webnovel

Sedekah Membawa Berkah

Hari ini cuaca terasa sangat terik dari biasanya, tapi hal itu tak menyurutkan semangat Rhea dalam mencari pekerjaan. Beberapa tempat sudah ia datangi, tak ada satu pun yang membuka lowongan pekerjaan.

"Ayo semangat Rhea!" Menyemangati diri sendiri adalah hal yang paling Rhea butuhkan alias memang tidak ada yang memberinya semangat.

Ia terus berjalan sambil melihat-lihat ke sekitar. Tampak beberapa orang menawarkan dagangan pada pengendara yang sedang berhenti di tepi jalan atau pun menunggu lampu lalu lintas berubah menjadi hijau.

Beberapa pengamen ikut mendekat. Memainkan alat musik sederhana mereka, mencoba menghibur para pengendara dan berharap mendapat sedikit uang untuk makan hari ini.

Rhea melihat itu menjadi bersyukur. Meskipun ia sedang membutuhkan pekerjaan, tapi tak sampai mengamen seperti itu. Dirinya masih memiliki sedikit tabungan.

"PERGI! DASAR PENGEMIS TIDAK TAHU DIRI!" Seorang wanita paruh baya mendorong kakek pengemis dengan kasar. Untungan sang kakek tidak sampai jatuh terjerembab ke tanah. Si kakek tak bersuara, ia hanya melihat sekilas wajah garang pemilik toko. "Apa lihat-lihat? Sana pergi! Hush, hush!"

Dengan wajah kecewa sang kakek akhirnya menjauh. Rhea melihat semuanya. Memang hak orang untuk tidak memberi pada pengemis, tapi mengusir dan membentak dengan kasar itu tidak lah benar.

Rhea berjalan cepat guna mengejar sang kakek. "Permisi Kek."

Kakek tadi menoleh. "Ada apa, Nak?"

Rhea menyodorkan uang dua puluh ribu pada lawan bicaranya. "Ini saya ada sedikit rejeki buat Kakek." Tersenyum simpul guna memberikan kesan ramah.

Sang kakek terpaku sejenak. Ia menatap Rhea dan uang tadi secara bergantian. Ragu menerima. "Tt-terima kasih Nak." Pada akhirnya sang kakek mau menerima meskipun menjawab dengan sedikit terbata bata. "Semoga rezekinya semakin lancar dan sehat."

"Aamiin." Didoakan yang baik tentu segera Rhea amini. "Kalau gitu saya permisi dulu, Kek. Kakek hati-hati di jalan."

"Iya, Nak." Sang kakek memandang Punggung Rhea yang semakin menjauh. Ia melihat uang tadi. "Masih ada anak muda yang baik di jaman sekarang ini."

*****

Kata orang sedekah bisa memberi kita banyak manfaat. Selain mendapat pahala, juga bisa mempelancar rezeki dan lainnya. Itulah yang dirasakan Rhea saat ini.

Kemarin ia menyisihkan sebagian kecil uangnya pada si kakek pengemis, dan sekarang ia dihubungi seorang teman dari desa tentang lowongan pekerjaan.

"Benarkah?" Masih tak memercayai pendengarannya, bertanya sekali lagi.

"Benar. Aku tidak bohong. Aku juga sudah merekomendasikanmu pada bosku. Dia percaya kalau aku tidak sembarangan menyebutkan nama. Lagian kamu kan juga pernah bekerja di restoran."

"Berarti aku sudah diterima oleh bosmu itu, Rin?"

Rini menghela napas. Ia ingin berteriak 'IYALAH, LO PKIR GUE KANG BOHONG APA.'

"Kalau kamu secepatnya datang ke sini, iya."

Mata Rhea berbinar. "Kalau begitu aku akan berangkat sekarang."

"Eh tunggu."

"Ada apa? Ada masalah?"

"Bukan. Kamu yakin mau kerja di sini? Maksudku kerja di desa. Kamu kan tidak pernah tinggal di desa sebelumnya, nanti kesulitan adaptasi." Rini tentu mengkhawatirkan temannya.

Ia ingat ada anak kota yang pindah ke desanya. Kalian tahu apa yang terjadi? Si anak kota selalu mengeluh setiap harinya. Ogah bersosialisai dengan warga desa yang dianggap kampungan dan terlalu konservatif.

"Jangan khawatir soal itu. Kamu lupa ya kalau aku tipe yang cepat beradaptasi? Memang aku tidak pernah tinggal di desa sebelumnya, tapi aku yakin kehidupan desa tak kalah menyenangkannya ketimbang di kota." Berpikir positif yang selalu Rhea terapkan, kadang-kadang pikiran negatif menyeruak begitu saja.

