Jika masa lalunya yang akan membuat Takumi membenci dirinya, Sakurako berpikir lebih baik ia tidak mengingat saja masa lalunya. Dengan begini, Sakurako masih bisa terus tinggal bersama Takumi. Bahkan ketika perlakuan Takumi seperti majikan yang selalu menyuruh-nyuruh Sakurako pun, Sakurako tidak keberata.
Namun, jika ada pertemuan, bukankah akan ada perpisahan juga, bukan?
Sakurako bangkit dan bergegas ke dalam kamarnya. Sejak ia tinggal di rumah ini, Sakurako menempati kamar kakaknya Takumi, yang tinggal di asrama sekolahan. Tidak ada yang terjadi pada mereka.
Bukankah Takumi memperlakukan Sakurako sebagai pembantu? Jadi, tidak ada yang perlu ditakutkan bagi keduanya.
***
Pagi ini, Sakurako diam-diam datang ke sekolahannya Takumi. Seperti biasanya. Meski sering dilarang Takumi agar tidak datang ke sekolahannya lagi, tapi Sakurako tidak peduli. Sakurako sangat senang diam-diam memperhatikan Takumi belajar. Meski melalui jendela ruang kelas Takumi.
Sakurako butuh banyak perjuangan hanya untuk dapat melihat Takumi yang sedang belajar. Gadis imut itu harus menaiki pohon besar yang berada di sebelah kelas Takumi untuk bisa melihat ke arah jendela kelas Takumi, yang berada di lantai dua gedung sekolahan itu.
Saat jam istirahat, Sakurako berlari ke halaman belakang sekolah Takumi. Itu adalah tempat di mana Takumi yang biasanua memakan bekal, bersama teman-temannya. Hari ini Sakurako mengantar bekal makanan Takumi yang tertinggal.
Sakurako menemukan Takumi yang merebahkan diri di bawah pohon rindang. Ia menghampiri.
"Takumi-kun, hosh ... kau melupakan bekalmu," Sakurako mengatur napasnya yang ngos-ngosan. Ia memberikan bekal pada Takumi, lalu pamit pulang.
"Baiklah, aku mau pulang dulu. Jaa!"
*Jaa = sampai jumpa
"Hey! Hey! Tunggu dulu!" panggil Takumi yang sama sekali tak dihiraukan oleh Sakurako.
Takumi melihat punggung Sakurako yang menjauh.
Namun, fokus mata Takumi kini tersita oleh pria yang sedang menyapu halaman. Rambut putihnya tertutupi tudung hoddie warna biru yang ia kenakan. Sorot mata biru cerahnya tajam. Tubuhnya juga proporsional. Kaki jenjangnya tersembunyi di balik jeans warna biru tua yang robek bagian lutut. Ia juga mengenakan sneakers warna putih.
Beberapa hari ini, Takumi terus mengawasi tukang kebun itu. Gelagatnya begitu mencurigakan. Memakai pakaian branded, tapi berprofesi sebagai tukang kebun. Bukankah patut dicurigai?
"Ugh, kenapa tampilannya lebih keren dari seorang aktor, huh? Apa dia sedang syuting drama? Mungkinkah ada drama judulnya 'Tukang Kebun Tampan'?" Takumi menggerutu, mengomentari penampilan tukang kebun yang lebih keren dari dirinya itu.
Belum juga Takumi menikmati bekalnya, ia sudah dikejutkan dengan tindakan aneh tukang kebun tadi. Tukang kebun itu menghadang langkah Sakurako. Mereka terlibat obrolan serius, entah apa itu Takumi tak tahu.
Dari jauh juga Takumi masih bisa melihat tukang kebun itu meletakkan jari telunjuk dan tengahnya ke kening Sakurako. Lancang sekali dia! batin Takumi.
Sakurako hendak berlari dan menghajar tukang kebun kurang ajar itu, tapi tiba-tiba ada yang menyentuh tengkuknya. Seketika itu juga tubuhnya kaku. Seluruh tubuhnya terasa kesemutan.
Takumi jatuh tersungkur. Pandangannya mulai mengabur. Sebelum ia benar-benar kehilangan kesadarannya, Takumi melihat Sakurako pergi bersama tukang kebun nyentrik tadi.