😳 Hmm, gak nyangka udah sampe bab 43. Karena itulah, author memutuskan untuk membagi FF ini jadi BEBERAPA SEASON 🌚 (Semoga kalian mabok di tengah jalan dan gak lanjut) INI BAB TERAKHIR DARI SEASON 1 YA BTW! HAPPY READING!

"Selama memikirkanmu, jujur aku tidak pernah mengharapkan happy ending yang indah. Well, mungkin memang agak aneh bagi orang lain, tapi aku paham ini merupakan kehidupan. Bukan dongeng. Aku hanya merasa harus bertahan, tetap hidup sebagai diriku, lalu menemukan orang yang tepat. Meskipun begitu, suatu hari kau datang seperti menjawab anganku. Kau membuatku sadar betapa beruntungnya aku. Juga ingin menjagamu sebagaimana kau menjagaku ... sayangnya, jika seseorang bilang ini hanya takdir, kalian salah. Atau lebih tepatnya, aku tak terima disebut-sebut begitu. Sebab aku paling tahu langkahku. Aku paling paham dengan apa yang kumau. Dan aku paling ahli memikirkan harus bagaimana aku. Jadi, ya, begitu. Mungkin kalian saja yang harus memperbaiki pandangan semacam itu kepadaku."
[Apo Nattawin Wattanagitiphat]

Ciuman itu rasanya sesak.
Apo kesusahan napas kala lidah lunak Mile menerobos masuk ke dalam mulutnya hingga nyaris ke tenggorokan. Sial. Padahal selama ini tak pernah begitu.
Mungkin Mile terkena euforia malam pertama. Dia ingin menguasai Apo sebagaimana baru menikah, bahkan mungkin sang Alpha melupakan baby triplets sejenak. Biarkan Mile berpikir mereka sepasang kekasih baru. Dia ingin mencumbu Apo seolah sang Omega masih perawan. Dan tidak memberikan ampun samasekali.

Mile meremas pergelangan tangan Apo yang ingin balas memeluk. Lelaki itu tidak membiarkan Omega-nya bertindak sesuka hati, karena Mile adalah rajanya malam ini. Dia pun menyedot bibir Apo hingga si empunya kelabakan, bahkan nyaris pingsan jika Mile tidak menghentikannya di tengah jalan.
"Nnnh. Mffff--"
Semua bagian dalam mulut Apo dia susuri. Mulai dari syaraf-syaraf bibir bawah yang sangat sensitif. Langit-langitnya yang sedikit bertekstur, dan lidahnya yang lunak. Mile tidak puas hanya dengan membuat Apo melenguh saja. Dia pun memindah lidah ke bagian daun telinga, menyusuri bagian dalamnya hingga Apo merinding tanpa melewatkan ceruk lehernya dengan gigitan.
Krakh!
"Akh! Ssssssh ....." desis Apo seiring piamanya ditarik robek ke bawah. Beberapa kancing bajunya pun sampai terputus. Dan Mile bisa menikmati kulit bahunya dengan leluasa.
Ah, betapa harumnya Omega ini. Apo mungkin memang tidak menyadari, tapi dia menebar feromon hingga ruangan terasa penuh sekali. "Apo, kau sekarang benar-benar milikku," kata Mile lebih seperti menyadarkan dirinya sendiri.
Apo yang baru dilepaskan pun coba mengatur napas. Dia melihat kemelut nafsu di dalam mata Mile Phakphum, lalu menjambaknya untuk berciuman lebih dalam lagi.
Brugh!
"Hmmh."
Entah kenapa, Apo sendiri tidak banyak bicara saat itu. Dia hanya fokus kepada Mile dan sentuhannya yang penuh hasrat. Sang Omega sepertinya tahu Mile ingin meledak, maka dia membiarkan lelaki itu memonopoli dengan geliatan sensual.
