"You said you love me. And you said you meant it."
[ANGELIC DEVIL: The Crown]
Benar-benar tidak waras. Padahal sudah punya "pacar" dan anak baru, tapi masih memiliki benda ini? Mau digunakan apa memangnya? Memenjara Apo dalam poligami? Kenapa tamak sekali?
Apo pun langsung cari tempat duduk karena dia lelah mental. Namun, sepertinya obat tersebut belum sampai dipakai Mile kepadanya. Dan ciuman dari sang senior tadi merupakan bukti. Bahwa Bonding paksaan ini belum terjadi. (*)
(*) Bonding hanya bisa melalui hubungan intim. Bonding alami dilakukan atas suka sama suka dan saling setuju. Namun, Bonding paksaan bisa terjadi jika meminum obat ilegal tersebut terlebih dahulu. Bonding mengakibatkan Omega tidak bisa merespon sentuhan intim dari orang lain, atau bisa-bisa mual, muntah, sakit, bahkan pingsan mendadak. Bonding hanya bisa hilang jika sang Alpha mati.
"Oke, aku harus tenang dulu. Anggap ini bukan apa-apa. Kau akan baik-baik saja, Apo," gumam Apo menyemangati diri sendiri. Dia pun menggunakan saran Paing istirahat di kamar lain, walau tetap insomnia hingga subuh. Tak apa. Bisa berbaring pun sudah syukur sekali.
"Are you okay? Jangan bilang semalam tidak sampai tertidur," kata Paing saat sarapan pagi.
Diberikan perhatian terang-terangan, Apo pun melirik orang di sekitarnya sekilas. Ada Yuzu, Ameera, dan pelayan yang akan menjadi saksi di pengadilan. Mereka pun balas melirik padanya, tapi pasti sudah sama-sama paham. Toh aroma Paing kini menyelubungi seluruh tubuhnya.
"Iya, sulit," kata Apo. Dia menunduk dan fokus ke piring saja. "Tapi tidak masalah. Kalau lebih capek dari ini pasti tidur sendiri." Omega itu juga menyuapi Er dengan pisang halus di sebelahnya. Dan si baby habis banyak sekali. Hei, bocah. Kau benar-benar mekar di tempat ini, huh? Batin Apo saat melihat bayi mungilnya tidur setelah kenyang. Napasnya kembang kempis di atas baby bouncer bergoyang, mungkin rasanya seperti diayun oleh malaikat langit--oh, Apo memang sempat menolak, tapi harus bagaimana jika benda-benda bayi mendadak datang ke rumah pagi ini.
"No, coba ikut aku sebentar," kata Paing. Sebelum berangkat bekerja, dia mengayunkan tangan agar Apo ikut ke ruang praktik. Dan sang Omega disuruh minum obat entah apa, lalu kepalanya dipijat di titik-titik tertentu. Cuma sebentar, memang. Tapi efeknya bagus sekali. Pening di kepala Apo pun langsung mereda, pandangannya tidak mudah kabur, walau nanti tetap harus tidur. "Sekarang oke?"
Apo pun mengangguk pelan. "Iya, Phi." Tapi kenapa Paing jadi seperti dokter pribadinya?
"Kau juga harus minum teh Chamomile setelah ini. Beri jeda waktu satu jam. Nanti biar dibuatkan pelayan," kata Paing lagi.
"Umn."
Alis Paing mendadak naik sebelah. "Tapi kulihat kau sempat beres-beres file ke dalam kardus. Mau kemana? Kan itu bisa diantar orang."
DEG
"Eh?"
Ketahuan?
"Apo?"
Apo pun membuang pandangan. "Anu, aku akan ke kantor Mile."
"...."
"Maksudku, setelah mengantar file itu ke kantor," kata Apo, mendadak gugup sendiri. "Aku bisa, Phi. Kau tidak perlu meminta orang lain melakukannya. Aku kadang juga ingin keluar."
"Oke, jika kalian memang ingin bicara," kata Paing. Yang membuat napas Apo tersendat, padahal dia kira Alpha ini akan melarangnya secara posesif. Ternyata tidak sama sekali. "Tapi setelah itu akan kemana lagi? Kalau ada urusan lain biar ditemani orang."
Apo pun kembali menatap sang Alpha. "Tidak kok, cuma itu," katanya. "Tapi benar tidak apa-apa?" tanyanya.
"I trust you," kata Paing dengan senyum tipisnya. Dia tampak senang karena luka Apo semakin pudar, dan itu tandanya akan segera sembuh. "Hanya harus tetap waspada, oke? Jangan biarkan dia membantingmu lagi."
DEG
...
....
