Trian telah selesai dan bersiap untuk pergi. Tapi dahinya kembali berkerut saat melihat Cheery yang bukannya pergi tapi malah berdiam seakan menunggunya.
"Apa yang sedang kau lakukan? Maksudku, kenapa kau belum berangkat? Bukankah anakmu sedang menunggu?" tanya Trian dengan nada dingin. Entah kenapa hatinya sedikit kecewa setelah mengetahui kalau Cheery sudah memiliki anak.
"Hmm, Bos… Bisakah aku menumpang di mobilmu?" tanya Cheery ragu.
"Ke mana kendaraanmu? Bagaimana kau kesana-sini setiap hari, hah? Haruskan kau membuatku mengantarkanmu? Kenapa kau tidak menjadikanku supirmu saja sekalian?" omel Trian padanya.
Bukannya mendapatkan jawaban ya atau tidak, Cheery malah mendapatkan omelan yang membuatnya sedih.
"Aku menggunakan sepeda motor saat bekerja, Bos. Tapi hari ini motorku mogok dan sedang menunggu perbaikan di bengkel. Aku bisa saja memanggil taxi tapi itu akan membuatku mengeluarkan banyak biaya karena harus mengantarkanku berbolak-balik dari kantor ke rumah lalu mengantarkanku ke sekolah. Lagipula aku harus sangat berjemat bulan ini, Bos!" jawab Cheery sambil menunduk, "Aku tahu kalau arah perjalananmu searah dengan rumahku, Bos. Jadi aku berpikir untuk bertanya padamu. Tapi tidak masalah jika Bos menolak. Aku akan mencari taxi saja. Maafkan aku, Bos!" sambung Cheery.
Ia sadar kalau pertanyaan bodoh tentang menumpang mobil atasannya seharusnya tidak ia lakukan hingga omelan sang atasan adalah hal yang harus didengarnya.
'Dia sedih saat aku mengomelinya. Kenapa aku tidak menjawab ya atau tidak saja? Kenapa aku harus mengomelinya? Dia tidak memiliki kesalahan apapun, bukan? Hanya aku yang merasa tidak baik-baik saja setelah tahu dia memiliki putera,' batin Trian dalam hati.
Trian juga merasa tidak enak setelah mengomeli Cheery seperti itu.
"Siapkan dirimu dan keperluanku! Tunggu saja di lobby!" ucap Trian yang menyetujui permintaan Cheery meski ia masih membuang wajah kesalnya pada Cheery.
"Benarkah, Bos?" Cheery bertanya lagi karena tidak percaya. Tapi saat melihat anggukan kepala Trian tanpa berucap dan pergi, Cheery begitu senang, "Terima kasih, Bos! Kau yang terbaik!" sambung Cheery kegirangan.
***
Sementara Cheery sedang menunggu keberangkatannya bersama Trian, ada Keanu yang berada di ruang kepala sekolah di sekolah barunya.
"Aku sudah menelepon mamaku, Kepala Sekolah. Mama bilang akan segera ke sini!" ucap Keanu pada pria di seberang meja kerjanya yang merupakan Kepala Sekolah di sekolah itu.
"Terima kasih, Keanu. Kamu anak yang pintar!" puji Kepala Sekolah pada Keanu, "Tapi, sebelum ibumu datang, bisakah kau yang memberitahu saja siapa nama ayahmu?" sambungnya bertanya.
Keanu terdiam dan menundukkan kepalanya.
"Kenapa diam saja, Keanu? Apa ada masalah?" tanya sang kepala sekolah lagi.
"Aku tidak dapat menjawab yang Kepala Sekolah tanyakan. Hal ini hanya mama yang dapat menjawabnya," jawab Keanu setelah menoleh lagi pada kepala sekolah, "Bisakah aku keluar dari sini, Kepala Sekolah? Aku ingin menunggu mama di luar!" sambungnya bertanya.
"Hmm, ya sudah… Kau boleh menunggu di luar dan kembalilah bersama ibumu jika dia sudah datang, ya!" jawab sang kepala sekolah ramah.
Keanu keluar dari kantor kepala sekolah dengan mata merah yang hendak menangis.
Pintu kantor kepala sekolah tertutup bersamaan dengan air mata Keanu yang jatuh singkat.
'Mama… sampai kapan mama akan sendirian saja? Sampai kapan aku harus menunggu untuk merasakan kasih sayang seorang ayah? Aku ingin seperti anak-anak lain yang hidup normal karena memiliki kasih sayang mama dan seorang ayah…' Keanu berucap lirih dalam hati. Ia begitu sedih karena sampai detik inipun ia sama sekali tidak tahu siapa ayahnya.
