webnovel

Siapa dia?

mungkin sulit untuk mengartikan sebuah kata, terucap namun tak berarti itu benar, kebohongan dalam suatu hubungan adalah bagai kau memelihara badai dalam hidupmu, yang bisa kapan saja meluluh lantakan hati dan perasaanmu, jika cinta sulit untuk di deskripsikan lalu bagaimana dengan Novia, mencintai seseorang yang telah menorehkan luka di hatinya, namun tak dapat ia benci dalam hidupnya.

Novia, gadis manis nan belia itu masih harus berjalan mengikuti arus takdir hidupnya, kenangan di masa lalunya membuat ia enggan memulai sebuah hubungan, kebohongan dan sandiwara itu membuat ia trauma.

"Novia, sedang apa kau disini?" tanya teman seangkatannya, gadis yang biasa di panggil febri oleh Novia itu, duduk di sebelah kursi kosong di samping Novi. "Aku hanya ingin sendiri Feb, mungkin dengan aku begini aku bisa mencari dimana kesalahan ku hingga ia meninggalkanku".

"Kau tak perlu pendam sendiri beb!, kau bisa bebagi padaku, aku akan selalu ada untukmu." ucap Febri sambil mengelus lengan sang sahabat untuk sedikit menyalurkan kekuatan.

"Aku kadang berfikir, mungkin di kehidupan sebelumnya, aku melalukan kesalahan hingga dua kali menjalin hubungan selalu bernasib sama." kata yang terdengar lirih itu di iringi oleh air mata yang membanjiri pipinya.

"Mungkin mereka bukan orang yang terbaik untukmu beb!". masih dengan mengelus lengan Novia, Febri seolah merasakan betapa hancur hati sahabatnya ini.

"Dulu aku menjaganya selama dua tahun, tapi aku kalah dengan wanita yang hanya mengenalnya dua minggu. Dan kini aku menjaganya selama empat tahun tapi aku kalah dengan wanita yang hanya menjaganya selama enam bulan." Hiks hiks... suara tangisnya terdengar memilukan, " Salahku dimana Feb? apa kurangku dengan mereka yang telah mengambil milikku? hiks hiks...

langsung saja febri merengkuh Novia yang sudah menangis sesegukan itu ke dalam pelukannya, mengelus lembut punggung yang sudah bergetar karna tangisan itu.

"Kamu yang sabar ya, mungkin yang di atas sudah menyiapkan yang terbaik buatmu, bukan mereka". ujarnya ia pun ikut menangis melihat pnderitaan Novia. beberapa saat mereka dalam posisi itu, akhirnya mereka saling melepaskan pelukannya, mata bengkak, juga terlihat mendominasi kantung hitam di mata indah Novia. itu membuktikan bahwa ia kurang tidur juga karna terlalu banyak menangis.

"Sekarang kita pergi dari sini ya!, ini sudah mau malam, lagian juga hari ini cuaca terlihat mendung". ucapnya sambil mendongak melihat langit yang abu-abu seolah awan juga merasakan kesedihan sahabatnya. Novia hanya melihat Febri sekilas kemudian membals ucapan itu hanya dengan anggukan, pertanda menyetujuinya.

mereka berjalan menyusuri taman tempat mereka berada kini berjalan bersisian, melihat bunga yang mekar di sisi kiri dan kanan.

"Kenapa hidupku tak seindah mereka Feb?" tanya nya pada sang sahabat kala mereka masih menyusuri jalan setapak yang di hiasi oleh batu-batu yang tersusun rapi.

"Kau salah Nov! justru mereka paling menderita, kita hanya melihat dia indah saat mekar, namun kau tau mereka berjuang dalam sinar matahari yang menyengat, dari hujan yang lebat juga dari angin yang bertiup dengan hebat, mereka tetap hidup, di saat begitu banyak rintangan yang mereka lalui, sementara kita di saat masa-masa mereka sulit kita hanya bersembunyi untuk melindungi diri. So! kita bisa belajar dari kehidupan mereka, kamu ngerti kan maksud ku?" Ia menjelaskan panjang lebar. Sejenak dalam pikiran nya Novia sadar apa yang di katakan Febri ada benarnya, ia harus tetap kuat menjalani hidup ini. Berdiri saat kaki tak kuat untuk menopang tubuh namun tak jua menemukan penyangga untuk ia tetap berdiri.

