webnovel

BUKAN SALAHNYA CINTA : Cintaku di Ujung Senja

"Jangan menangis Hanin, kalau kamu menangis cantikmu akan hilang. Lihat aku! aku berjanji padamu untuk segera kembali dan akan membalas tiap tetes airmatamu ini." (Rafka Arsha Fathan) "Aku mencintaimu dengan segala niat tulusku yang tanpa ada batas, memilihmu karena aku yakin kamu adalah takdirku, tidak perduli dengan jarak usia, atau rentang waktu." (Hasta Narendra) Hanin Humairah (21 th) seorang gadis cantik yang sudah tidak mempunyai orang tua selain tinggal dengan Dina ibu tirinya dan kedua saudara tirinya Amelia dan Jonathan. Rafka Arsha (21 th) sahabat sekaligus kekasih Hanin, terpaksa berhubungan jarak jauh dengan Hanin karena mengikuti orang tuanya yang pindah tugas di kota A. Hasta Narendra (35 th) seorang duda sahabat ayah Hanin mencintai Hanin dengan tulus dan berusaha membantu Hanin lepas dari siksaan Dina dengan bersandiwara menikahi Hanin. Karena cinta tulus Hasta, perasaan dan cinta Hanin berpaling dari Rafka dan beralih pada Hasta dan mereka menikah secara sah. Dalam pernikahannya selama satu tahun, Rafka kembali dalam kehidupan Hanin dan kembali mengejar cinta Hanin. Akankah cinta Hanin tetap bertahan untuk Hasta setelah tahu Rafka amnesia karena kecelakaan akibat putus cinta dengannya? Apakah cinta Hanin akan berpaling pada Rafka setelah Hasta meninggalkannya karena Hasta tidak bisa mempunyai keturunan??

NicksCart · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
43 Chs

PERASAAN SEDIH HANIN

Setelah Hasta di pindahkan ke kamar inap, Rahmat menunggu kedatangan Hanin yang sudah sampai di depan rumah sakit.

Berkali-kali Rahmat mengucapkan rasa syukur karena Hanin jauh-jauh dari desa mau datang untuk melihat keadaan Hasta.

"Pak Rahmat!" panggil Hanin yang sudah berada di hadapannya.

"Non Hanin! silahkan masuk Non, Den Hasta ada di dalam masih belum sadar Non," ucap Rahmat dengan tatapan sedih.

"Ya Pak, aku akan melihatnya dulu," ucap Hanin sudah tidak sabar ingin melihat keadaan Hasta yang satu minggu terakhir sangat ia rindukan.

Di dalam kamar, Hanin melihat Hasta sedang berbaring dengan kedua matanya yang terpejam.

"Tuan Hasta," panggil Hanin dengan suara tangis tertahan melihat keadaan Hasta yang kurus dengan wajah yang pucat dan kedua pipinya yang terlihat tirus.

"Tuan Hasta, bangunlah..ini Hanin, aku ada di sini Tuan," ucap Hanin dengan airmata yang sudah tidak bisa di tahannya lagi.

Saat mendengar sayup-sayup suara Hanin, perlahan Hasta membuka kedua matanya dan melihat Hanin yang duduk di sampingnya sambil menangis.

"Hanin? kamu ada di sini?" tanya Hasta dengan hati tak percaya melihat Hanin sudah ada di hadapannya.

"Ya Tuan Hasta, aku ada di sini," jawab Hanin seraya mengusap airmatanya yang masih saja mengalir.

"Hanin, bukannya kamu di desa? kenapa kamu bisa ada di sini? kamu kesini dengan siapa Nin?" tanya Hasta masih tak percaya dengan keberadaannya Hanin.

"Aku datang kesini sendiri Tuan, aku mengendarai mobil sendiri. Tolong jangan marah, aku terpaksa karena ingin melihat keadaan anda," jawab Hanin dengan perasaan lega setelah melihat Hasta terlihat baik-baik saja.

"Apa Rahmat yang menyuruhmu kemari Nin? Dan kenapa kamu mengendarai mobil sendiri? bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu?" tanya Hasta dengan wajah cemas.

Hanin terdiam sejenak memikirkan pertanyaan pertama Hasta.

"Pak Rahmat hanya memberitahuku kalau anda masuk rumah sakit, dan aku ke sini karena mencemaskan keadaan anda. Aku sangat rindu Tuan," jawab Hanin dengan suara pelan.

"Rindu? rindu sama siapa Nin? apa kamu rindu sama Rahmat?" tanya Hasta tidak ingin berharap Hanin telah merindukanya.

"Tidak Tuan, aku masih sering bicara dengan Pak Rahmat. Hanya dengan anda aku tidak pernah bicara, aku merindukan anda Tuan Hasta," jawab Hanin dengan jujur.

Seketika itu juga hati Hasta berdesir saat mendengar Hanin telah merindukannya.

"Kenapa Tuan Hasta tidak pernah meneleponku? apa anda marah padaku?" tanya Hanin dalam kedua matanya yang kembali berkaca-kaca.

Hasta terdiam tidak bisa menjawab atau memberi alasan apapun dengan pertanyaan Hanin.

"Tuan Hasta, kenapa Tuan? apa aku telah menyakiti hati anda? atau aku telah membuat kecewa hati anda Tuan Hasta? bilang sama aku Tuan, aku akan memperbaikinya," ucap Hanin dengan airmata mengalir deras.