Oh, bukan. Mereka memang tidak sedang menjalankan pemotretan erotis malam itu. Namun, bagaimana pun Apo bergerak, Mile menemukan sensualitas dalam tubuhnya. Mulai dari ekspresi, impresi, tatapan mata, rasa, bahkan saat sang Omega tidak ingin menunjukkan apapun ... Mile benar-benar tahu mereka adalah satu kesatuan saat ini.
"Khhh-hssshh ... mnnh," desis Apo yang tubuhnya dibuat rebah dengan susuran bibir panjang ke bawah. Kedua kakinya terasa tegang saat Mile memeluknya dengan lengan-lengan kokoh, dan perutnya mengejan karena lumatan gemas yang menjelajahi. Dimulai dari sisi kanan, ke kiri. Lalu ke gundukan kecil yang membuncit karena lemak, dan semakin ke bawah lagi. Oh, lihatlah. Di tempat itu Mile menemukan bekas jahitan yang nyaris memudar. Pertanda proses lahiran normal, dan sebuah perjalanan mereka hingga jadi keluarga.
Cup. Mengikuti nalurinya yang penuh gejolak, Mile pun mengecup bagian itu dengan sepenuh hati. Dia tidak ragu mengaduk bagian dalam merekahnya yang sudah basah, sementara Apo nyaris menghimpit kepalanya dengan kedua paha.
"Kh--hhh. Mile," batin Apo dari atas sana. Dia menatap dengan kedua mata cantiknya, dan Mile paham meski sang Omega tidak mengeluarkan suara. "Hrrnnh," geram Apo dengan remasan menguat pada jemari Mile. Dia mengerjap beberapa kali karena lidah sang suami lihai bergerak di dalam sana. Begitu pun jemarinya yang mulai naik ke betis.
Di tempat itu panas merambat hingga mencapai telapak. Apo pun tersengat karena pijatan lembut di antara jemari. Tahu-tahu dia bergerak sendiri untuk menjambak Mile agar pelan sedikit--
"Hrrgh, Mile--" kata Apo dengan napas tersendat. Dia benar-benar tidak sanggup kalau tarian lidah itu diteruskan lebih lama, untung sang Alpha memahaminya.
Mile pun meninggalkan bagian sana dengan seringai, sementara Apo merona karena suaminya lepas-lepas setelah dirinya kepalang hasrat. Dia pun menarik pinggul Apo agar mendekat, sementara sang Omega ternyata menolak dimasuki di posisi itu.
"Ugff, tunggu," kata Apo. Dia menutup jalan masuknya dengan separuh paha. Sementara Mile membiarkan Apo menahan perutnya sejenak.
"Hm? Kenapa?"
Apo pun menyibak poninya sedikit karena sempat menghalangi pandangan. "Aku, hhh ... gendut. Belum workout lagi, Mile. Nanti--hhh. Pokoknya tunggu sebentar saja."
"Apa?" Mile malah tertawa kecil saat Apo membalik badannya dengan tatapan panik. Padahal sebagai Alpha, Mile senang karena tubuh Apo berubah sebagai bukti dirinya ada. Toh mereka telah berpasangan dengan tiga bayi yang hadir, tapi Omega-nya benar-benar terlalu perfeksionis. Dia mati-matian ingin selalu terlihat indah, lalu meremas punggung ranjang sebelum Mile memasuki dirinya dalam satu sentakan.
PLAKH!
"AAAAH!"
"Hmmh, dasar ...." batin Mile sambil tersenyum lebar. Dia pun memeluk pinggul Apo begitu erat, sementara sang Omega mengernyit karena kenikmatan yang mulai menghujam keluar masuk ke dalam rahimnya. "Padahal aku tidak masalah samasekali, Apo. Tapi mau bagaimana kalau kau memang seseorang yang seperti itu."
"...."
"Setidaknya, kau tetap jadi seseorang yang kukenali hingga sekarang ...."
