Selamat membaca📖
"Sayang, ayo makan!" Sebuah suara terdengar bersamaan dengan decit pintu, menandakan pintu itu di buka oleh seseorang, dan Aletta tau siapa orang itu.
Aletta memeluk erat guling nya, dengan mata tertutup Aletta menjawab.
"Aletta capek pi, letta mau tidur, lagian tadi sudah makan mie ayam!" Ujar Aletta pelan, ia sangat mengantuk dan kesal secara bersamaan saat ini.
Dari tempat Aletta berbaring, ia bisa mendengar derap langkah yang terdengar terburu-buru mendekati ranjang. Meski mata Aletta masih tertutup, diri nya sudah mulai setengah sadar hingga dengan cukup jelas ia mendengar langkah kaki ayah nya.
"Letta sakit? Kita ke rumah sakit ya?!" Suara Aksa terdengar begitu cemas. Sesaat kemudian tempat tidur bergerak tanda Aksa duduk di sisi belakang Aletta, gadis itu masih di posisinya, berbaring miring ke kanan sambil memeluk guling.
"Ngak pi, Aletta cuma pusing bisa, letta juga sudah minum obat. Letta cuma butuh tidur." Jawab Aletta terdengar malas sekaligus lelah.
Aksa terdiam sejenak, kemudian bangkit dari posisi nya, tak lupa sebelum meninggalkan kamar, Aksa menyempatkan diri nya untuk mengecup kening Aletta.
Aksa benar-benar lelah, hingga ia memilih kembali ke kamar nya, mengabaikan makanan yang ada di lemari rak rak. Toh tidak ada Aletta yang harus di temani nya makan.
Kini, Aksa telah duduk di tempat tidurnya, menyandar pada kepala ranjang. Mata Aksa menatap nyalang langit langit kamar, meskipun demi kian, pikiran nya menerawang jauh menembus loteng kamar. Namun yang menjadi pikiran nya sangat dekat, Aletta yang sedang tidur di kamar yang bersebelahan dengan kamar nya.
"Apa aku tadi membentak Aletta ya?" Aksa mencoba mengingat-ingat percakapan saat mereka makan mie ayam tadi sore, tak satu pun Aksa membentak Aletta.
Aksa mengerutkan kening nya berfikir keras mengapa Aletta nya marah. Aletta memang tidak terlihat marah atau merajuk, tapi Aletta menjaga jarak, itu artinya ada yang salah. Karena Aletta saat sakit tidak mau tidur sendiri meski itu hanya sekedar sakit kepala atau flu belaka. Dan itu benar benar membuat Aksa tidak nyaman.
Kemudian Aksa teringat akan sesuatu, ketika ia menolak permintaan Aletta untuk pulang menggunakan bus mentah-mentah. Aksa menolak nya karena tak yakin Aletta menggunakan bus atau angkutan umum lain nya seorang diri, Aksa takut Aletta nya kenapa napa. Tapi gadis itu sangat keras kepala, Persis seperti ibu nya Aletta.
"Akhh... Meli... Apa yang harus aku lakukan? Dia tumbuh begitu cantik dan mempesona, pasti banyak orang yang menyukai nya.. Bagaimana kalau... Akhhh!" Aksa frustasi sendiri.
Aksa menarik selimut, berguling kekiri dan kekanan, persis sperti ABG yang sedang kasmaran.
Hingga tanpa sadar aksa tertidur dengan sendiri nya, mungkin saja saat bangun ia akan menemukan solusi untuk Aletta.
***
Suara panggilan ponsel terdengar, mengaget menyadarkan Aksa dari tidur nya.
Aksa segera menerima panggilan, beberpa saat kemudian Aksa segera kekamar mandi. Beberpa menit kemudian Aksa keluar dengan handuk melilit pinggang nya, Aksa menoleh pada ranjang namun tak menemukan pakain kerja nya, biasa nya saat Aksa selesai mandi 1 stel lengkap tergeletak diatas tempat tidur. Seperti nya kali ini Aksa harus mandiri. Setelah selesai berpakaian Aksa segera menuju dapur.
Di sana Aletta duduk dengan roti di tangan kanan ponsel di tangan kiri, sesekali Aletta tertawa kecil, mengacuhkan Aksa yang datang.