Hati Hasta ikut menangis melihat Hanin yang tersiksa dengan sikapnya.

"Kenapa kamu menangis Nin? tentu saja karena aku banyak pekerjaan jadi tidak ada waktu untukmu di awal minggu ini," ucap Hasta memberi alasan yang cukup kuat agar bisa di terima Hanin.

"Benarkah Tuan? hanya karena itu? bukan karena hal yang lainnya?" tanya Hanin menatap penuh wajah Hasta yang terlihat pucat.

"Tidak ada Hanin, karena aku sibuk saja di awal minggu ini," jawab Hasta lagi meyakinkan Hanin agar percaya dengan alasannya.

"Terus kenapa Tuan Hasta bisa sakit? sebenarnya anda sakit apa? lihat sekarang Tuan, tubuh anda menjadi kurus dan kedua pipi anda terlihat tirus. Apa anda tidak pernah makan dengan teratur?" tanya Hanin seraya mengusap wajah Hasta.

Kedua mata Hasta terpejam merasakan kelembutan tangan halus Hanin yang mengusap wajahnya.

"Aku hanya kecapekan saja Nin, dan memang aku sedikit lupa waktu untuk makan teratur, aku janji ke depannya aku akan makan tepat waktu," ucap Hasta dengan tatapan bersalah karena telah membohongi Hanin.

"Tuan Hasta tidak akan meneruskan pekerjaan ini kan?" tanya Hanin dengan tatapan penuh pengharapan.

"Aku harus tetap kerja Nin," jawab Hasta tidak ingin semakin tersiksa jika kembali bersama Hanin dan dia akan melihat Hanin begitu mesra dengan Rafka.

"Tuan Hasta, aku mohon pulanglah. Ini tidak biasanya anda keluar kota sampai selama ini? bahkan tidak mau kembali bersamaku," ucap Hanin dengan perasaan sedih.

"Sepertinya aku tidak bisa kembali ke Desa lagi Nin," ucap Hasta dengan perasaan sakit dan sedih.

"Kenapa Tuan? bukankah Anda sudah berjanji untuk menjagaku untuk selamanya?" tanya Hanin di sela-sela suara tangisnya.

"Aku akan selalu menjagamu dari sini Hanin, akan tetap memenuhi semua kebutuhanmu. Jadi kamu jangan menguatirkan apapun lagi," ucap Hasta berusaha lebih tenang walaupun hatinya tidak bisa jauh dari Hanin.

"Aku sama sekali tidak menguatirkan apapun Tuan, aku hanya ingin ada Anda di sampingku," ucap Hanin dengan suara tangisnya yang memilukan hati.

"Jangan menangis Hanin, nanti kamu akan terbiasa tanpa adanya aku di sampingmu," ucap Hasta menatap penuh wajah Hanin.

Tanpa membalas ucapan Hasta, Hanin berlari keluar meninggalkan Hasta yang hanya bisa termangu dengan hatinya yang juga terluka.

"Maafkan aku Nin, aku tidak bisa lagi menahan rasa cemburuku saat melihatmu tertawa manis bersama Rafka, aku melakukan hal ini juga demi dirimu agar bisa bersama Rafka tanpa ada aku yang menghalangimu, apalagi dengan penyakitku yang pasti akan merepotkanmu nanti," ucap Hasta dalam hati dengan perasaan yang lebih terluka daripada Hanin.

"Den Hasta, ada apa? kenapa Non Hanin keluar sambil menangis?" tanya Rahmat yang baru datang dari kantin dengan wajah yang tidak mengerti apa yang baru saja terjadi.

"Rahmat, tolong ikuti Hanin jangan sampai dia kenapa-kenapa, beri Hanin pengertian kalau aku tidak akan kembali pulang," ucap Hasta membuat Rahmat sangat terkejut.

"Apa maksud Den Hasta untuk tidak kembali pulang?" tanya Rahmat dengan serius.

"Aku tidak ingin lebih terluka lagi Rahmat, aku harus bisa melupakan Hanin. Apalagi dengan penyakitku ini yang mungkin hidupku tidak akan lama lagi," ucap Hasta sambil menahan dadanya yang sesak karena terlalu sering menahan batuknya.

"Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran Aden, padahal sudah sangat jelas Non Hanin sangat menyayangi Aden. Non Hanin Jauh-jauh datang dari desa hanya ingin melihat keadaan Aden, padahal Non Hanin juga lagi sakit dan nekat mengendarai mobil sendiri," ucap Rahmat dengan sedih seolah ikut merasakan kesedihan Hanin.

"Tolong cari Hanin, setelah itu antarkan Hanin pulang," ucap Hasta tidak ingin hatinya luluh jika bertemu dengan Hanin kembali.

"Baiklah Den Hasta, tapi untuk mau atau tidaknya Non Hanin pulang.. semua tergantung pada Non Hanin karena Non Hanin sudah dewasa bukan gadis kecil lagi," ucap Rahmat kemudian pergi meninggalkan Hasta dan segera mencari keberadaan Hanin.

Dengan hati sedikit kecewa karena sikap Hasta, Rahmat tetap mencari keberadaan Hanin. Langkah Rahmat terhenti saat melihat Hanin sedang menangis duduk di kursi panjang.