Apo pun mulai gencar mengeluarkan desahannya di dalam ruangan itu. Dia melepas jemari Mile untuk berpegangan lebih erat dengan dua tangan, sementara sang Alpha menghentaknya semakin cepat tiap detiknya.
Ahhh, rasanya nikmat sekali. Pandangan Apo pun makin buram gelap-buram gelap di udara, tapi dia kini diam memandangi keringat yang bercucuran di atas seprai. Semuanya bercampur aroma tajam nan hangat Mile Phakphum, dan sensasi itu makin parah ketika tanda di lehernya menyala terang. Marking yang tak tak diharapkan, memang. Tapi Mile dan Apo berpikir itu hal yang sempurna sekali.

"Sssh, hhhh ... hhh ...." keluh Apo dengan kening yang makin penuh kernyitan. Remasannya pun berganti-ganti dari seprai ke punggung ranjang, lalu kembali lagi lagi ke seprai saat lututnya sudah mulai melemas.
Brugh!
Di sana Apo berkedip-kedip, sementara Mile membiarkan sang Omega di posisi apapun yang paling membuatnya nyaman. Mau memeluk bantal, membenamkan wajahnya di benda itu, atau coba mendongak lagi meskipun sulit. Yang pasti, segala yang dia usahakan tidak pernah diiringi protesan apapun.
Mile tahu Apo juga sangat menikmati momen ini seperti dirinya. Mile tahu Apo ingin melebur dengannya lebih lama lagi. Dan tak ada seseorang pun yang boleh masuk ke dalam dunia tersebut.
"Apo, hhrrh ...." geram Mile ketika gilirannya menjambak sang Omega dari belakang. Dia mencengkeram pinggul Apo sembari menggigit gigi, dan terus mengujam ke tempat yang lebih dalam lagi. "Hhh ... Apo ...."
Apo sendiri mengocok penisnya yang terasa butuh pelepasan. Dia merasa agak pusing, tapi ini terlalu nikmat untuk diakhiri. Mau bagaimana pun Mile mengguncangnya di belakang sana, Apo hanya bertahan sebisanya hingga ada suara basah yang muncrat di antara pahanya.
"Aahhhh ... Apo ...." desah Mile sebelum menarik tubuh Apo agar duduk di pangkuannya.
Brugh!
"Hnnh," lenguh Apo yang langsung digigit di bagian leher. Padahal dia baru saja duduk, itu pun lututnya masih bertumpu tak sempurna pada ranjang. Namun, Mile sudah memasukinya ulang dari belakang sana, lalu mendekapnya hingga terkunci.
Tak ada jalan untuk kedua lengannya keluar diantara otot-otot kuat itu. Apo pun berpegangan pada paha Mile yang mengapit di sisi, lalu mereka berciuman dari samping.
"Mhhn. Mmnnn. Nnh."
Dengan penyatuan yang tidak berhenti. Dengan bunyi kecipak basah diantara mereka. Dan Apo baru melepaskan bibir Mile karena terkejut dengan sentuhan pada penisnya.
"AH-"
"Sssh, rileks," kata Mile yang mulai mengurut benda berdenyut-denyut itu. Dia tahu Apo belum lepas samasekali, maka gerakannya agak terburu-buru di sana sampai Apo malu sendiri.
"Mnnh, ahhh ...." desah Apo dengan tubuh meliuk ke depan. Untung Mile memeluk pinggangnya cukup erat. Omega itu pun hanya gemetar di dalam rengkuhannya, padahal penis sudah berbuih di dalam genggaman Mile. "Mile, cukup ... ahh," pintanya dengan pipi merona padam.
Mile malah memanjakan bagian itu dengan senyuman, sementara Apo tidak tahu bila mata tajam itu mengawasinya begitu detail. Mulai dari caranya mendongak. Bagaimana otot-otot lehernya menegang di bawah lampu. Atau desisannya yang keluar karena sentuhan puting.
Mile pun mengesuni pipi Apo dari samping, dan dia membiarkan sang Omega mencakari pahanya karena kenikmatan tiada tara.