"Baiklah, aku percaya padamu. Kalau sudah sampai hubungi aku."

"Oke." Panggilan terputus. Rhea meletakkan ponsel.di atas nakas, berjalan ke arah lemari, berniat segera pergi. Oh, betapa senangnya ia hari ini.

*****

Setelah berjam-jam menempuh perjalanan menggunakan bis, Rhea akhirnya sampai ke desa. Beberapa meter di depan, terdapat Rini yang telah menunggu. Wanita itu melambaikan tangan. "Akhirnya kamu sampai juga," ujar Rini begitu Rhea tepat di hadapannya.

"Menunggu lama?"

"Hmm, tidak juga. Sekitar tiga puluh menit."

Bagi Rhea cukup lama, terlebih di sekitar mereka tak ada tempat duduk atau semacamnya. "Maaf ya membuatmu lama menunggu."

"Tidak masalah. Santai saja. Ayo kita pergi sebelum hari mulai gelap."

Rhea dan Rini sontak memandang ke atas, terlihat awan mendung yang semakin menyebar dan menggelap. Hawa di sekitar juga semakin dingin. "Kamu takut gelap?" Rhea menoleh ke arah Rini.

"Iyalah. Jalanan di desa itu berbeda. Di sini penerangannya tak seterang di kota. Jalanannya pun banyak yang berupa tanah. Yuk kita pergi sebelum anak-anak tongkrongan lewat sini."

"Anak-anak tongkrongan?"

"Beberapa anak remaja yang suka mengendarai motor ugal-ugalan dan suka mabuk-mabukan."

Rhea mengangguk. "Ohh. Aku kira yang seperti itu hanya ada di kota."

"Salah. Jaman sekarang akses informasi ke dunia luar sangat mudah melalui internet. Banyak sekali hal yang baik dan buruk beterbaran di sana, tapi malah hal buruk yang sering kali diambil."

*****

Rhea melihat kos-kosan di depannya. Tampak asri dengan tanaman yang mekar serta pohon di sisi kanan dan kiri. "Kosan ini yang paling dekat." Rini menatap Rhea yang hanya diam terpaku oleh apa yang ada di depan. Ia menyenggol lengan temannya. "Kenapa diam? Tidak suka?"

Rhe cepat-cepat menggeleng. "Bukan aku tidak suka. Aku Melihat-lihat kosan dan sekitarnya. Lihat di sana, cukup banyak tanaman dan pot tanaman yang mekar. Aku suka bunga."

"Aku juga," timpal Rini. "Ayo masuk." Baru dua langkah, Rini langsung terhenti.

"Ada apa?"

"Oiya, aku lupa kalau harus mengambil jemuran. Sebentar lagu gelap dan akan turun hujan."

"Ck ck ck. Bisa-bisanya sampai lupa. Ya sudah, sana pergi."

"Kalau begitu aku pergi dulu ya. Ini kuncinya."

Rhea menggeleng-gelengkan kepala melihat kebiasaan Rini yang sering lupa untuk mengambil jemuran. Untung saja wanita tadi segera ingat, kalau tidak sia-sia mencuci baju jika akhirnya basah terkena air hujan.

Rhea masuk. Ia segera duduk di atas kasur. Ruangan cukup luas dan nyaman. "Lelahnya."

Ia memejamkan mata. Perlahan rasa kantuk mulai mendominasi, sebentar lagi akan masuk ke alam mimpi. Namun, terdengar suara tangis anak kecil yang membuat Rhea membuka mata. Rasa kantuk seketika hilang.

"Suara siapa itu?" Rasa penasaran membuatnya bangun dan melangkah ke arah pintu depan. Dibuka sedikit benda tersebut.

Di depan sana seorang anak kecil menangis meraung-raung, anak itu bahkan menjatuhkan diri ke tanah, tidak peduli pakaian menjadi kotor.

"Ii-ibu akk-ku inggun ee-eskrim." Menatap sang ibu dari bawah.

"Ibu bilang tidak. Kemarin kan sudah makan es krim, hari ini tidak ada es krim."

"Tapi aku ingin es krim!" Tangisan semakin kencang.

Si ibu semakin jengkel. Ia memegang lengan putrinya dan menarik paksa hingga berdiri. "Jangan buat ibu marah ya, sekarang kita pulang atau ibu akan membuangmu ke hutan terlarang."

Badan anak itu menegang. Ia mengusap air matanya. Si ibu dan anaknya berjalan menjauh hingga hilang dari pandangan Rhea.

Chương tiếp theo