webnovel

Rasa Kekesalan

Luna masuk ke dalam rumah, mobil yang dihidupkan oleh Saka tidak bisa dikemudikan. Dia keluar dari mobil melihat mesin mobil yang ada di depan, tetapi tidak ada keanehan ataupun kabel yang janggal. Dia menutup mesin mobil tersebut dengan rasa kaget karena mendapati Chan berdiri di bagian kaca spion mobil.

"Kamu membuatku kaget."

"Kenapa?"

"Mobilnya tidak bisa dikemudikan padahal mesinnya hidup."

"Coba lagi."

Saka masuk ke dalam mobil, dia menghidupkan mobil lalu memainkan setir yang tidak memiliki satu masalah pun.

"Masalahnya Anda lupa dengan giginya. Sama seperti mengunyah, jika Anda tidak menggunakan giginya maka semua makanan yang masuk ke dalam mulut Anda tidak akan hancur. Fokus!"

"Apa maksud kamu mengatakan itu. Oh iya, aku sudah mencari tahu semua tentang dirimu dari data sekolah tetapi aku tidak menemukan identitasmu. Kamu siapa dan apa tujuanmu hadir ke dalam keluarga Luna?"

"Ini bukan urusan Anda. Hanya saja aku tegaskan agar Anda jangan terlalu ikut campur dalam kehidupan seseorang demi uang. Uang bukan segalanya, dan aku tahu bahwa anda orang yang baik."

Chan mendaratkan tangan di pundak Saka, dia melangkah masuk ke dalam gerbang rumah meninggalkan Saka yang masih bingung dengan apa yang dikatakan oleh pemuda itu.

Ponselnya berdering, Chan menoleh ke belakang memandangi Saka berbicara bersama orang yang menghubungi ponsel dari deringan ponsel tersebut.

"Baiklah. Akan segera ke sana untuk memberikan semua soal-soal ujian tersebut."

"Lagi...." Chan melanjutkan langkahnya ke arah rumah setelah mendengar Saka merespon dari orang yang menghubunginya.

Chan kaget setelah masuk ke dalam kamar, dia melihat Luna berdiri tegak pinggang dengan wajah sadis kepadanya yang dia respon dengan senyuman.

"Kamu berada di kamarku."

"Kakak mengikutiku. Aku tahu bahwa sekarang kakak sudah menjadi kakakku tetapi jangan batasi aku seperti kakak-kakak temanku yang membatasi adik-adiknya."

"Aku bertanggung jawab untuk itu karena kamu adalah adikku."

"Jangan sok dekat. Awas jika sekali lagi Kakak melakukan hal itu kepadaku."

"Iya. Sekarang keluarkan karena aku ingin beristirahat."

"Tidak perlu mengusir."

Luna keluar dari kamar tersebut, dia berdesis merasa kesakitan dengan lututnya. Hal yang sama juga dirasakan oleh Chan.

"Setiap kali Luna merasa sakit di bagian lututnya kenapa aku juga merasakan rasa sakitnya. Apa karena darah itu. Tidak mungkin, ini bukan dunia magic."

***

Saka pergi ke rumah Liam, dia mengetuk pintu rumah yang lebar dan besar dari rumah bak istana tersebut. Iyem membuka pintu, dia mempersilakan kakak untuk masuk.

"Ini!"

Saka menghempas beberapa hal yang kertas yang ada di dalam map ke atas meja ruang tamu. Liam menurunkan kaki dari meja, dia meletakkan ponsel setelah mengembalikan aplikasi game ke layar utama.

"Bagus. Ini!"

Liam memberikan beberapa helaian uang. Saka menatap uang tersebut yang disodorkan ke arahnya, dia kembali teringat dengan perkataan Chan yang membawa dia berkelana hingga menemukan titik kejelasan dari maksud perkataan Pemuda tersebut.

"Tidak. Ini untuk terakhir kalinya aku membantumu."

"Tidak bisa. Bapak sudah terikat denganku, jika Bapak tidak mau maka aku akan menceritakan kepada kepala sekolah mengenai apa yang Bapak lakukan."

"Kamu juga akan menerima akibatnya jika semua itu terbongkar."

Liam terdiam, dia merasa apa yang dikatakan oleh Saka benar akan merugikan dirinya. Dia menurunkan jari telunjuk setelah Saka meminta dia untuk menurunkan jarinya.