"Tidak membangun kan papi hem?" Aksa berdiri di belakang Aletta lalu mengecup pipi Aletta. Mencoba merayu gadis itu.
"Sudah, papi yang ngak bangun!" Jawab Aletta singkat menaruh ponsel nya diatas meja dengan posisi telungkup.
Aksa menghela nafas nya, tak menyangka Aletta masih akan bersikap dingin dan berusaha jaga jarak. Aksa memilih duduk di kursi nya yang ada di depan Aletta.
"Kuliah?" Tanya Aksa dan di jawab dengan gelengan oleh Aletta.
"Lalu?"
"Kegiatan kampus, Aletta ikut komunitas seni!" Jelas Aletta to the point.
Setelah beberapa saat akhirnya Aletta bertanya.
"Papi tidak lupa ini weekend kan? "
"Ada keperluan"
Setelah percakapan singkat di meja makan kedua nya melesat meninggalkan area perumahan, menuju kampus Aletta.
Di dalam mobil, kedua nya terlihat canggung dengan situasi akward tanpa seorang pun buka suara, hingga Aksa mengintrupsi kesepian.
"Pulang jam berapa?" tanya Aksa melirik Aletta yang sibuk dengan ponsel nya.
" Jam 11 siang "
"Em... Nanti papi pulang sedikit lama, mungkin Letta bisa pulang pakai bus!" Ujar Aksa memberi tahu, ia berbohong mengenai tak bisa menjemput Aletta, ia hanya memberikan Aletta kesempatan pulang menggunakan bus.
"Papi gak jemput?" Tanya Aletta cepat.
Aksa mengartikan Aletta terlihat antusias. Lalu mengangguk kan kepala nya.
Mobil berhenti di depan gedung seni yang di maksud Aletta.
"Papi yakin gak jemput Aletta?" Tanya Aletta sekali lagi.
Aksa tersenyum sambil mengeleng. Ia yakin Aletta akan senang.
Namun di luar perkiraan nya, Aletta keluar begitu saja membanting pintu kemudian berjalan dengan langkah kasar dan cepat tanpa pamit sedikit pun.
"Apa lagi yang salah!" teriak Aksa semakin frustasi dengan tindakan Aletta yang benar benar tidak bisa di tebak.
Aksa menghela nafas nya lelah, memijit kening nya, kepala nya semakin hari semakin pusing memikir kan Aletta yang semakin sulit untuk di mengerti nya. Gadis itu tumbuh terlalu cepat_ keluh aksa mengusap wajah nya, lalu melajukan mobil nya ke suatu tempat.
Di sisi lain Aletta berdiri di kaca wastafel toilet, dengan wajah masam dan marah.
" Mau papi apa!" Teriak Aletta kesal pada wajah nya yang terpantul di kaca. Beruntung ini weekend sehingga kampus cukup sepi dari mahluk hidup.
"Kemarin bilang akan selalu jemput, kemudian bilang ngak bisa. Ahhh... " Aletta memukul sisi wastafel dengan kepalan tangan melampiaskan kekesalan nya.
Seketika ingatan nya tentang pesan singkat yang di kirim kan sekretaris baru ayah nya kemarin. Aletta kian meradang saat satu persatu spekulasi perputar di kepala nya.
"Sejak kapan weekend papi ke kantor?!" Tanya Aletta semakin marah yang kian membara.
"Tentu saja sejak sekretaris sella itu! Akhhh.... " Aletta memukul kaca dengan emosi yang membara, kaca nya sedikit pecah pada bekas pukulan dan tangan Aletta berdarah, karena luka ringan.
Nafas Aletta terengah engah, ia tidak pernah marah sebelum nya. Ini kali pertama ia marah. Marah yang benar benar marah, air mata nya mengalir dengan sendirinya tanpa bisa di tahan nya.
Setelah lebih tenang Aletta menghidupkan kran air lalu membasuh tangan nya.
"Awhh.. " Aletta baru menyadari sakit nya setelah tangan nya di bersih kan.
Saat keluar dari toilet, Aletta di kaget kan dengan kehadiran seorang pria muda tampan memasang wajah datar.
"Kak yudistira?!" Gumam Aletta
"Untuk kali ini, biar kan aku mengobati luka mu!" Ujar yudistira menarik tangan Aletta.
Tbc