Hari semakin larut diiringi dengan suara jangkrik di malam hari. Seorang anak laki -laki sedang melamun sambil menatap sebuah goodybag di atas meja dengan tatapan kosong. Dia adalah Gery, dia masih menunggu Tjokro yang belum juga pulang ke Rumah. tiba - tiba Tjokro muncul di belakangnya dan menepuk punggungnya.
Puk,,,
"Ger jangan melamun", bisik Tjokro sambil menepuk pundak Gery.
"SETAAAANNN,, Eh apaan sih mbah ngagetin aja", kata Gery yang sedang kaget
"Abisnya kamu kok ngelamun aja".
Gery kesal karena Tjokro pergi tanpa kabar, lalu Tjokro menjelaskan bahwa ia pergi karena ingin mencari keturunan Jendral Stephen. Ia juga bercerita tentang pertemuannya dengan Michelle.
Mendengar hal itu, Gery pun mengingatkan Tjokro untuk berhati - hati karena saingannya adalah Alex Wu, anak dari pengusaha sukses nomor satu di Indonesia, yang ada rencana utama Tjokro bangkit kembali untuk balas dendam malah gagal karena dia mengejar - ngejar Michelle.
Gery berdiri dan mengambil sebuah goodybag berisi Handphone.
"Oh iya nih HP buat mbah", kata Gery sambil memberikan goodybag.
"Wah,, buatku? Makasii Gery cucuku yang paling gwantengg", Puji Tjokro sambil senyam - senyum dan mengacak - acak rambut Gery.
"Huuu udah dapet HP aja bilang ganteng".
"Eh Ger,, ini gimana nyalainnya?", tanya Tjokro yang masih norak.
"Sini - sini aku ajarin"
Gery sedang berusaha mengajari Tjokro cara menggunakan HP. Sedikit melelahkan rupanya mengajarkan orang jaman dulu untuk menggunakan HP. Diajarkan videocall bukannya kamera diarahkan ke wajah, dia malah mengangkat telepon genggamnya dan mendekatkannya ke telinga. Ckckckck
Ke esokan harinya, Alex Wu sedang berada di rumah Michelle, ia membantu Michelle menyiapkan perlengkapan untuk pesta besok.
"Syel,, ini bunga untuk kamu aku simpen disini ya", kata Alex sambil meletakan bunga nya di meja.
"Iya,, kamu ga perlu repot - repot lho lex", jawab Michelle dengan senyuman.
"Ga apa2 aku seneng kok, eh kamu kenapa megangin handphone terus?", tanya Alex sambil memandang tangan Michelle yang sedang menggenggam HP nya.
"Engga,, Cuma lagi nunggu telpon dari seseorang aja", jawab Michelle.
"Hah,, siapa?", tanya Alex yang mulai cemburu.
"Bukan siapa - siapa.. Bukan telpon dari orang yang special juga", jawab Michelle dengan lemas, sepertinya ia kecewa dengan Tjokro yang tak kunjung menelponnya.
Kemudian Michelle meminta Alex untuk membantunya menggeser sofa. Terlihat dengan jelas bahwa Alex sangat tertarik dengan Michelle. Saat menggeser sofa bersama Michelle, ia terus memandangi wajah Michelle sambil tersenyum. Tidak lama kemudian terdengar dering suara handphone milik Alex, kemudian Alex mengangkat telepon dari ayahnya.
"Waduh,, papi ngapain sih nelpon, ganggu aja" gerutu Alex.
"Yaudah angkat dulu sana". Michelle meminta Alex untuk segera mengangkat telpon.
"Sebentar ya syel".
"Iya gapapa".
Alex pergi ke ruang sebelah untuk mengangkat telpon. kemudian ia berbicara dengan ayahnya melalui telepon genggam.
"Halo? ia pih ada apa? kalau engga ada yang penting aku tutup nih", tanya Alex ke ayah nya.
"Kamu ini, orang tua belum ngomong udah mau nutup - nutup aja", jawab Anton Wu, ayahnya Alex dengan nada kesal.
"Ia,,ia,, kenapa sih papi aku yang ganteng banget".