Keanu adalah anak cerdas yang terlahir dari ibu tunggal tanpa suami. Sejak kecil ia hanya memiliki ibu dan seorang nenek yang memberinya kasih sayang.
Seiring bertambahnya usia, Keanu menjadi anak yang bijaksana dan mandiri. Dikarenakan ibunya harus bekerja demi membiayai hidup mereka bertiga dan ditambah dengan kesehatan sang nenek yang tidak baik.
Sejak kecil ia membantu pekerjaan neneknya di rumah. Bahkan di usia hampir menginjak tujuh tahun ini, Keanu sudah bisa membuat sarapannya sendiri dan mengurusi keperluan dirinya sendiri. Ia tidak ingin merepotkan ibu dan neneknya lagi.
Tapi setegar apa anak yang usianya belum genap tujuh tahun itu menghadapi pertanyaan siapa ayahnya? Dirinya bahkan tidak tahu seperti apa rupa ayahnya.
Dan pertanyaan kepala sekolahnya tadi kembali membuat Keanu bingung. Setelah beberapa bulan tidak mendengar pertanyaan seperti itu lagi dari orang-orang di tempat mereka tinggal sebelumnya, hari ini Keanu harus mendengarnya lagi. Tentu saja ia sedih dan menangis.
Tapi pemikiran yang dewasa membuatnya cepat sadar dan tetap optimis, suatu hari nanti ia akan menemukan ayahnya meski sang ibu tidak pernah memberitahu siapa ayahnya.
Keanu mulai berjalan cepat menyusuri koridor sekitar sembari mengusap wajah yang sempat basah terkena air mata. Tanpa ia sadar dari arah yang berlawanan dengannya ada beberapa orang tengah berjalan mendekat.
Bugh!
Keanu mengaduh singkat saat tubuh kecilnya menabrak seorang pria dewasa dengan cukup keras.
"Ah, Ya Tuhan, kau baik-baik saja, Nak?" tanya seorang wanita di depan Keanu yang refleks menangkap tangan Keanu yang tubuhnya nyaris terjatuh ke lantai.
"Aku baik-baik saja, Bibi… Terima kasih sudah menolongku!" jawab Keanu pada wanita itu dengan sopan.
Keanu memperhatikan wajah bibi yang menolongnya itu begitu cantik. Aura keibuan juga amat terasa saat Keanu menyadari bibi di depannya sedang mengandung dengan ukuran perut yang besar. Dengan singkat, Keanu merasakan kenyamanan di dekat orang asing di depannya itu.
Wanita dan tiga anak serta pria gagah yang ditabrak Keanu tadi terlihat terperangah saat melihat secara bersamaan ke arah Keanu. Dan saat ini posisi Keanu tengah berdiri di antara dua anak laki-laki yang berbeda usia. Tapi anehnya, Keanu juga malah terperangah memandang mereka.
'Kenapa mereka berdua terlihat mirip denganku? Ah, tidak… mereka memang sangat mirip denganku! Apa ini hanya kebetulan saja?' Keanu bertanya bingung dalam hati tanpa melepaskan pandangannya dari kedua anak laki-laki di hadapannya saat ini.
"Bos, aku seperti sedang memandangi tiga batu keluarga Heldana!" ucap pria gagah tadi, membuyarkan pandangan Keanu hingga ia berbalik menghadap bibi cantik dan paman gagah tadi, "Tolong pukul aku agar aku tidak terlalu bodoh menyikapi pemandangan ini, Bos!" sambung paman itu tanpa menolehkan pandangannya dari susunan Keanu yang berada di antara dua anak laki-laki yang mirip dengannya.
'Apa maksud paman itu? Aku tidak mengerti sama sekali… Kenapa paman ini menyebut Heldana? Bukankah itu nama perusahaan tempat mama bekerja?' Keanu bertanya dalam hati.
"What with me hitting your head will you stop being stupid, Mark? Watch your attitude in front of the kids! You bastard!"
(Apa dengan aku memukul kepalamu kau akan berhenti bersikap bodoh, Mark? Jagalah sikapmu di depan anak-anak! Dasar kau!) gerutu bibi cantik itu pada pria gagah yang dipanggil dengan nama Mark.
'Wah, bibi cantik itu memarahi pria besar sepertinya? Kau sangat keren, Bibi!' Keanu tersenyum kagum saat melihat bibi cantik di hadapannya terlihat sangat keren saat bicara pada pria besar tadi.