webnovel

Hubungan satu malam 2

Tuan Ramon meraba wajahnya yang terkena ludah Diana, bukannya marah. DIa malah menjilat ludah Diana dan tersenyum penuh makna.

"Dasar gadis nakal,…"Seringainya membuat Diana terpana tak percaya. Apakah ada orang di dunia ini yang lebih tidak tau malu dan menjijikkan seperti dia ini? Diana bergumam dalam hatinya.

"Ayo.. perlihatkan bagaimana ganasnya kamu, semakin kamu terlihat ingin melawan, semakin aku bernafsu"Ujar Tuan Ramon sambil menyeringai penuh kemenangan.

"Menjauh dariku…!!"Diana memekik, dia berharap ada seseorang yang akan masuk untuk menyelamatkannya, tapi rasanya tak mungkin karena ruangan itu sepertinya kedap suara.

"Menjeritlah sesuka hatimu, berteriaklah.. aku sangat suka melihat perempuan menangis, apalagi saat sudah berada di bawahku, rasanya aku sangat tegang hingga bersemangat" Tuan Ramon terbahak dan semakin terlihat mesum.

Efek alkohol yang diteguknya, membuat Tuan Ramon makin tak kuasa menahan hasrat yang bergejolak di dalam tubuhnya. Diana ibarat kelinci kecil yang saat ini siap di santap oleh seekor harimau lapar.

Tak mau membuang kesempatan langka ini, Tuan Ramon menarik kedua kaki Diana hingga membuatnya terlentang di lantai" Mari, kita mulai permainannya sayang. Kamu terlihat sangat nikmat.." Racaunya.

"Lepaskan aku… jangan sentuh aku brengsek…"Diana meronta sekuat tenaga, kepanikan dan rasa takut memenuhi seluruh otak dan hatinya.

"Merontalah.. aku suka pada yang mengeliat liar" Kalimat mesum Tuan Ramon membuat Diana hampir putus asa.

"Tolooong… tolong aku, siapapun… tolong aku.." Jerit Diana.

"Nah.. menjerit dengan keras, biarkan seluruh dunia mendengar kesakitan dan kenikmatan kita berdua.."

"Kamu pria gila, tidak tau diri, tidak punya ahlak, aku sumpahin kamu disambar petir hingga gosong.."

Srekk

"Ahhhhkk.." Diana menjerit kesakitan saat Tuan Ramon merobek kemejanya dengan paksa dan mulai menciuminya. Kedua tangan Diana ditekannya di atas kepalanya.

"Lepaskan aku brengsek..!!"Diana menjerit putus asa. Dia tidak menyangka dia akan hancur begini.

Dalam keadaan putus asa, bayangan seorang pria berkelebat di pikirannya. Tidak, dia tidak mau hancur seperti ini. Jika dia harus kehilangan kehormatannya, maka pria itulah yang harus mendapatkannya.

Dia hanya akan rela memberikan mahkota berharganya kepada pria itu seorang, pria yang telah di cintainya selama lima tahun ini. Hanya pria itu yang berhak menikmatinya untuk yang pertama kalinya.

Memikirkan hal itu, Diana menutup matanya, merapalkan nama Danny berkali-kali.

"Nah.. begitu baby, lebih menurutlah agar bias lebih nikmat terasa"Ucap Tuan Ramon penuh kemenangan melihat keputusasaan di wajah Diana.

Dia kembali dan mencium ceruk leher Diana dan mulai turun kearah dadanya yang hanya tertutup bra, tapi beberapa saat kemudian dia menjerit kesakitan saat Diana mengangkat cepat lututnya dan mengenai alat vital Tuan Ramon.

"Akkhhh…" Tuan Ramon berguling kelantai menekan rasa sakit pada burung kesayangannya dengan kedua tangannya "Dasar wanita jalang, beraninya kamu menendang aset berhargaku" Tuan Ramon berteriak nyalang.

Diana tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, dia bangun dan merapikan kemejanya yang robek dengan tergesa-gesa. Dia berlari menuju pintu tapi Tuan Ramon dengan cepat menarik kakinya hingga dia terjungkang kebelakang dan punggungnya membentur meja menimbulkan rasa sakit yang begitu menusuk.

Minuman berhamburan jatuh kelantai, seiring dengan meja yang ikut terbalik dan pecah.