"Hhrm. Ahh, nngh."
"Teriak saja, tak masalah, Apo. Jangan tahan suaramu," kata Mile dengan jilatan pada telinga Apo. "Kita adalah pasangan utuh sekarang."
Apo sendiri berkaca-kaca karena kalimat itu. Dia bukannya tak ingin berteriak atau apa, tapi memang begitulah jika hatinya sudah merasa dekat dengan sang Alpha. Dia nyaman meski tidak banyak bersuara selama bercinta. Dia tidak merintih atau menjerit kecuali memang keluar dengan sendirinya. Malahan meneteskan air mata saat memuncratkan klimaksnya ke seprai.
"Ahhh ...." desah Apo dengan suara teramat pelan. Dia bergetar tegang selama beberapa saat, dan tidak bergerak dari posisi itu hingga cairannya tuntas semua.

"Lagi?" tawar Mile dengan gerakan yang makin memelan. Namun, Apo malah menggeleng dan memindahkan tangan sang suami dari penisnya.
"Jangan dulu, istirahat," kata Apo lalu menoleh kepada Mile. Napasnya pun lebih teratur daripada beberapa saat lalu, walaupun tetap harus menunggu Mile berhenti bergerak di bawah sana. "Hhh, nnh ... masih lama?" tanyanya dengan mata yang berkelap-kelip.
Mile pun tertawa dan mengecup bibir Apo, lalu menghujam lebih cepat agar pelepasannya membuat sang istri dapatkan jeda. "Belum, sebentar ...." katanya.
Apo pun terpejam dan memegang pelukan Mile pada pinggangnya. Dia menunggu, meski napasnya sudah terputus-putus. Bahkan keringat di keningnya ikut bercucuran karena penis itu menyesakinya hingga ke ujung. Namun, kesabaran selalu berbuah manis. Apo pun tersentak tidak lama kemudian. Dan dia terengah lega karena sang suami sepertinya sudah menyelesaikannya. "Hnnnh," lenguhnya panjang. Mereka pun akhirnya tertawa bersama. Lebih-lebih saat Apo memelototi proses Mile menarik kondomnya untuk dibuang ke samping ranjang.
"Apa? Heran?" tanya Mile karena cairan di dalam kantung elastis itu banyak sekali. Apo pun memerah penuh, lalu melirik beberapa kondom baru yang tersedia di sisi bantal.
"Tidak juga, tapi ...." kata Apo, sebelum membalik diri agar berhadapan dengan sang suami. Dia tiba-tiba ingin mengecupi wajah Mile, toh itu menyenangkan diantara jeda menegangkan tersebut. "Senang saja kau tidak mengabaikan perkataanku," pujinya dengan senyum paling manis malam ini.
"Ha ha ha, aku kan ingin jadi suami yang baik," kata Mile. Dia tidak betah untuk tak mencubit pipi Apo. Apalagi sang Omega tampak bangga sekali padanya. "Kau senang, aku juga senang. Aku senang, kau juga senang. Bukankah harusnya memang begitu?" tanyanya.
Apo hanya menahan senyum agar tidak kelepasan tawa jelek di depan Alpha-nya ini. "Hmmh, jadi besok kita akan jalan-jalan?" tanyanya sambil memperbaiki posisi duduk. Entah kenapa tetap saja ngilu, padahal Apo sudah mencari spot paling nyaman di paha Mile.
Brugh!
"Ha ha ha, ya," tawa Mile sambil mendorong Apo agar berebah saja. Dia mengecup sang Omega gemas, lalu memandangnya nyaris tanpa berkedip. "Ke banyak tempat, hm? Itu pun kalau kau kuat jalan ...."
Apo pun terkekeh pelan. "Sial, kuat kok, pasti," katanya. "Hanya agak pegal saja." Dia sepertinya tidak tahan melihat rambut Mile agak berantakan. Tanpa sadar, lelaki itu pun merapikan anak-anak surai Mile penuh perhatian. "Tapi boleh aku kasih saran?" tanyanya.