"Feb! bisa antar aku pulang nggak? aku mau istirahat, kepalaku pusing". ungkapnya. " Ya gimana nggak pusing coba! kamu kurang tidur, tambah lagi mata kamu kebanyakan nangis, ya udah kamu ikut aku aja pake mobilku ya?" tawarnya.

Novia hanya tersenyum dan mengangguk pertanda ia setuju. Sungguh tak pernah ia bayangkan, dua kali menjalin hubungan dua kalj pula ia gagal menjaganya.

Sementara ia berjalan menuju parkiran, seorang telah mengawasinya sedari tadi, melihat Novia menangis adalah hal yang membuat seorang pria yang sedang berada di dalam mobil hitam itu bahagia.

"Kau akan terus menderita Nov! selama aku masih menderita maka kau tak akan menemukan kebahagiaan mu." senyum miring tercetak jelas di wajah sang pria. "Kejarlah kebahagiaan mu maka ada aku yang akan datang menghancurkan nya".

Hhhhhhhhh....

Tawa itu memenuhi penjuru mobil. melihat orang yang ia pantau telah meninggalkan taman itu ia pun kembali menyalakan mobilnya dan pergi dari sana.

******

"Nov...!Novia!!"

Novi yang sedang berada dalam kamar mendengar ada yang memanggil namanya sontak saja bangun dari ranjang yang ia tempati, berjalan menuju pintu dan lantas membukanya.

"Novia....!!"

Suara itu kembali terdengar dari arah ruang tamu, iapun menuruni satu persatu anak tangga menuju ruangan dimana asal suara itu.

"Kak Rakha!!" serunya lantas ia langsung memeluk pria yang dulu hampir menjadi kakak iparnya tersebut.

"Kamu kenapa dek?" kok mata kamu bengkak gini? terus nih-" menunjuk kantung hitam di bawah mata Novia dengan jari telunjuknya bergantian dari kanan ke kiri dan berkata.

" Mata panda gini nggak cocok ma kamu dek! Astaga! cerita deh ma kakak sekarang!" perintahnya.

Hiks.....hiks.... "Dia di ambil orang lagi kak!" jawabnya dan berhambur kepelukan pria yang di panggil Rakha tersebut.

Sementara Rakha mengelus punggung Novia, sesekali ia mencium pucuk kepala gadis itu. " cup cup cup, udah, udah, sekarang nggak usah nangis lagi ya, kalau dia ninggalin kamu sekarang itu lebih baik dari pada kamu di tinggal pas udah nikah kan nggak lucu masak baru dua puluh empat tahun dah dapet gelar janda" imbuhnya dengan di tambah senyuman geli ala Rakha. Sontak saja Novia melepas pelukannya dan langsung memukul pelan dada nidang Rakha. "Kakak mah gitu!, di curhatin malah ngeledekin". Ia memalingkan wajahnya dengan kesal.

"Ya ampun Nov! gitu aja kok marah! sini-sini kakak peluk deh, pelukan kakak kan nggak kalah angetnya ma mantan-mantan kamu itu."ujarnya sambil menahan senyum.

"Kakaaaaaaakkkkk! nyebilin ihhhh!!! iapun beranjak dari sofa dan berjalan menuju kamarnya. Sementara Rakha kembali duduk dengan senyum yang masih mengembang karna puas menjahili Novia.

"Rakha....!!" suara lembut itu menyapanya.

"Mama! maaf ya tadi nggak sempat telpon mama ngabarin kalau aku dah pulang." ucapanya sedikit sungkan namun di balas senyuman oleh wanita paruh baya namun masih terlihat muda di umurnya yang menginjak kepala lima.

" Nggak papa nak, malahan Mama yang nggak enak, Mama nggak tau kalau kamu datang, kalau Mama tau pasti tadi Mama masakin makanan kesukaan kamu". ujarnya penuh rasa bersalah.

"Nggak papa kok Ma, lagian aku kesini cuman mau liat keadaan Novia aja". jawabnya dan di balas anggukan oleh Fitri.

"Ya adek kamu itu, dari kemaren ngurung diri terus di kamar, kasihan dia" ucapnya sedih.

"Ya udah biarin aja dulu gitu Ma nanti juga baikan sediri". ucapnya.

" Mudah-mudahan aja Kha, Mama harao juga gitu".

"Ya udah Ma aku pulang dulu ya, besok kesini lagi nengokin dia ini udah malem."

"Ya udah hati-hati ya, sering-sering main sini Kha," dan di balas anggukan oleh Rakha.

Tak berapa lama suara mobil pun terdengar menjauh dari halaman rumah berlantai dua tersebut.

Chương tiếp theo