"Halahh papi mah gak kena sama gombalan buaya kamu".
Lalu Anton Wu meminta Alex untuk ikut meeting bersamanya dan Teddy Wijaya. Teddy Wijaya adalah ayahnya Gery, ia cukup disegani di dunia perbisnisan, karena Teddy Wijaya merupakan pengusaha terkaya nomor 2 di Indonesia, kesuksesan nya boleh dibilang hampir menyamai Anton Wu. Awalnya Alex menolak, namun akhirnya ia sepakat untuk mengikuti kemauan ayahnya. Setelah perbincangan selesai Alex pun menutup telpon nya.
"Ah,, ada - ada aja sih, papi gangguin orang lagi pedekate aja", gerutu Alex.
Michelle menoleh ke arah Alex
"Ada apa lex? urusan kerjaan?", tanya Michelle.
"Ia nih papi aku, aku balik dulu ya syel, kalau masih keburu nanti malam aku kesini lagi", jawab Alex.
"Ga usah lex, nanti ngerepotin kamu, ini juga udah mau selesai kok".
"Ok deh kalau gitu, sampai jumpa besok ya cantik". Alex mengusap rambut Michelle.
"Ia,,"
Alex berjalan ke luar rumah Michelle dan kemudian mengambil mobilnya lalu pergi. Michelle melambaikan tangannya kepada Alex.
"hadeeh,, cape deh aku kalau harus di gombalin Alex setiap hari".
Michelle Mencuci tangannya di westafel dan ia teringat dengan Tjokro. Ia teringat saat Tjokro mengulurkan tangan nya dan kemudian ia menuliskan nomornya di tangan Tjokro, kejadian itu sungguh mengesankan.
"Aduhh,, kemana sih dia. Kok belum telepon aku juga. huh,, apa dia menolakku,, ihh,, aku kan belum pernah di tolak", Michelle jadi semakin penasaran dengan Tjokro
Sementara itu Gery mendapat video call dari ayahnya. Ayah Gery yaitu Tedy Wijaya, ia meminta Gery untuk menemui Anton Wu.
Net,,net,,net,, dering suara HP Gery
"Halo,, Halo,,,", Tjokro menyangka telpon itu dari HP nya.
"Eh,, eh,, bukan HP mbah,, yang bunyi hape aku".
"Oh,, salah tah".
Gery mengangkat Video call dari ayahnya "Halo pih,, miss you". Sambil dadah - dadah ke kamera hp . Tjokro melirik dan merasa aneh karena Gery menatap layar HP sambil mengobrol.
Teddy meminta Gery untuk datang ke perusahaan perkebunannya yang ada di Bogor, lalu Teddy juga menjelaskan bahwa Anton Wu berniat untuk membeli perusahaan itu. Teddy tidak ingin menjualnya, namun ia tidak mau menemui Anton Wu karena gengsi harus mengakui keunggulan Anton Wu. Tak sengaja wajah Tjokro tertangkap kamera. Kemudian Tjokro menghipnotis Teddy sehingga ia percaya bahwa Tjokro adalah adiknya. Lalu Teddy juga meminta Tjokro untuk pergi bersama Gery menemui Anton Wu.
Tut,, Gery mematikan video call nya. Tjokro masih terlihat kebingungan.
"Ger,, itu kok bisa bapak mu ada di dalam hp?", tanya Tjokro.
"Aduuh,, itu nama nya video call mbah,, kemarin kan dah aku ajarin, eh mbah malah ditaru di kuping HP nya", jawab Gery
"Wah canggih sekali ilmu sihir mu Ger, bahkan aku tidak bisa melakukannya", kata Tjokro yang masih merasa takjub.
"Itu bukan ilmu sihir mbah, tapi teknologi", tegas Gery yang mulai pusing
"Teknologi?", tanya Tjokro lagi.
"Nanya nya nanti aja ya,, sekarang kita harus ke bogor", jawab Gery yang mulai lelah.
Gery berjalan ke kamarnya untuk bersiap - siap. Tjokro juga berjalan ke kamarnya. Kemudian ia berbaring di kasur. Tiba - tiba dia teringat ketika ayahnya meminta nya untuk menjadi pasukan kerajaan.
