webnovel

Chapter 25

Siang itu suasana di rumah kembali mencair, tak terlalu canggung.

Mereka sudah saling bercanda seperti sedia kala.

.....

Di kantor.

Bu Amel tengah merapikan beberapa berkas untuk di serahkan kepada pak Wijaya.

Perasaan gugup dan gemetar mulai merasuki dirinya. Ia nampak ragu untuk mengantarkan berkasnya ke ruang pak Wijaya.

Nampak salah satu surat ia selipkan di antara berkas-berkas yang akan di berikannya, entah apa isi dari surat tersebut.

Namun Ia segera beranjak menuju ruang pak Wijaya.

Klek.

Pintu ruangan telah ia buka, lalu masuk ke dalam.

Nampak meja kerja sang pemilik perusahaan di sudut ruangan dekat kaca jendela, dengan berbagai kelengkapannya di atas.

Pak Wijaya sedang termenung di depan jendela kaca melihat pemandangan luar. Tangannya melipat di dada.

Pandangannya beralih seketika pada bu Amel.

Mendekat ke meja kerjanya, meraih berkas yang telah di bawakan ke hadapannya.

Suasana hening dan canggung masih menyelimuti.

Hanya terdengar suara lembaran kertas yang balik-balik di genggaman pak Wijaya.

Ekspresinya hanya mengangguk-anggukan kepala memandang berkas di tangan.

"Saya pamit dulu pak"

Suara Bu Amel memecah keheningan.

"Tunggu!!"

Oh, tidak hatinya mulai tak tenang. Pak Wijaya menahan dirinya.

"Apa maksud dari yang ini?" (Jari pak Wijaya menunjuk pada lembaran di tangannya)

Mau tak mau bu Amel harus mendekat ke samping pak Wijaya, menoleh pada jemarinya yang menunjuk pada bagian yang tidak di fahami pak Wijaya.

Bu Amel sedikit membungkukkan badan memeriksa dengan seksama bagian itu lalu menjelaskannya.

Aroma tubuhnya yang begitu dekat menghilangkan rasa kecanggungan pada pak Wijaya.

Rasa kedekatan yang dulu pernah ada di antara mereka, mulai kembali.

Sebenarnya pertanyaan pak Wijaya adalah suatu alibi supaya ia bisa lebih dekat dengan bu Amel.

Bos barunya nampak sumringah dengan kata-kata yang begitu dekat dengan pendengarannya, ia nampak mendengar tapi tidak mempedulikan arti kata-katanya .hanya terfokus pada alunan merdu setiap kata yang terucap membuai membawa pada lamunan.

Gairah cinta dulu kala kini mulai bersemi kembali di benak pak Wijaya.

Ingin sekali ia curahkan gejolak kerinduannya pada bu Amel.

Meski ia tahu bahwa sekarang keadaannya sudah berubah. Namun rasa cintanya tak pernah pudar, selalu membekas di sanubarinya.

Bu Amel sudah merasa cukup dengan penjelasan yang ia berikan. sedari tadi ia terus nyerocos memberikan penjelasan, tapi orang yang di beri penjelasannya nampak tak konsen dengan penjelasan yang telah di berikan.

Hanya memandangi bibir merah merekah di depannya.

Pandangan matanya seperti berkata lain, seperti ada suatu hasrat yang ingin di tujukan padanya.

Ini mulai terasa tak beres ,Bu amel ingin segera menyudahi pertemuannya.

"Saya rasa penjelasannya sudah cukup. Pak . Pak Wijaya?" Bu Amel tepat di depan parasnya berjarak sekitar satu jengkal dengan wajah bosnya.

Pak Wijaya segera tersadar dari lamunan,

Wajahnya begitu dekat dengan bu Amel. tanpa basa-basi.

Ia meraih bagian belakang kepala Bu Amel, menariknya mendekatkan pada wajah sampai-sampai hidung mancungnya menabrak bibir.

Hasrat terpendamnya sudah tak tertahankan lagi.

Ia pun langsung memberikan kecupan mesra di bibir ranum merah merekah.

"Mmmuuaacchh"

Di lumatnya bibir itu, pegangan tangan di kepala begitu kuat. Tak sanggup Bu Amel tuk mengelak.

"Ee ...eemmhh"

Mencoba melepaskan diri dari pagutan mesra di bibir.

Namun percuma saja ia melawan, tangan besar itu dengan mudah menghentikan gerakannya.

Pak Wijaya dengan perawakan tinggi dan kekar. Sedangkan bu Amel yang tingginya hanya sedada dengan perawakan sedang.

Tak mungkin mampu untuk melawan kekuatan sang lelaki yang sedang menjamah dirinya.

