Hidup adalah, ketika aku terjatuh.
Hidup adalah, ketika kedua mataku meneteskan air mata.
Hidup adalah, ketika aku tak tahu arah.
Takdir memang ada di tangan-Nya. Takdir inilah yang tidak bisa ku tawar dan ku tentang. Dan, takdir inilah yang membawaku berjalan menuju dua arah yang berbeda. Menuju surga yang abadi, atau pahitnya dunia fana.
~~~
Kisah hidupku yang dipenuhi dengan kepahitan. Bermula dari Cinta. Rasa cinta terhadap laki-laki yang bukan pilihan orang tuaku. Lalu, suamiku yang melakukan kesalahan hingga berujung dalam tahanan sel. Dan sekarang, kenyataan bahwa ada yang membenci suamiku. Hingga aku harus rela berpura-pura menjadi wanita nakal, demi mengusut tuntas rahasia besar yang membuat suami tercinta mendekam dalam tahanan.
Dua hari setelah Anton meminta nomor teleponku, akhirnya dia menghubungiku. Dia mengirimiku pesan teks yang bukan menanyakan soal Pak Rudy ayah mertuanya. Dia menanyakan hal lain dariku. Saat sedang menidurkan Arinda anakku yang baru berusia tiga tahun, Anton meneleponku. Mungkin karena aku tidak membalas pesannya.
(Kring ...., kring ...., kring ....,)
"Halo ....,"
"Halo, Suster. Apa saya mengganggu?" tanya Anton.
"Ah, tidak Pak. Memangnya ada apa ya Pak?"
"Begini Suster. Aduh, saya bingung cara bilangnya."
"Tidak apa-apa Pak. Katakan saja."
"Apa besok suster ada waktu?"
"Waktu? untuk apa ya Pak?" tanyaku heran.
"Ehm~~ Saya mau mengajak suster makan siang besok. Tapi Saya tidak memaksa jika memang Suster tidak bisa."
Sebenarnya, kalau aku tidak sedang merencanakan sesuatu, aku tidak akan mau bertemu dengan Anton. Kebetulan besok aku libur kerja. Secara terpaksa, aku menerima ajakan Anton. Aku dan Anton mengatur jadwal untuk besok makan siang bersama. Anton mengirim lokasi Restoran yang akan aku datangi besok bersamanya.
~~~
*Pelangi Cafe & Resto
Taksi onlain yang menjemputku sudah tiba di depan rumah. Hari ini, aku berdandan cantik dan menarik. Bertujuan agar Anton menyukaiku.
"Pak, tolong antar Saya ke Pelangi Cafe & Resto ya Pak." kataku pada sopir taksi onlain.
"Baik, Bu."
*Telepon masuk dari Anton
"Halo, Suster. Apa sudah berangkat?" tanya Anton.
"Halo, Pak Anton. Sebentar ya Pak, saya sedang dalam perjalanan."
"Baik Suster. Saya tunggu di tempat ya." Anton menutup teleponnya.
"Terima kasih, Pak" ucapku pada sopir taksi onlain.
Aku berjalan menuju meja yang telah di pesan oleh Anton. Saat hendak masuk ke dalam restoran, Aku melihat Anton yang sedang berbicara di dalam telepon. Kelihatannya Anton sangat serius.
Aku berdiri di hadapan Anton. Seketika kedatanganku menghentikan pembicaraan Anton. Segera di tutup telepon itu oleh Anton. kelihatannya, Anton tertarik denganku. Jelas sekali terpancar ketika kedua alis yang di angkat olehnya.
Anton persilahkan aku duduk di sampingnya. Matanya melirikku nakal. Kemudian, pelayan datang membawa buku menu.
"Silahkan, Pak ...., Bu, mau pesan apa?" ujar pelayan.
"Suster, mau pesan apa?" tanya Anton.
"Apa saja Pak. Saya pesan yang Bapak pesan."
Anton memesan dua porsi Beef Steak dan dua Orange Squash.
"Oh ya Suster, apa boleh Saya tahu nama Suster?" tanya Anton.
"Ehm~~ memangnya, kenapa Pak?"
"Saya rasa, usia kita tidak jauh berbeda." ujar Anton.
"Boleh saja Pak."
Anton pun memintaku untuk memanggil namanya saja. Ini adalah kesempatan bagus untukku. Tujuanku menyelidiki kasus Mas Riadi menemukan titik terang.
Jelas sekali pertemuan ini adalah maksud lain dari Anton. Aku pun begitu. Aku dan Anton melupakan masalah hubungan antar Perawat dan wali pasien. Tidak lupa pula sedikit demi sedikit, aku bertanya soal perempuan yang bersama Anton di Rumah Sakit. Namun, Anton enggan menjawabnya. Ia terus memalingkan pembicaraanku.
Setengah jam berlalu. Hidangan makanan pun telah habis. Karena sudah hampir sore, aku pamit pulang pada Anton.
~~~
Dua minggu setelah pertemuan makan siang pada waktu itu, Anton terus mendekatiku. Dia sering sekali menghubungiku. Dan, tepat dua minggu ini, Pak Rudy telah siuman. Luka akibat kecelakaan, perlahan membaik. Aku melihat Anton, Pak Rudy dan perempuan berambut pirang itu sedang mengobrol. Percakapan mereka sedikit tegang, apa lagi perempuan itu.