***
FLASH BACK MASA KECIL SAMPAI REMAJA TJOKRO
Seorang pria dengan rentan usia 50 tahun sedang berdiri di depan pintu rumahnya yang sudah reyot. Rumah itu terbuat dari kayu, dan terlihat sudah rapuh. Pria itu adalah Ayahnya Tjokro. Sang Ayah mengusap rambut Tjokro kecil yang hendak pergi ke sekolah dasar.
"Kalau kamu sudah besar, kamu harus jadi Mahapati ya nak. Mahapati yang tegas, kuat dan pemberani. Kamu lindungi negri kita ini", ucap sang ayah dengan penuh harapan.
"Baik bopo, cita - cita saya memang ingin jadi pati kerajaan", jawab Tjokro kecil.
"Anak pintar..", puji sang ayah sambil mengusap rambut Tjokro kecil.
lalu Tjokro kembali teringat ketika ia remaja dan sedang berpamitan untuk mengikuti latihan militer. Pada waktu itu Tjokro bersalaman dengan Ayahnya yang terlihat semakin tua. Rambutnya sudah putih dan terlihat lemas.
"Bopo bangga padamu Tjokro", ucap sang ayah dengan bangga nya.
"Saya berangkat bopo, jaga diri bopo baik - baik". Tjokro bersalaman dengan mencium tangan ayahnya.
"Hati - hati nak, jaga dirimu baik - baik. Berjanjilah kau akan selalu kembali dengan selamat", harap sang ayah
"Saya berjanji", tegas Tjokro yang meyakinkan ayahnya.
Tjokro berjalan meninggalkan ayahnya.
***
Lalu Tjokro tersadar dari lamunannya setelah ditimpukin Gery dengan baju dan celana. Gery melempar baju ke arah Tjokro dan mengenai wajahnya.
"Eh kageett,, ya ampun,, anak muda jaman sekarang kok ya gak sopan sama orang tua", gerutu Tjokro.
"Yeee lagi tadi dipanggilin gak nyaut - nyaut,,itu pakaian ayah ku, ayo cepat ganti baju.. kita berangkat", ajak Gery.
"Wesss lah,, nurut ae lah aku,, aku kan cuma numpang disini"
"Loh kok malah baper sih,, maaf deh", Gery merasa tidak enak.
"Iyo..yo.. sana gih,, mau ngintip opo?"
Setelah siap, Gery dan Tjokro pergi ke Bogor dengan menaiki mobil Gery. Di dalam mobil Gery pun mulai menyusun rencana. Gery meminta Tjokro untuk menghipnotis Anton Wu agar ia tidak jadi membeli perkebunan milik keluarga Gery. Tjokro pun sepakat dengan ide Gery.
Sesampainya di Bogor. Alex dan ayahnya Anton Wu datang lebih dulu. Mereka keluar dari mobil dan berjalan ke arah gedung perusahaan ayah nya Gery. Anton meminta Alex untuk membantunya bernegosiasi agar perusahaan perkebunan itu berhasil dimiliki mereka. Alex dan ayahnya menemui receptionist.
"Permisi mba, kami ada janji dengan Pak Teddy Wijaya", Alex bicara pada receptionist.
"Baik pak, tunggu dulu sebentar, info Pak Teddy akan diwakilkan oleh putra nya Mas Gery Wijaya dan Adiknya Pak Tjokro Wijaya, silahkan bapak - bapak menunggu di dalam", jawab receptionist.
Receptionist mengajak Anton dan Alex ke ruang meeting. Receptionist meninggalkan ruangan dan kemudian Anton menggebuk punggung Alex yang melirik nakal si receptionist.
Gery dan Tjokro tiba di perusahan perkebunan itu. Mereka disambut oleh Receptionist. Lalu receptionist langsung membawa mereka ke ruang meeting. Receptionist itu membuka kan pintu ruang meeting dan memperkenalkan Gery dan Tjokro kepada Anton dan Alex.