"Lep. Lepas . emmhh. Lep ."

"Mmmuuaacchh,, muuach"

Bu Amel terus meronta minta di lepaskan, belum sempat ia berkata bibirnya kembali di pagut mesra penuh birahi.

Nafasnya memburu, leher jenjangnya memerah. Pak Wijaya mengecup lembut lehernya.

Sesekali lidahnya menggelitik permukaan lehernya yang tertutup beberapa helai rambut indahnya.

Kebiasaan mereka di masa lampau seakan terulang kembali detik ini.

Sang mantan kekasih tercintanya kini kembali hadir di depannya.

tak mempedulikan lagi kehormatan dan wibawa yang ia punya.

Ia hanya ingin menumpahkan hasrat kerinduannya selama bertahun-tahun.

Tak pernah ia terlihat begitu sangat berhasrat , bahkan dengan istrinya sekalipun.

Bertahun-tahun ia mencari keberadaan Amelia namun tak kunjung bertemu setelah suatu kejadian yang harus memisahkan antara mereka berdua.

..

Beberapa saat Bu Amel terdiam ikut larut dalam jamahan tangan lelaki yang dulu sering mencumbunya.

Tubuhnya tak banyak bergerak lagi untuk melawan.

Seakan pasrah dengan keadaan.

Pak Wijaya tak menyia-nyiakan kesempatan emas yang datang sesaat ini. Ia begitu fokus pada area leher dan bibir sang mantan.

Amelia mulai meladeni ciuman di bibirnya. Nafas berat sang bos menggelitik di permukaan leher.

"Arrhhh.. ssstt .. " Amelia memejamkan mata.

Pak Wijaya mengemut bibir lembutnya yang basah karena liurnya sendiri.

Lidahnya menelisik kedalam mulut yang merekah, di sambut oleh lidah lembut dan saling berpagutan.

Menghisap erat lidah milik Amelia yang masuk ke mulutnya.

"Eemmhh" terasa kelu akibat hisapannya.

Mereka seperti pasangan kekasih yang telah lama tak bertemu, dan kini mereka saling melepaskan kerinduannya.

Pak Wijaya, terus merangsak. Tangannya mulai berani melepaskan setengah dari jumlah kancing baju yang di kenakan Amelia.

Mukanya ia benamkan di dadanya, menjilati, mengecup dan menghisap kulit putih lembut yang beraroma harum mewangi.

Namun tak berangsur lama, Amelia segera tersadar dari cumbuan itu.

Tak seharusnya dan tak semestinya ini terjadi.

Sekarang ia bukan lagi kekasih lamanya. Dan orang yang di dekatnya bukan lagi kekasih tercintanya dulu. Melainkan sudah menjadi suami orang.

"Tidak, tidak Artha. Sudah cukup"

Ia berdiri melepaskan jeratan tangan dari tubuhnya.

"Kita tak sepantasnya seperti ini, kau bukanlah kekasihku lagi. Dan aku bukan kekasihmu!!"

Pak Wijaya merangkul kembali tubuh hangatnya.

Berbicara di dekat daun telinga yang memerah bekas cumbuan bibirnya.

"Amelia sayangku, aku tetaplah Artha Wijaya yang selalu mencintaimu."

"Iya, tapi itu dulu!!, Sekarang aku bukanlah siapa-siapa lagi"

"Bertahun-tahun aku mencarimu Ameliaku."

Tangannya membelai dahi si wanita yang masih di cintai nya.

Amelia hanya menunduk lalu menepis jemari tangan lelaki di dahinya.

"Lalu kemana kau selama ini?, Hiks"

Pak Wijaya meraih tangan lembutnya, lalu mengecup mesra tangan itu.

"Maafkan aku sayangku, aku memang lelaki bodoh yang telah menyia-nyiakan kekasihnya. Hiks"

Air matanya terurai di pipi, jatuh membasahi tangan wanita di genggaman

"Iya, aku memang tak pernah pantas untukmu"

Menarik kembali jemarinya, untuk menyembunyikan air mata di balik kedua tangan yang menutupi parasnya.

"Aku tak bermaksud meninggalkanmu, aku hanya pergi untuk sementara demi kebaikan kita."

"Sampai kapan aku harus menunggumu?, Sedangkan benih yang kau tanam membutuhkan sosok seorang ayah"

Isak tangisnya semakin menjadi-jadi di balik tangan yang menutupi parasnya.

..

.

.

.

.

.

Cilincing 13-07-2022 15:34

Maaf ya semuanya, baru bisa update abis dari puncak.

Nih aku dah nyempetin buat update. Demi kalian, gpp masih capek juga.. hihi

TitikCahaya03creators' thoughts
Chương tiếp theo