"Nak Saka...."

Hema keluar dari kamar, mereka berdua yang berjenis kelamin pria tersebut bersikap santai sekolah tak terjadi apapun di antara mereka. Ketegangannya sebelumnya terlihat kini memudar berganti menjadi senyuman dan sedikit tawa.

"Iya. Lucu sekali dengan gadis itu."

Liam dengan pandai berdrama. Dia memperlihatkan suatu hubungan yang baik tanpa ada masalah diantara dia dan Saka, tingkahnya seperti seorang teman bagi pria itu yang memiliki umur 10 tahun lebih tua darinya. Hema tidak mengetahui kelicikan putranya dalam menjalankan pendidikan berkat bantuan Saka.

"Ini sudah malam, waktunya kita makan malam. Karena Nak Saka sudah ada di rumah lebih baik kita makan malam bersama."

"Tidak perlu, Tante. Adikku sendirian di rumah, mungkin dia sedang menungguku."

"Kamu punya adik?"

"Iya. Adik perempuan. Mbok Iyem mungkin sudah mengetahuinya karena waktu itu dia pernah ke sini untuk mengantarkan catatan materi pembelajaran."

"Iya. Yang datang bersama Non Luna. "

"Luna. Kalian tahu dia."

"Iya, Den. Beberapa kali Non Luna datang ke sini belajar bersama dengan Den Liam."

Iyem menutup satu kebenaran dari Hema bahwa putranya diam juga mempererat Luna kala itu saat dia memiliki urusan penting dengan gengnya.

"Oh... iya. Luna adakah sahabat adikku Yona. Kalau begitu Tante aku pulang dulu."

"Iya. Kamu hati-hati di jalan."

"Terima kasih, Tante."

Saka tidak sengaja menyenggol satu buku, buku tersebut adalah buku sekolah Liam yang ada di atas meja. Dia meletakkan buku tersebut ke atas meja dan menemukan foto tadi dalam keadaan yang masih sama tertelungkup. Liam meraih foto itu cepat, tingkah itu yang membuat Saka sangat penasaran dengan sosok orang yang ada di balik kertas putih yang sudah dua kali dia lihat itu.

"Maaf."

Saka keluar dari rumah tersebut. Dia masuk ke mobil mengemudikannya dengan kecepatan sedang kembali memikirkan keanehan-keanehan yang dirasakan hari ini yang berhubungan dengan Chan ataupun Liam.

Di tengah perjalanan dia melihat adiknya bersama Dika, mereka berdiri di tepi jalan si samping dua buah motor.

"Yona. "

"Kak Saka."

"Dika."

"Pak Saka."

"Kalian berdua ngapain di sini. Yona, tadi kamu mengatakan bahwa kamu ingin mengantarkan buku kepada temanmu. Lalu, kenapa kamu ada di sini bersamanya."

"Iya, Kak. Ketika di perjalanan ingin kembali ke rumah motorku tiba-tiba mogok. Kak kebetulan lewat dan membantuku. Sekarang semuanya sudah baik-baik saja, aku akan segera pulang."

Yona menaiki motor, dia memasang helm dan menancap gas motor setelah mengucapkan terima kasih kepada Dika. Hal yang sama juga dilakukan oleh pemuda tersebut, dia mengabaikan kehadiran Saka.

"Jangan pernah dekati adikku karena aku tidak ingin dia dekat dengan seseorang yang tidak bertanggung jawab."

"Aku tidak pernah tertarik untuk mendekati adikmu, Pak. Jangan terlalu berekspektasi bahwa aku menyukainya karena dia bukan tipeku."

"Iya. Orang sepertimu tidak memiliki standar yang tinggi untuk mencintai gadis yang baik."

Saka meninggalkan keberadaan Dika, dia masuk ke dalam mobilnya menancap gas mobil dengan rasa kekesalan kepada Liam, Chan, dan Dika.

"Mereka membuat aku kesal. Kenapa aku merasa sangat tidak bisa mengontrol diriku sendiri."

Saka merem mendadak, dia hampir menabrak seseorang di tengah jalan. Dia mengangkat kepala dari setir mobil, dia keluar dari mobil menghampiri seseorang yang berjenis kelamin wanita.

"Buk Arini."

Support...

Power stone, dont forget!

Stay always in EFL.

Thank's.

Eun_Hanacreators' thoughts