webnovel

BAB 15 BULLYING

BYURRR!

Camelia tersenyum puas setelah berhasil menumpahkan seember air tepat di atas tubuh Riani—salah satu siswa yang mendapat beasiswa di SMA Andalas.

"Gimana? Masih kurang? Masih mau nyombong di depan kita?" tanya Camelia dengan satu tangan menarik rambut Riani secara paksa.

"Miskin kok sombong. Ngaca dong! Lo itu nggak punya apa-apa. Nggak lebih dari sampah yang nggak guna!" ejek Inggit.

"Harusnya cewek kumel kayak lo nggak sekolah di sini!" bentak Yulia dengan tatapan tajam.

Riani terdiam di tempat. Tidak memiliki keberanian untuk menjawab atau merespon pertanyaan dari tiga gadis di hadapannya.

"Ngapain deketin Aligator? Ngarep bisa pacaran sama salah satu dari mereka?" Camelia menatap sinis tampang Riani yang menurutnya sangat kuno.

"Lo sama mereka-mereka itu beda level!"

"Mana ada anak Aligator yang mau sama cewek miskin kayak lo!"

Inggit mendorong dahi Riani hingga membentur tembok di belakannya. Tentu Riani merasa kesakitan. Tapi ia hanya bisa menahannya saja.

"Sakit? Iya sakit? JAWAB KALO DITANYA!" bentak Yulia.

Riani mengangguk lemah. Berharap ada seseorang yang datang ke tempat ini untuk menyelamatkannya. Meski Riani tau kondisi sekolah sudah sangat sepi. Kecil kemungkinan ada orang yang datang menolongnya.

"Siram lagi aja, Li. Biar kapok si miskin ini," Inggit melirik satu ember berisi air penuh yang ada di dekat Camelia.

"Biar dia sekalian mati kedinginan di sini," tambah Yulia.

"Silakan," Camelia menyerahkan ember berisi air pada kedua temannya.

Inggit dan Yulia tersenyum licik ke arah Riani. Tanpa pikir panjang, mereka berdua segera menumpahkan air tersebut di depan wajah Riani.

"ASTGAHFIRULLAH KAYLAAAAA!!!!!"

Lula berseru histeris melihat tubuh Kayla yang basah kuyup. Ia dan juga Gina serta Aeelin berlari mendekati Kayla.

"Kayla kok oon banget sih? Ngapain ke sini kalo lo-nya malah kenapa air kayak gini?" heran Lula.

"Dipake, Kay" Aeelin memberikan cardigannya pada Kayla.

Alih-alih memakai cardigan dari Aeelin, Kayla justru memakaikan cardigan tersebut pada tubuh Riani.

"Lo bisa pergi dari sini sekarang," kata Kayla penuh penegasan. Untungnya perintah tersebut segera dilakukan oleh Riani.

"Caper banget!" sindir Inggit menatap Kayla yang berdiri di hadapannya.

"Ada juga kalian berdua yang kuker," sahur Lula sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Ini sekolah tempat buat belajar, bukan buat tebar kekayaan," ujar Gina. "Udah gila apa kalian bertiga? Nggak pernah diajarin sopan santun waktu kecil?"

"Nggak usah ikut campur. Ini bukan urusan lo," tegas Camelia tidak suka dengan komentar dari Gina.

"Bodoh! Bisa-bisanya lo ngebully orang lemah kayak dia," ujar Aeelin membuat Camelia menoleh.

"Cewek keji kayak lo nggak usah sok tau," sinis Camelia. "Yang lo lakuin ke Aires lebih bodoh dari yang barusan gue lakuin ke Riani."

Aeelin mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Ingin sekali melawan, namun sebisa mungkin ia tahan. Sekarang bukan momen yang tepat buat beradu mulut dengan Camelia.

"Kayla si tukang caper lagi-lagi ngerusak kesenangan kita!" Yulia berdesak kesal.

"Muak banget gue lihat lo yang sok jadi pahlawan. Ngapain lo ngurusin urusan kita? Sama sekali nggak ada kaitannya sama lo. Buat apa juga lo—"

"Terus kenapa lo ikut campur urusannya Riani?" tanya Kayla dengan suara pelan namun penuh penekanan.

"Ada pengaruhnya sikap Riani buat kalian bertiga? Salah kalo Riani tertarik sama anak Aligator? Emang kalian bertiga siapanya Aligator? Anggota? Pacar dari salah satu anak Aligator? Atau apa?"

Kayla menatap tiga perempuan di depannya secara bergantian. Hari ini, bukan kali pertama Kayla memergoki aksi bullying yang dilakukan Camelia dan kedua temannya.