'Apa yang mereka sedang bicarakan?' suara hatiku berbisik heran.
Sudah dua minggu kedekatanku dengan Anton. Tapi aku belum berhasil menemukan fakta apa pun darinya ataupun keluarganya.
Aku pergi meninggalkan mereka mengobrol. Lalu saat sore hari, shift ku berakhir. Aku pergi menemui Mas Riadi di Kantor Polisi. Beberapa menit kemudian, Mas Riadi datang ditemani satu orang Polisi yang mengantarnya.
"Mas ...., Kamu apa kabar?" tanyaku lembut pada Riadi.
"Arini, Mas baik-baik saja. Kamu dan anak-anak bagaimana?" Mas Riadi terlihat terpukul kala menanyakan soal anak-anak.
"Anak-anak baik-baik saja Mas. Aku sewa pengasuh untuk mereka berdua.
Aku dan suamiku saling berpegangan tangan. Selalu saja, air mata ini tak bisa terbendung. Rindu yang sangat mendalam pada suamiku, membuatku selalu ingin merengek meminta suamiku untuk pulang.
"Oh ya, Arini. Tentang Anton, bagaimana keadaannya?" Mas Riadi tiba-tiba ingin membicarakan soal Anton.
"Mas, aku belum mengaku bahwa kamu adalah suamiku. Karena, aku merasa ada yang di tutup-tutupi oleh Anton."
"Terus, apa yang akan kamu lakukan? Rasanya tidak mungkin jika Anton lah penyebab semua ini terjadi."
"Aku sedang merencanakan sesuatu mas. Tapi kamu jangan marah ya. Ini demi membongkar rahasia teman kamu itu." tegasku pada Mas Riadi.
"Arini, tolong jangan berbuat macam-macam. Jangan sampai rencana kamu itu membahayakan diri kamu sendiri." Mas Riadi terlihat ketakutan.
"Kamu tenang saja Mas. Kamu percayakan semua padaku."
Masih banyak yang ingin aku bahas soal Anton dengan suamiku. Tapi, Pak Polisi sudah menginstruksikan bahwa jam kunjungan telah berakhir.
Aku memeluk suamiku dan mencium tangannya.
"Jaga diri Mas baik-baik di dalam sana, Aku akan setia menunggu Mas pulang ke rumah kita."
~~~
Pada malam setelah aku pulang dari Kantor Polisi, ada telepon masuk dari Anton. Dia memintaku menemaninya besok malam.
'Aku seperti boneka yang siap mengikuti ke manapun pemiliknya ingin membawa'
Terpaksa aku mengiyakan ajakan Anton.
Keesokan hari setelah pengasuh datang, aku memintanya untuk menginap satu malam di rumah ini. Dan pergi bekerja seperti biasanya.
Pagi hari itu, ku lihat Anton sedang mengurus kepulangan Pak Rudy. Sementara perempuan yang selalu bersamanya, sedang membereskan barang-barang Pak Rudy. Aku pergi ke koridor itu dan berpapasan dengan mereka.
"Selamat ya Pak Rudy, akhirnya sudah diperbolehkan pulang."
"Terima kasih Suster," jawab perempuan itu.
Sementara Anton melirikku dengan tatapan tajam. Saat mereka melanjutkan perjalanan pulang, Anton mengedipkan matanya padaku.
'Ya Tuhan, apa yang telah aku lakukan ini? Laki-laki itu punya maksud terhadapku'
~~~
Akhirnya tiba di pertemuan malam dengan Anton. Dia menjemputku di jalan yang jauh dari rumah. Anton tidak boleh tahu di mana tempat tinggalku.
"Kita mau pergi ke mana?" tanyaku sembari mengedepankan tas milikku.
"Kamu ikut saja nanti juga tahu," jawaban Anton membuatku takut.
Tibalah aku dan Anton di sebuah perumahan di kawasan Jakarta. Entah itu rumah siapa. Karena tampaknya tidak ada yang menempati. Lalu Anton mengajakku masuk.
"Ini rumah siapa Mas?" aku sangat cemas dengan apa yang akan Anton lakukan.
Anton menutup pintu dan menguncinya. Dia duduk di sampingku yang sangat ketakutan. Anton memegang tanganku.
"Kamu apa-apaan Mas?" Aku menarik kencang kedua tangan ini dari Anton. Aku tidak menyangka bahwa Anton memang sudah berubah dari yang pernah Mas Riadi ceritakan tentang Anton.
Anton mulai bersikap tak semestinya. Dia meraba pipiku yang setengah ku tutupi dengan rambut. Aku ingin sekali berteriak.
"Tenang Arini, Aku tidak akan melakukan apapun padamu." Anton berusaha membuatku tenang.
Anton mengambil dua gelas minuman jus jeruk yang di buatnya di dapur. Satu untuknya, dan satu untukku. Ia menyodorkan minuman itu padaku. Kemudian Anton izin ke toilet saat setelah menaruh minuman itu di atas meja yang berada di depanku.
Aku tahu, minuman itu sudah Anton campur dengan obat. Entah obat apa itu. Lalu, ku tukar minuman milik Anton dengan punyaku.
Tapi, Anton mengintipku dari jauh. Dia seakan tahu bahwa Aku akan menukar minuman itu. Sial, aku kalah dari Anton.
Aku meminumnya dan tertidur saat sedang mengobrol dengan Anton. Laki-laki itu membawaku ke dalam kamarnya.