webnovel

Billionaire Baby

Billionaire Baby Konten dewasa 21+ Ini kali kedua, Fira tidak akan menyangka hidupnya harus memilih dua orang bukan siapa-siapa. Cintanya telah terbagi, bahkan dia harus merelakan separuh harga dirinya untuk pria bukan status cintanya. Demi pria dia cintai, Fira harus berkorban untuk harga dirinya menjadi seorang pemuasan cinta pada pria tidak dia kenal. Bahkan dia harus merahasiakan siapa anak yang dia lahirkan. Demi martabat dirinya merelakan semua cemooh dari keluarga terdekat hingga orang dia cintai juga membencinya. Bagaimana cara Fira memilih mengorbankan dirinya difitnah atau mengorbankan anaknya ditangan pria yang tidak dia kenal? Publish tgl. 19 April 2021

Lsaywong · Lịch sử
Không đủ số lượng người đọc
26 Chs

Bagian 22.

"Pelan-pelan makannya. Gak ada yang rebutan nasi itu," ucap Alex setelah dia berhasil mengantri panjang di depan rumah sakit sampai menunggu antrian darinya. Seketika Fira tidak sabar untuk menyantap nasi padang itu.

Dari pagi sampai siang ikut Ervan keliling hanya untuk temani masukan lamar pekerjaan satu per satu tempat ke tempat lain. Apalagi setelah dia sadar dari pingsan, dia lapar. Akan tetapi dia malah bertemu lagi dengan pria egois ini. Entah firasat apa membuat Fira tidak bisa memarahinya lagi. Dari sikap saat pria itu menolong dari pingsannya. Ternyata hati pria ini sangat lembut.

"Ukhuk ... ukhuk ... ukhuk ..."

"Tuh, kan, aku sudah bilang, makan yang pelan-pelan. Ini minum dulu," ucap Alex menuangkan satu gelas air minum padanya. Fira dengan cepat meneguhkan hingga habis. Alex kembali menuangkan air minum padanya.

"Kamu ... kamu gak makan?" Fira canggung berbicara dengan pria di depannya. Alex yang sadar di tanya seperti itu. Dia pun menegak.

"Nanti saja, setelah kamu selesai makan. Habis selesai makan, jangan lupa diminum obatnya, jangan dilupain kandungan mu. Besok aku akan mengantarkan dirimu pulang. Pasti orang rumah sudah mengkhawatirkan dirimu," ucap Alex sempat berikan senyuman pada Fira. Fira yang lagi-lagi mendengar suara lembut itu dari bibir pria ini. Rasanya dia merasa nyaman. Bahkan beda dengan Ervan. Walau pun hati Fira masih gamblang.

"Gak perlu, aku bisa pulang sendiri, aku gak mau ...."

"Gak bisa! Aku tetap akan mengantarkan dirimu pulang. Apalagi keadaan mu saat ini ..., sudahlah, lanjutkan makanan mu. Aku keluar, jangan lupa obatnya di minum," ujar Alex kemudian dia keluar dari kamar pasien tersebut.

Fira yang melihat punggung lebar itu mulai menghilang dari pandangannya. Fira pun kembali melanjutkan makanannya. Namun rasa selera itu hilang setelah apa yang dia rasakan tidak sesuai keinginannya.

Alberto menghampiri Alex, dapat Alberto lihat wajah Alex sangat melelahkan sekali. Baru kali ini Alberto melihat Tuan Mudanya begitu letih sampai tidak menyempatkan diri untuk istirahat.

"Tuan, sebaiknya Anda beristirahat sebentar. Untuk penjagaan biar saya dan Nisan yang menjaga wanita itu," ucap Alberto pada Alex.

Alex menyempatkan mengintip kamar pasien itu. Fira sedang membungkus kembali nasi padang yang masih tersisa di daun pisang itu. Hendak untuk membuang ke tempat sampah.

Lalu Fira hendak untuk turun dari brankarnya. Tiba-tiba sebuah tangan mengulur ke depan.

Fira mendongak di sana Alex sudah berdiri di sampingnya.

"Butuh bantuan?" Alex menawarkan dirinya. Alex masih bingung pada dirinya sekarang. Entah kenapa setiap melihat wanita itu ingin melakukan sesuatu. Rasa simpati itu mengkilat pada dirinya.

Ada rasa peduli dan posesif pada sikap-sikap wanita itu bertindak. Entahlah, Alex juga bingung. Seakan ada ikatan dan hubungan dengan wanita yang tidak dia kenal sampai sekarang.

"Gak perlu, aku hanya mau ke kamar mandi," tolak Fira sembari memegang tiang infusnya di sana. Tetap saja Alex membantu.

"Sudah aku katakan, aku bisa sendiri," ucap Fira sekali lagi. Dia benci orang asing sok perhatian seperti itu. Pada kenyataan dia memang butuh pertolongan. Apalagi sekarang dia masih belum sembuh total. Masih terasa pusing di kepalanya.

"Kalau kamu pingsan lagi, aku lagi kamu salahkan?! Aku sudah berniat baik padamu, jangan buang sikap kesombongan mu?!" sanggah Alex, lagi-lagi dia kembali dengan pria menjengkelkan.

