"Perasaan tak bisa dijadikan suatu bukti konkret, Deana. Kita butuh yang lain lagi. Bukti nyata yang memang mendukung argumen yang kau berikan."

Deana menunduk. Ia mengamati air yang berada di dalam gelas yang sedari awal ia genggam. Ia juga tampak tak berniat meminum airnya. Hanya Adoria saja yang terlihat santai meminum dan tampak tak terusik dengan perdebatan kecil di hadapannya. Sedangkan Nikk tampak berpikir keras menganai ucapan Cleon. Hanya saja pikirannya terganggu dengan ekspresi wajah Deana yang datar datar saja. Ia tampak terganggu tapi sama sekali tak berkata apa-apa. Lantas ia mencoba meraih tangan Deana. Saat pertama kali menyentuh lembut kulit Deana, Nikk merasa sesuatu yang hangat mengaliri peredaran darahnya dengan cepat.

Aneh. Deana sama sekali tak menyangkal genggaman Nikk. Meski Adoria dan Cleon memperhatikan mereka berdua dengan intens, mereka sama sekali tak terusik atau ingin mengacaukan suasana. Sebaliknya, mereka malah beralasan ingin keluar pondok sebentar karena ingin mencari udara segar. Dengan cepat, di dalam pondok kini hanya tersisa Deana dan Nikk saja.

"Tenang saja, Deana. Kami akan membantu kalian memecahkan masalah ini. Karena kami yakin, orang desa pasti menyalahkan kami untuk saat ini karena jarak kami paling dekat dengan kalian. Meski kami tak bisa membauinya, mungkin kalau kami mendapat info tambahan, sebuah petunjuk lain akan muncul. Untuk saat ini, izinkan aku membawa sejumput bulu itu. Aku ingin bertanya pada Panglima Perangku. Dia sering berada di medan dan bertemu dengan aliansi dan musuh. Mungkin saja ia mengetahui sesuatu."

Deana mengangguk. Mungkin hal ini memang sangat dibutuhkan olehnya. Untuk saat ini, sepertinya ia bisa bersandar pada bangsa Mensis.

"Oh, sewaktu pertama kali aku menyentuhmu, kau terasa familiar sekali. Selain Nenek Cia, siapa lagi kerabat yang kau miliki?"

Deana mengernyit. Pertanyaan macam apa itu? Ia tak tahu, perlu atau tidak ia menjawab pertanyaan itu. Biarlah, untuk kali ini ia tak akan menjawab apa-apa.