"Kamu harus menerima akibat dari perbuatanmu.." Tuan Ramon berteriak marah. Diana tidak mau menunggu resiko yang bisa saja sangat buruk, Dia meraih botol minuman yang terguling ke dekatnya dan memukulnya ke kepala botak Tuan Ramon hingga pria itu kembali mengaduh kesakitan.

Pegangannya di kaki Diana terlepas saat Diana menendang tangannya dengan kaki yang satunya, kemudian Diana berlari menuju pintu dan membukanya dengan tergesa. Dua orang pengawal yang berdiri di pintu Nampak terkejut melihat pintu yang tiba-tiba terbuka.

Mereka belum mampu merespon apa yang terjadi, Diana sudah berlari dengan cepat, berbaur dengan kerumunan orang-orang yang bergoyang liar, yang rata-rata sudah mabuk. Tak ada yang mampu di pikirkan Diana selain keinginan untuk menyelamatkan dirinya dari sana.

"Bos.." Kedua pengawal itu masuk untuk melihat kondisi bos mereka. Mereka pikir Diana pergi setelah Bos mereka sudah menuntaskan hasratnya untuk gadis itu, tidak menduga bos mereka malah tergeletak di lantai dengan kesakitan.

"Cepat kejar wanita sialan itu.." Teriak Tuan Ramon.

"Ba.. bagaimana dengan bos, Bos harus kerumah sakit" Ragu sang pengawal

"Dapatkan dia brengsek.. aku harus membuat perhitungan dengannya" Tuan Ramon berteriak kesal. Kedua pengawal itu akhirnya dengan cepat berlari keluar untuk menangkap Diana.

Saat Diana keluar dari Klub malam itu, di luar sedang turun hujan yang sangat lebat di sertai petir dan angin. Diana merapatkan kemejanya yang robek, memeluk lengannya dan berlari pergi. Saat ini sudah pukul Sembilan malam, dia menyetop sebuah taksi yang melintas.

"Mau kemana Non?" Tanya supir taksi itu, sedikit heran dengan Diana yang basah dan menyedihkan" Perlukah saya antar kerumah sakit?" Tanyanya khawatir.

"Tidak.. antarkan saja saya…." Diana menyebut alamat sebuah perumahan elit yang berada tak jauh dari kompleks klub malam itu.

Hanya limabelas menit dia sampai di depan rumah mewah, terlihat lampu masih belum menyala pertanda si Tuan rumah belum pulang.

"Terima kasih" Ucap Diana sopan setelah turun dan membayar ongkos taksinya dengan uang yang sedikit basah. Beruntung dia sempat memasukkan beberapa lembar uang di saku celananya sebelum pergi mengikuti ayahnya beberapa jam yang lalu.

"Sama-sama Non" Ucap supir taksi itu, kemudian dia kembali melajukan kendaraannya.

Hujan masih turun dengan lebatnya, Diana sudah basah kuyup. Dengan pelan, Diana membuka pintu gerbang dan melangkah masuk menuju teras, udara dingin membuat tubuhnya gemetar tak tertahan.

Entah kenapa hatinya menuntunnya ketempat ini, dia berusaha menahan keinginannya, tapi peristiwa beberapa saat lalu hampir membuatnya putus asa, tapi juga membulatkan tekadnya untuk melakukan hal paling berbahaya untuk Danny malam ini.

Diana menghela nafas panjang, hatinya begitu sesak dan sangat tidak nyaman. Teringat Danny, sekaligus juga mengingatkannya pada Maira. Sahabatnya sekaligus tunangan dari Danny, mereka sebentar lagi akan menikah, lebih tepatnya tiga bulan dari sekarang.

Diana tau Danny sangat mencintai Maira, mereka sudah menjalin hubungan sejak Maira duduk di kelas satu SMA dan menjaga sahabatnya itu hingga wisuda dua bulan yang lalu. Tujuh tahun hubungan mereka, terjalin begitu kuat dan tak pernah terjadi cekcok, karena Maira gadis sholehah yang begitu pengertian dan Danny yang begitu penurut dan perhatian.

Orang tua Danny yang seorang pejabat daerah, juga sangat menyukai Maira dan bukan hanya menganggap Maira sebagai calon menantu di keluarga itu, tapi sudah seperti putri mereka sendiri.

Diana beberapa kali berkunjung bersama Maira dan Sonia ke kediaman Aganta yang mewah saat ada acara di kediaman itu. Hingga bagaimana perlakuan mereka terhadap Maira sangat jelas terlihat.