Alberto yang di luar pun ikut mengintip antara wanita itu dengannya. Alberto menarik napas sangat panjang, sikap Alex belum juga bisa diubah. Padahal tadi dia sudah senang lihat kepedulian pria muda itu.

"Apa tidak apa-apa, Pak? Kalau sikap Tuan Alex seperti itu, lama-lama wanita hamil itu makan hati lihat sikap egois dan mulut kejamnya?" ucap Nisan memberitahukan kepada Alberto.

"Husss! Jaga omongan mu kalau sampai Tuan Alex tau. Hidupmu tidak akan sebahagia sekarang," ucap Alberto memperingatkan pada Nisan.

"Tapi, dari cara Tuan Alex perlakukan wanita itu sangat baik," imbuh Nisan masih intip perdebatan Alex dan Fira.

"Siapa yang sombong? Aku rasa Anda yang sombong! Dari awal pertemuan sikap Anda yang lebih angkuh dan OKB!" balas Fira, bukannya di lembutin malah semakin kesal.

Alex mengernyit terakhir kata disebut oleh Fira, "OKB? Apa itu?" Fira yang dengar jadi terkekeh. Alex semakin menuntut wajah sok lugu ini.

"Hei! Aku gak peduli bahasa apa yang kamu sebut tadi, ya sudah kalau kamu tidak butuh bantuan. Silakan saja, jangan berteriak kalau

...." Alex melirik arah pintu Alberto dan Nisan sedang mengintip dan menguping percakapan mereka.

"Kalau apa? Kalau mau ngomong yang jelas, jangan setengah-setengah?! Sudahlah, aku sudah kebelet?!" ucap Fira melewati Alex begitu saja tanpa beri kesempatan buat dirinya melanjutkan percakapan.

Saat Fira hendak ke kamar mandi, dia mengangkat tiang infus ikut masuk bersamanya. Namun Alex menghadang pintu hingga buat Fira berpaling dengan sorotan mata menyelidiki.

"Apa lagi?!" usik Fira, sepertinya dia benar-benar harus bermasalah terus dengan pria satu ini.

"Kamu yakin bisa lakukan sendiri?" kata Alex, kok rasanya dia terlihat sangat aneh. Mulai sejak kapan dia begitu perhatian sama wanita keras kepala ini.

Fira berkerut ada yang tidak beres pada pria ini. "Kamu pikir aku berusia enam tahun? Aku bisa lakukan sendiri, memang kamu siapa aku? Bukan suamiku juga, kan?" timpal Fira berbicara, seakan pintu dia hadang pun tertutup rapat di depannya.

Alex pun terdiam di tempatnya sambil terbengong-bengong atas pertanyaan dari wanita itu. 'Sebenarnya apa yang terjadi padaku? Urusan aku dengannya juga bukan siapa-siapa dia, aaarrgghh!' Alex mengacak rambutnya. Lama-lama dia benar-benar stres memikirkan hal ini.

Di kamar mandi, Fira duduk sambil memikirkan sesuatu hal yang tidak wajar sekarang ini. Dia merasa aneh pada dirinya. Bahkan dia juga tidak tau bagaimana bisa berbicara dengan pria angkuh itu dalam waktu hal biasa saja. Bahkan dia merasa ada sebuah ikatan kuat, bahkan dia begitu nyaman ada di dekat pria itu.

'Sebenarnya ada apa dengan diriku? Meskipun dia terlihat angkuh, songong, bahkan menyebalkan. Tapi di sisi lain dia mempunyai sikap yang baik hati dan lembut. Entah kenapa cara penyampaiannya itu benar-benar menyebalkan,' ucap Fira pada diri sendiri.

Alex tetap setia berdiri di depan kamar mandi sampai wanita itu selesai membuang benda tidak bernyawa itu. Tapi Alex merasa dia sudah menunggu terlalu lama di sini. Dilihat jam arloji nya, sudah melewati lima belas menit. Rasa gelisah nya pun mulai menjemputnya.

"Hei! Kau ada di dalam, apa kau baik-baik saja?!" Alex mencoba mengetuk pintu kamar mandi itu. Tapi belum ada jawaban. Sampai Alex mencoba untuk memutarkan gagang pintu itu. Tapi tetap saja nihil. Terkunci di dalam.

Sedangkan di kamar mandi, Fira sedang duduk melamun. Bahkan dia mencoba untuk berkonsentrasi pada statusnya. Akan tetapi suara gedoran pintu itu membuat dirinya mendecak kesal.

"Hei! Wanita cengeng?!" teriak dari luar. Fira pun bangun dari duduknya lalu memakai kembali celananya. Dengan cepat dia buka pintu dengan wajah paling mengesahkan.

"Siapa yang kau sebut cengeng?!" balas Fira lama-lama dia makin bete lihat sikap Alex dengan suka-suka menjuluki panggilan seperti itu.

Alex berhenti mengetuk pintu setelah pintu itu tiba-tiba terbuka. Dengan bibir ingin dia katai lagi harus tertunda. Setelah wanita itu membalas ucapan terakhir tadi. Alberto dan Nisan masuk ke kamar pasien itu setelah mendengar suara panik dari Tuan mudanya.