Kemudian mereka memulai meeting nya. Anton dan Alex menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke perusahaan itu. Ia berencana untuk membeli perusahaan itu dan berjanji akan memberikan keuntungan sebesar 30% tiap bulannya. Mereka terus mendesak dan meyakinkan Tjokro dan Gery. Karena perusahaan perkebunan itu hampir bangkrut, Anton dan Alex meyakinkan bahwa mereka akan menyelamatkan perusahaan itu.
Tetapi Tjokro tidak tinggal diam, ia menyulap laporan keuangannya menjadi bagus, dalam sekejap laporan keuangan itu berubah dan terlihat peningkatan keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan. Anton Wu mengambil kaca matanya dan mulai membaca berkas laporan keuangan. Anton sangat terkejut melihatnya.
"Laporan keuangannya memang telah membaik, tapi saya pikir ini belum di publish ya", tanya Anton.
"Benar, kami memang belum sempat memperbarui nya di bursa saham", jawab Tjokro seperti layaknya pimpinan direksi.
"Baiklah kalau begitu, kami bisa apa jika memang dibawah kepemimpinan Pak Tjokro perusahaan ini sudah menjadi lebih baik", kata Anton yang mulai mengagumi Tjokro.
Lalu mereka saling bertukar kartu nama. Tidak disangka Tjokro pun memiliki kartu nama. Gery sangat terkejut melihatnya. Anton mengambil kartu namanya dan membacanya.
"Tjokro Wijaya, President Director. Oh jadi saat ini anda President directornya?", tanya Anton, sementara Alex mulai terlihat bete.
"Benar". Tegas Tjokro sambil tersenyum.
Lalu Gery berbicara dalam hati "Gilaakk,, keren banget sih emang Kakek2 satu ini, sampai punya kartu nama segala". Dengan spontan Tjokro menjawab, "Iya dong". Karena Tjokro dapat mendengar ucapan dalam hati Gery.
Semua kaget karena Tjokro tiba - tiba bilang iya dong. Gery menepuk paha Tjokro karena ia paham Tjokro sedang menjawab ungkapan dalam hati Gery
"Iya dong? iya dong apa maksudnya?", tanya Alex.
"AH engga,, pasti maksud om saya ia dong kalau dia sekarang presiden director disini", Gery mengklarifikasi.
"Sombong sekali dia", ucap Alex pelan - pelan.
"Hus!!!", Anton mencubit pinggang Alex.
Alex Wu dan Ayahnya pamit dan pergi meninggalkan kantor Teddy Wijaya. Mereka masuk ke dalam mobil. Namun Anton Wu terus saja memandangi kartu nama Tjokro. Sehingga Alex merasa kesal. Alex pun menegur ayahnya sambil mengenakan sabuk pengaman. Ayahnya itu terus memuji Tjokro dan berharap Alex juga bisa memimpin perusahaan miliknya.
Di dalam perjalanan pulang, Gery dan Tjokro terus tertawa di dalam mobil. Gery terus tertawa sambil nyetir.
"Gilaa, gilaa,, mbah,,, kamu emang hebat,, kali ini aku acungin jempol", teriak Gery sambil mengangkat jempolnya.
"Hahaha,, yo dari dulu aku emang jempolan,, kamu aja yang gak bersyukur ada aku", sahut Tjokro.
"Hahaha,, Ngomong - ngomong, mbah dapet berkas laporan keuangan dari mana?", tanya Gery.
"Ya pakai sihir dong", jawab Tjokro.
Lalu Gery menanyakan imbalan apa yang bisa ia berikan untuk Tjokro. Tjokro mengatakan ia tak perlu imbalan. Ia hanya minta Gery menyimpankan nomor telepon Michelle di HP nya. Tjokro memberikan HP nya ke Gery
"Nomornya mana?", tanya Gery.
"Nih...", Tjokro memberikan telapak tangannya.
"Anjass,, masih ada aja ini nomor di tangan".
"Iya dong", jawab Tjokro sambil nyengir - nyengir.
Setelah nomor Michelle tersimpan di HP Tjokro, Tjokro pun menelpon Michelle.