webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
251 Chs

Kamu orang baik

"Em... Saya tidak bisa berkata apa-apa, jujur saja saya masih bingung dengan situasi ini", Dirga akhirnya buka suara setelah diam beberapa saat.

"Hanya sebagai pertimbangan saja. Kalau di perusahaan kita akan memberikan gaji UMR. Kalau untuk kafe kita akan tawarkan 2 opsi, pertama... Bagi hasil seperti owner sebelumnya. Atau... Opsi kedua, kita bisa gaji perbulan... Sesuai UMR disini", Nadhira kembali menjelaskan.

"Apakah saya pantas untuk ini semua...?", Dirga mengacak rambutnya dengan kasar, sebelumnya Dirga menyangka Nadhira adalah pengacara yang akan menuntut Dirga atas perbuatannya.

Nadhira menatap Dirga penuh tanya.

"Saya... Apa boleh.... Saya... Minta waktu untuk diskusi dengan istri dan keluarga...? Soalnya... Istri saya baru saja melahirkan hari ini...", Dirga berusaha keras untuk menyelesaikan kalimatnya.

"Pastinya", Nadhira kembali memakai kaca matanya.

"Kalau saya pribadi, maunya di sini saja. Karena... Jujur saja, saya tidak punya tabungan sama sekali kalau harus pindah keluar kota. Belum lagi nanti untuk kontrakan dan lain sebagainya", Dirga bicara dengan kepala tertunduk dalam.

"Anda jangan pikirkan itu, saya hanya butuh keputusan anda saja. Disini atau di Lombok. Sisanya, tinggalkan itu menjadi urusan saya, InsyAllah anda tahu beres", Nadhira memberikan janji.

Dirga menatap Nadhira dengan penuh tanya, dia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Kalau ini mimpi, dia tidak mau bangun sekarang. Kemarin dia masih menjadi pengangguran yang tidak punya uang sepeserpun, tadi pagi dia hampir menjadi seorang pembunuh karena alasan ekonomi, akan tetapi malam harinya dia malah ditawari pekerjaan dengan posisi yang bukan main-main.

"Anda punya waktu sampai besok", Nadhira menyerahkan kartu namanya kepada Dirga.

"Terima kasih sebelumnya", Dirga menjabat tangan Nadhira.

"Kalau begitu saya permisi", Nadhira segera berlalu dari hadapan Dirga di ikuti oleh 2 anggota tim satuan khusus yang di beri tugas oleh Satia untuk menjaga Nadhira.

Pasya menginjak rokoknya yang baru terhisap setengah, begitu melihat Nadhira sudah berlalu pergi. Pasya perlahan menghampiri Dirga yang masih duduk terpaku menatap kartu nama Nadhira.

Pasya duduk tepat di hadapan Dirga, "Ada apa...?", Pasya bertanya pelan. Pasya sangat yakin ada ribuan pertanyaan yang menyerbu benak Dirga.

"Saya... Ditawari kerja", Dirga bicara dengan air mata yang berlinang.

"Terima saja, Kamu kan baru saja dipecat dari pekerjaan sebelumnya", Pasya menjawab santai.

"Tapi... Ini... Saya...", Dirga bingung harus mulai dari mana.

"Pak Jendral yang meminta saya membawa kamu kesini, pak Jendral juga yang meminta tolong istrinya untuk mempekerjakan kamu", Pasya membuka semuanya agar lebih jelas untuk Dirga.

"Tapi kenapa...? Saya hampir saja membunuh istrinya...", Dirga bertanya bingung.

Pasya tersenyum penuh makna, "Kamu sadar tidak, dari awal pak Jendral sudah menargetkan kamu...?", Pasya melemparkan pertanyaan diluar dugaan Dirga.

"Saya...? Maksudnya...?", Dirga bertanya bingung.

"Setelah kejadian penembakan, satuan khusus langsung bergerak menangkap kalian. Kita sudah mendapat perintah untuk mencari informasi tentang kalian semua.

Pak Jendral dari awal sudah menargetkan kamu. Pak Jendral tidak perlu kalian untuk bicara, kita sudah tahu siapa otak dibalik semua ini.

Bahkan pak Jendral sudah berhasil memenjarakan Elang dan ayahnya", Pasya akhirnya membongkar semua rahasia yang tersimpan.

"Lalu kenapa pak Satia memaksa saya untuk bicara...?", Dirga kembali bertanya bingung, belum mengerti dengan keadaan yang sedang terjadi.

"Karena dari awal pak Jendral sudah menargetkan kamu. Kata pak Jendral, Kamu orang baik.

Makanya pak Jendral memberikan kamu kesempatan untuk bicara", Pasya kembali menjelaskan.