"Hm?"
"Jalan-jalannya nanti berdua saja," kata Apo dengan kedipan berharap. "Jangan ada bodyguard, Mile. Capek. Aku diikuti mereka setiap waktu. Belum lagi kalau bawa anak-anak ... ada babysitter kan kemana-mana. Rasanya kangen sekali jalan sendiri terus melakukan apa saja yang kumau."
Mile pun mengulum senyum mendengar keluhan sang istri. "Oke, tentu," katanya. "Dan kalau tidak keberatan, kita bersepeda saja saat di
"Råbjerg Mile" nanti."
"Huh? Råbjerg Mile?" kata Apo yang agak bingung. "Itu nama tempat atau memang kau tambah-tambahi namamu sendiri?"
"Tempat, lah. Ha ha ha ...." Mile pun mencolek hidung sang Omega karena ekspresi lucunya. "Itu areal berpasir yang hangat. Dan di sana kita bisa berteriak sepuas mungkin tanpa harus takut didengar orang."


"Ha ha ha, shit," kata Apo. "Kalau begitu aku akan memaki-makimu di sana."
"Ya?"
"Soal pergi-pergi ke Aussie lama sekali, terus kenapa tidak pernah iseng mencariku selama itu, tapi waktu pulang ... kau langsung menghamiliku begitu saja. Apa itu tidak keterlaluan namanya?"
Mile malah menyeringai kecil mendengar omelan sang istri. "No, tidak lah ...." katanya. "Toh akhirnya kita menikah juga. Coba kalau aku kabur-kaburan. Kau baru boleh menyebutku begitu, oke?"
"Hmmh," kata Apo dengan hidung mengerut. "Pokoknya tetap akan kulakukan nanti. No debat."
Mile hanya geleng-geleng melihat sisi keras kepala Apo Nattawin. Dia pun memilih mencium sang Omega daripada memikirkan masa lalu, lalu membuatnya terlena sekali lagi.
"Mnnh, nn ... nn," desah Apo karena sulit mengikuti pergerakan ciuman Mile. Meskipun begitu, dia tetap mencoba memagut bibir sang suami sama rakusnya. "Mile, nnnh ...."
Mile sendiri tidak mau lama-lama untuk memulai ronde berikutnya. Dia pun langsung menaikkan satu kaki Apo ke pinggangnya. Lalu memasukkan penisnya kembali setelah memasang kondom dengan gerakan yang cepat.
PLAKH!
"Mnnhhhh ...." lenguh Apo yang refleks melepaskan ciuman. Omega itu pun melampiaskan kehangatan di dalam dirinya dengan cakaran, sementara Mile menggeram senang karena tengkuknya memang daerah sensitif. "Ahh ...."
Di atas sana, Mile menumpu dirinya dengan kedua lengan yang kokoh. Dia menikmati pemandangan indah Apo yang benar-benar berserah, dan merasa bangga karena kalung dan cincin pernikahan mereka sering terlihat mata.
Entah saat Apo menutup mulutnya sendiri, atau saat Apo membenahi rambutnya yang awut-awutan, juga saat meremas bantal di sisi kepalanya.
Yang pasti, Apo merupakan sosok paling indah diantara yang terindah. Mile sulit sekali melepaskan pandangan meski sang Omega tidak mencoba menggoda, lebih-lebih jika namanya disebut dengan hasrat yang terlukis jelas pada wajahnya.
"Mile, lebih cepat--ahhhhh ... fuck--ya, di sana. Hrrrmhh ... nnh, Mile--ugh ... mnhhh."
Oh, Apo sepertinya tampak lebih terburu-buru kali ini. Dia ingin cepat dipuaskan, keluar, tapi Mile tidak melepaskannnya setelah lelaki itu mengeluarkan klimaks keduanya.