Mendapat pertanyaan beruntun dari Kayla lagi-lagi membuat Camelia dan kedua temannya terdiam.

"Harus banget semua anak Aligator punya pacar dulu supaya bisa ngebuat kalian tobat?" tanya Kayla.

"Yang ngarep pacaran sama anak Aligator itu bukan Riani, tapi justru kalian bertiga!"

"Semala sikap kalian busuk kayak gini, nggak akan ada anak Aligator yang mau pacaran sama kalian." tegas Kayla. Menendang ember kosong di depannya kemudian berlalu pergi dari hadapan Camelia dan kedua temannya.

Lula sempat menjulurkan lidahnya pada Cameli dan kedua temannya sebelum menyusul Kayla. Sedangkan Aeelin dan Gina hanya berlalu pergi tanpa mengucapkan kata-kata lagi.

"Ish! Nyebelin banget! Kenapa kita pasti kalah debat kalo sama Kayla sih?" kesal Yulia tampak menghentak-hentakkan kakinya.

Camelia yang sedari tadi diam, terus mengumpat dalam hati. Bersumpah jika suatu saat ia akan mengahancurkan orang-orang yang menghalangi rencananya. Terutama Aeelin—musuh bebuyutannya.

***

Kayla sampai di rumahnya bersama ketiga temannya. Mereka bertiga memutuskan untuk menginap di rumah Kayla malam ini.

"Masih kedinginan nggak, Kay?" tanya Aeelin.

"Enggak kok," jawab Kayla meyakinkan jika dirinya baik-baik saja.

"Baju gue yang waktu itu ketinggalan di rumah lo, masih ada, kan?" tanya Lula.

Kayla mengangguk. "Gina sama Aeelin bisa pake baju gue. Gapapa, kan?"

"Gue bukan cewek ribet kayak Lula," jawab Gina.

"Kok jadi ngehina gue sih?" kesal Lula.

"Bukan ngehina. Cuma ngomongin fakta."

"Tapi bahanya nyelekit banget!"

"Lo-nya aja yang baperan."

Enggan mendengar perdebatan Lula dan Gina, Kayla menarik tangan Aeelin untuk berjalan memasuki rumahnya.

"Gina makin ke sini makin tambah galak," komentar Aeelin dengan suara pelan.

"Enggak galak pas nyambut kedatangan lo doang," imbuh Kayla membuat Aeelin mengangguk.

Mereka kemudian tertawa terbahak-bahak setelah melakukan beberapa pembicaraan kecil.

"Eh, lo ngapain ada di rumah gue?" tanya Kayla kaget melihat Fathur yang berjalan keluar dari rumahnya.

"Numpang bentar," jawab Fathur seadanya.

"Ada masalah apalagi?" Kayla kembali bertanya.

Namun belum sempat Fathur menjawab, kedatangan Aires dan dua temannya yang lain membuat perhatian Kayla teralihkan.

"Harus banget rombongan gini numpangnya?"

"Gue cuma ngikutin Fathur doang, Kay. Suerrr. Nggak ada yang ilang kok di rumah lo," sahut Bondan.

"Gue, Bondan sama Aires mah cowok baik-baik, Kay. Tapi kalo si Bayu …" Amran sedikit menjeda ucapannya. Melirik Bayu yang sudah memasang mode savage.

"Tadi pas kita jalan-jalan ke belakang rumah, Bayu nggak ikutan. Katanya mau ngecek isi kamar lo—"

"Gausah nyebar gossip," potong Bayu cepat. "Mulut lo minta di mutilasi."

"Jahat bener lo, Bay. Bibir cantik gue ini udah gue rawat dari sejak dini tau. Enak aja mau lo nodain," balas Amran namun justru membuat Bayu bergidik ngeri.

"Pada mau kemana?" tanya Aeelin melihat lima laki-laki di hadapannya.

"Dugem, Ai. Habis ulangan matematika jadi butuh pencerahan nih otak gue," kekeh Amran.

"Berani banget lo jawab pertanyaan doi-nya Aires. Kagak bisa pulang baru tau rasa lo, Ran" peringan Bondan melirik sekilas Aires yang berdiri di sebelahnya.

"Hastag Amran sudah bosan hidup," sambung Bayu.

"Salah mulu gue. Cuma jawab pertanyaan doang juga," heran Amran.

"Lo sih, bercanda di tempat yang salah."

"Iya. Ceweknya Aires lo jadiin bahan bercandaan."

"Salah sasaran woy!"