"Bagaimana kalau saya tetap memilih untuk tutup mulut...? Apa kalian akan membunuh keluarga saya...?", Dirga kembali menagih jawaban.

Pasya kembali tersenyum penuh makna, "Dari awal keluarga kamu tidak pernah kita sandra. Pak Jendral hanya menggunakan koneksinya untuk melakukan semuanya.

Adik kamu yang di kemping, pemandu outbonnya bekas anak didik pak Jendral waktu di Bali.

Ayah kamu di kantor polisi, karena menjadi saksi dari kasus suap ayahnya Elang.

Ibumu, beliau yang memberi ide untuk diikat seperti itu, katanya agar kamu mau bicara.

Terus... Kalau istrimu, dia sedang dalam perjalanan ke rumah sakit untuk operasi", Pasya membeberkan semua rentetan kejadian.

"Astagfirullah... Jadi... Sejak awal saya sudah di tipu habis-habisan...?", Dirga bertanya tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.

"Pak Jendral tidak pernah salah menilai seseorang. Makanya pak Jendral sendiri yang meminta agar istrinya memberikan kamu pekerjaan", Pasya kembali menambahkan.

"Ini terlalu luar biasa untuk saya", Dirga menggelengkan kepalanya. "Bagaimana saya harus membalas kebaikan mereka...?", Dirga bertanya lirih.

"Cukup dengan hidup menjadi orang baik. Itu saja", Pasya memukul pelan pundak kanan Dirga, seolah sedang mentranafer energinya kepada Dirga.

***

Satia mengusap lembut kepala Erfly.

"Mataku bisa iritasi kalau lama-lama disini", Nazwa tiba-tiba bicara pelan, tetap meletakkan lengan tangan kanannya diatas kedua matanya yang tertutup.

Erfly tertawa renyah.

"Maaf kak Nazwa, Erfly pikir kak Nazwa masih tidur", Erfly kembali tertawa renyah.

"Terus... Kalau aku masih tidur, kalian bisa berbuat mesum di siang hari bolong...?", Nazwa protes keras kali ini.

Nazwa merubah posisi dari tidur ke posisi duduk, karena rasa kantuknya tiba-tiba menguap keudara begitu saja.

"Kak... Kapan Erfly bisa pulang...?", Erfly bertanya dengan muka memelas, meminta belas kasihan.

"Kita masih menunggu hasil CT Scan kamu dek, terus... Kamu juga harus menjalani cek darah untuk memastikan semuanya baik-baik saja", Nazwa menjawab santai.

"Bosen kak", Erfly bicara lirih.

"Sabar lah dek...", Satia mengusap kepala Erfly dengan lembut.

Tiba-tiba daun pintu terbuka, si kembar menyerbu masuk berlari menghampiri kasur ibunya.

Satia segera meraih kruk Erfly, kemudian mengangkat Erfly kecil agar bisa duduk disamping ibunya.

"Anak bunda...", Erfly menarik putri semata wayangnya kedalam pelukannya.

"O... Jadi hanya Erfly aja yang anak bunda...?", Hasan mulai pura-pura protes.

Erfly tersenyum, kemudian mengeluarkan tangannya, agar Hasan dan Husen bisa mendekat untuk memeluk Erfly.

Alfa menghampiri Erfly, "Bagaimana keadaan kamu dek...?", Alfa bertanya lembut.

Si kembar segera dengan kompak melepaskan pelukan mereka.

"Kapan Erfly bisa pulang ko...?", Erfly bertanya pelan.

"Kita harus melakukan beberapa tes terlebih dahulu, untuk memastikan semuanya baik-baik saja", Alfa menjawab disela senyum terbaiknya.

Selang beberapa menit kemudian, seorang suster masuk dengan membawa kursi roda mendekati tempat tidur Erfly.

"Anak-anak, saya pinjam bundanya dulu", Alfa meminta izin si kembar.

Satia dengan sangat hati-hati, memindahkan Erfly keatas kursi roda.

"Sebentar sayang", Erfly tersenyum sebelum meninggalkan si kembar.

"Biar saya saja suster, terima kasih", Satia meminta izin untuk mengambil alih mendorong kursi roda Erfly.

Erfly menjalani berbagai macam pemeriksaan, Satia dengan setia menemani Erfly selama pemeriksaan.

Hampir 2 jam Alfa mondar-mandir di rumah sakit bersama Erfly dan Satia. Hingga akhirnya Alfa sudah memperoleh hasil dari pemeriksaan Erfly.

Alfa mengerutkan keningnya, begitu membaca hasil pemeriksaan Erfly.

"Ada apa ko...? Apa ada yang salah...?", Satia yang pertama menyadari perubahan sikap Alfa.