Kenapa berbeda sekali? Pikir Apo. Sungguh kaget karena dulu terbiasa dikekang Mile dengan bodyguard. Bahkan tidak diberi kesempatan bebas dengan mudah meski Apo bisa bela diri. Paing lebih melepaskan dan leluasa padanya. Bahkan yakin Mile yang sekarang takkan bisa menundukkan Apo dengan mudah.
"Iya."
Toh Mile kemungkinan mencium aroma Paing darinya saat nanti mereka bertemu. Butuh energi besar jika sang suami ingin menguasai kembali.
"Atau kalau masih terbanting juga, Phi akan mengurusmu ulang di sini. Ha ha."
Tanpa sadar Apo pun tertular tawanya. "Ha ha, shit ...." katanya. "Sumpah, ya. Phi tidak praktek di RS, tapi malah mengurusiku terus-terusan."
"Ha ha ha ha ha."
"Gajiannya berapa per bulan?" tanya Apo dengan nada jenaka. Entahlah, dia mungkin hanya terbawa suasana cair? Yang pasti mendadak ingin bercanda saja. "Cukup buat jajan di luar, kah?Atau beli es krim misalnya--"
Cup.
DEG
Apo pun terdiam karena mendadak kecupan itu hinggap pada bibirnya.
"Ya, lebih dari cukup, malah, " kata Paing. Yang wajahnya kini begitu dekat. Memerangkap Apo dengan matanya. Mungkin memeriksa apakah sang Omega tidak masalah.
Sangat tegang beberapa detik setelahnya. Perut Apo sampai keram hingga ke dada, tapi dia sendiri yang mendadak maju untuk memimpin ciuman yang berikutnya.
BRUGH!
"Hmmh ...."
Bahkan sang Omega tidak ragu merangkul leher Paing hingga ambruk di ranjang medis. Meremas rambut tipis pada tengkuknya. Dan mereka saling memakan beberapa kali.
Hangat sekali, sungguh. Ini tidak seperti semalam karena sangat terburu-buru. Atau diliputi emosi tak jelas. Apo yang sekarang lebih yakin karena dia ingin menetap, walau merinding juga karena sudah tidak disentuh sekian bulan.
"Hhhh ... hhh ...." desah Apo begitu bibirnya dilepas. Dia terpejam karena kecupan hangat itu pindah ke leher, tulang selangka yang jelas karena kurus, dan menggigit bibir untuk menahan erangan keluar. "Ummff--hhh ...." Lenguhnya dengan jemari meremas bahu Paing karena geli. Namun, Omega itu masih coba mengendalikan diri saat ada remasan beberapa kali pada dadanya. "Oh, Phiii ... nngh ...."
"Dia tidak seperti pernah disentuh orang lain," batin Paing begitu menyudahi kegiatan mereka. Bukannya apa, tapi dia ingat sebentar lagi waktunya berangkat kerja. Tidak baik jika berlama-lama di tempat ini. Lagipula Apo sepertinya agak terkejut, tapi Omega itu tampak baik-baik saja. Pertanda dirinya sudah diterima. Bahkan bisa balas menatap, setelah gejolak hasratnya yang hampir naik mereda. "Apa aku berlebihan?" tanyanya, kalem.
Apo pun menggeleng pelan. Lalu memeluk sang Alpha erat sekali.
BRUGH!
"Apo--"
"Aku tidak mau lagi bersama dia, Phi. Aku mau cepat-cepat pergi ...." kata Apo mendadak vokal. Dia pun menceritakan soal obat ilegal milik Mile sedetail-detailnya. Lengkap spekulasi bahwa sang suami akan poligami sebentar lagi.
Apo sakit, jujur saja. Dia tidak mau terperangkap dalam lubang hitam semacam itu. Dan meminta agar Paing selalu siap memegangnya di sini.
"Oh, ha ha ... memang kau mau aku menjawab apa? Phi yakin kau harusnya tidak perlu bertanya," kata Paing sambil mengelus punggung Apo Nattawin. "I'm here as always," imbuhnya. "Dan kalau kita sama-sama ada waktu, ayo latihan bela diri bersama seperti dulu. Anggar, menembak, dan masih banyak lainnya. Jadi kuat sekuat yang pernah kulihat, hm?"
"Oke ...."
"Now, done. Aku berangkat kerja duluan," kata Paing sambil melepaskan pelukannya perlahan-lahan. Alpha itu mengecek arloji dan cukup urgensi, sebab tinggal 15 menit lagi sebelum rapat pagi berlangsung. ".... oh, benar-benar sudah waktunya."
DEG
"A-Apa aku mengganggu?" tanya Apo panik seketika.