"Target lo bukan orang sembarangan."

Merasa tertekan dengan ejekan kedua temannya membuat Amran tidak tinggal diam. Alhasil kericuhan kembali memenuhi halaman depan rumah Kayla dengan ocehan Amran yang terdengar sangat alay.

"Jadi pergi nggak?" tanya Fathur seketika menghentikan ocehan Amran.

"Jadilah!" jawab Bondan, Bayu dan Amran secara bersamaan.

"Buruan cabut," Fathur memberi aba-aba kemudian berlajan lebih dahulu menjauhi rumah Kayla. Disusul Bondan, Bayu dan Amran.

Saat giliran Aires yang menyusul teman-temannya, satu tangannya ditahan oleh tangan mungil Aeelin. Membuat satu alis Aires terangkat.

"Kayla, gue beli jajan dulu nggak papa, kan?" tanya Aeelin.

"Iyaa. Sekalian nitip minuman dingin sama takoyaki depan perempatan. Boleh, kan?" sahut Kayla balik bertanya.

Aeelin mengacungkan satu jempol tangannya. Kemudian menarik satu tangan Aires menuju ke depan motor cowok tersebut.

Sampai di depan motor Aires, Aeelin menghentikan langkahnya. Menatap wajah cowok tersebut yang sejak tadi tidak lepas menatapnya.

"Kenapa? Kangen sama gue?" tanya Aires menunjukkan smirk-nya.

"Enggak!" elak Aeelin. "Nggak bener banget kalo ngomong."

"Terus? Mau minta anterin beli jajan?"

Aeelin menggeleng. Mengalihkan tatapannya dari Aires sejenak. Berusaha mengusir jauh-jauh perasaan ego yang selalu mengalahkan dirinya. Lalu setelahnya, Aeelin kembali menatap wajah Aires.

"Gausah ikut sama mereka-mereka ya?" pinta Aeelin sambil memegang satu tangan Aires dengan kedua tangannya.

"Ma-maksud gue, pulang ke rumah aja. Udahan mainnya. Jangan keseringan pergi ke tempat-tempat kayak gitu, Res. Paham, kan, sama maksud gue?"

Wajah Aeelin terlihat sangat memohon. Berharap jika Aires akan mengiyakan permintaannya.

"Kenapa?" balas Aires, sangat jauh berbeda dengan harapan Aeelin.

"Nggak baik, Res. Lo nggak seharusnya pergi ke tempat-tempat kayak gitu. Jangan dijadikan hobi," jawab Aeelin.

"Lo kemarin juga ke sana."

"Cuma sekali. Dan gue juga nggak ngapa-ngapain."

"Lo kira gue ngapa-ngapain di sana?"

"Engga gitu maksud gue."

"Terus maksudnya apa? Kenapa gue nggak boleh pergi sama temen-temen gue?"

Aires menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Menunggu jawaban yang akan diberikan oleh Aeelin.

"Nurut sama gue tanpa banyak nanya bisa gasih? Nggak bakal gue ngelarang lo ini itu, selain karena gue nggak mau lo kenapa-napa. Sadar dikit dong kalo gue itu masih …"

"Sayang sama gue, kan?" tebak Aires dengan satu tangan merangkul pundak Aeelin.

"Kepedean banget!" cetus Aeelin berusahan melepas rangkulan Aires namun tidak berhasil.

"Singkirin tangan lo dari pundak gue, Res!" perintah Aeelin.

"Gamau," tolak Aires.

Alih-alih melepaskan tangannya, Aires justru beralih memeluk Aeelin dari belakang. Dengan kedua tangannya yang melingkar di depan bahu gadis tersebut.

"Aires jangan modus deh," rengek Aeelin merasa kesal bercampur malu.

"Kangen tau, Ai. Udah dua tahun lebih nggak kayak gini sama kamu," Aires mengeratkan pelukannya tanpa peduli dengan ucapan Aeelin.

"Manja banget sih jadi cowok. Inget umur, Res. Jangan biasain kayak gini terus," omel Aeelin.

Seolah tidak mendengar omelan Aeelin, Aires tetap memeluk Aeelin tanpa melepaskannya barang sedetik pun.

"AEELIN KATANYA MAU BELI JAJAANNN?! JANGAN PACARAN MULU DONG! KEBURU GUE MATI KELAPERAN TAUUU!"

Mendengar suara cempreng Lula membuat Aeelin dengan kasar melepaskan tangan Aires dari pundaknya. Bergegas pergi dari hadapan Aires, menuju ke minimarkan untuk membeli jajan.

***