"No, it's okay. Ini masih cukup walaupun mepet," kata Paing. Lalu segera melipir setelah mengacak-acak rambut Apo Nattawin. "See ya. Cukup beritahu saja kalau mendadak ingin ke tempat lain."
DEG
"Umn--see--"
CKLEK!
Pintu sudah tertutup di seberang sana, tapi Apo malah memijit kening sambil tersenyum daripada kecewa. "Ya Tuhan, aku ini baru saja melakukan apa ...." desahnya kesal pada diri sendiri. Namun, anehnya merasa ringan daripada tadi untuk menjalani hari ini. "Benar-benar sangat--ha ha ... sudahlah ...."
Sekitar pukul 10, Apo pun benar-benar menyambangi kantor perusahaan Romsaithong. Dia tidak mengenakan jas resmi, atau masker lagi. Apo hanya melenggang apa adanya. Penuh percaya diri, walau harus berkacamata demi menyamarkan urat merah kurang tidur yang sedikit jelas.
"Halo, ada yang bisa saya bantu--"
"Mile di dalam?" tanya Apo to the point.
DEG
Resepsionis depan pun sedikit kaget, sebab Apo tersenyum tipis saat muncul di hadapannya.
"Eh? Tuan Romsaithong? A-Anu ... sebentar. Biar saya cek jadwal beliau dulu--"
"Ya, agak cepat," kata Apo. "Bilang istri sah-nya mau bertemu. Dia dimana sekarang?"
Kalau harga dirinya di kantor ini sudah hancur, sekalian hancur saja. Toh Mile juga yang mengawali, pikirnya. Lagipula, ha ha ... membawa perempuan dengan anak lelaki-nya langsung? Apo benar-benar ingin menggampari suaminya saat ini.
"Anu, Tuan Mile ada di ruangannya kok sekarang. Mungkin sedang beristirahat. Jadi, Anda bisa--"
"Oke, terima kasih," kata Apo. Dan semisal ada Jirayu lagi yang jaga pintu, Apo bersumpah akan membuat video seks Mile terekam ponselnya kali ini--hei, dulu kenapa tidak dia lakukan saja? Lumayan kan harusnya kalau jadi barang bukti?
"Eh--Tuan Natta!"
"Hmph, Jirayu," kata Apo dengan seringai kecil. Namun, sang co-translator kini melipir, dan tidak menahannya seperti dulu. "Kau lebih kurusan rupanya. Kenapa?"
DEG
"Tidak ada, Tuan. Silahkan kalau Anda mau masuk ke dalam," kata Jirayu segan. Bisa habis dia kalau Apo tahu Mile pernah menyeretnya seks di mobil saat perjalanan bisnis ke Roma.
"Oke."
CKLEK!
"Ha ha ha, Mile ... lihat dia menunjukkan mainannya ke kamu! Sepertinya mau mengajak main!" tawa seorang wanita cantik--yang Apo sudah sangat siap untuk melihat rupanya sekarang.
"Oh, ha ha ha. Pintar sekali ... sini, Sayang. Datang ke Daddy sebentar?" kata Mile sambil mengayunkan tangannya.
Si balita pun tertawa saat menabrak peluk ayah biologisnya, dan suara itu makin keras saat Mile mengangkatnya ke pangkuan.
"Ha ha ha ha ha! Daddy--elii! Eliii!" jerit si balita saat Mile mengesuni lehernya.
Benar-benar keluarga hangat, huh? Tatapan Apo sampai menggelap karena tidak ingat Mile begitu pada bayi-bayinya--oh, memangnya pernah? Mungkin menggendong sesekali memang iya. Tapi memanjakannya sampai begitu? Rasanya tidak sama sekali.
"Mile."
DEG
Refleks, si wanita dan Mile pun menoleh pada Apo saat memanggil.
"Bisa kita bicara sebentar?"
Mile pun menatap Apo sebentar tanpa emosi, lalu ke wanita cantik di sebelahnya. "Nazha, bisa bawa Alan keluar dulu?" pintanya. "Kau tahu kita harus diskusikan sesuatu."
Guli Nazha Bextiar, yang belakangan nanti diketahui Apo sebagai pewaris Perusahaan Green Star Zeneca di wilayah Turki itu pun mengangguk pelan. Senyumnya memang terlihat sopan, sebagaimana maklumnya gadis keturunan Uighur. Dan itu tidak berubah meski sempat bertatapan dengan Apo Nattawin sekilas. "Oke."
"Tunggu dan jangan sampai pulang dulu," kata Mile. Masih tetap fokus ke wajah si wanita cantik. "Nanti kita makan siang bersama."
***
Uighur sebenarnya masih bagian dari China. Tapi suku ini keturunan dari Turki. Campuran banyak lha. Mukanya Guli Nazha makanya begitu.