BRUGH!
"Aakhh--"
"Tetap di sana, jangan bergerak," kata Mile setelah memindah posisi mereka menjadi miring. Keduanya pun berhadapan dari mata ke mata, sementara Apo meremas bahu Mile karena tusukannya kembali. Dia menelan ludah karena pose ini cukup erotis. Apalagi penisnya selalu menabrak perut Mile dalam setiap guncangan. Dia pun menuntaskan klimaks yang tadi tertunda di sana, tapi Mile tertawa saja saat perutnya penuh carian putih.
"Mnnhh ... Mile, kakiku--bisa kau agak sedikit--"
"Tidak," sela Mile sambil mengecup hidung Apo. Dia justru meninggikan lutut sang istri sekali lagi, sehingga lelaki itu bisa merasakan penisnya menjangkau tempat yang lebih dalam di dalam rahimnya. "Enak, kan? Ini sebenarnya salah satu posisi favoritku, tapi harus menunggu kehamilanmu selesai dulu untuk dipraktekkan sekarang."

Oke? Pikir Apo waktu itu. Dia pun mengizinkan Mile melanjutkannya seperti yang Alpha-nya mau, meski ternyata butuh tenaga lebih lagi mengakhiri malam tersebut.
Bagaimana tidak? Setelah ronde keempat berjalan, Mile tiba-tiba menggendong Apo untuk menuju ke kamar mandi. Dia mengira akan diajak bersih-bersih langsung di sana, tapi sang suami malah mendempetnya di dalam bak hangat.
Plakh! Plakh! Plakh! Plakh! Plakh!
"Ini gila, Ya Tuhan," batin Apo karena suara persetubuhan mereka lebih nyaring di dalam sana. "Ist das so pervers! Dia ini makan apa sebelum masuk ke kamar? Aku benar-benar mulai capek, Mile--"
"---ahhh! Mmmh ...." rintih Apo dengan jemari yang menempel di dinding keramik. Dia bahkan belum memuaskan Mile di ronde ini, tapi sepertinya sang suami sudah merobek kondom lain di belakang tengkuknya. Kresek, kresek--
DEG
Sial! Suara plastiknya saja membuat Apo merinding, lebih-lebih saat merasakan cairannya meleleh hingga ke paha.
"Apo, Apo ... coba sekarang menghadap aku," pinta Mile setelah mengeluarkan penisnya. Dia sepertinya tidak nyaman dengan kondom yang terakhir, jadi harus menggantinya dulu sebelum memasukkan penisnya kembali.
Plakh!
"Aaaaah! Mile--please ...." cicit Apo yang sebelah kakinya mulai kesemutan. Mile pun menaikkan dua kaki Apo sekaligus ke pinggangnya, sementara punggung sang Omega jadi bersandar penuh ke dinding. "Hmmh ... kau parah. Bisa jangan buat aku mati saja? Ngh ...." keluhnya saat mereka sudah saling menatap.

"Ha ha ha, tidak, tidak," kata Mile dengan nada tetap santai, meski napasnya juga terengah. "Kau akan baik-baik saja, Sayang. Tapi permintaanmu sebelum kita bercinta tentu saja akan dikabulkan."
DEG
"S-Soal susah jalan?" kata Apo dengan tubuh yang terus berguncang. "Tapi besok kau mengajakku bersepeda, kan? Brengsek sial ...."
Mile pun mendekat untuk membisiki Apo tepat di telinga. "Ya, tapi jadwalnya kan bisa dirubah," katanya. "Besok kita bisa ke Istana Cristianborg dulu kalau kau memang belum bisa jalan jauh, hm?"
"Ahh ...." Apo pun menyerah karena ini sudah di luar batasnya. Dia membiarkan Mile memandu bulan madu mereka besok, walau penasaran juga dengan bukit pasir yang tak pernah dia lihat langsung itu. "Mile .... hmmh ...."
Usai dengan kamar mandi, Mile masih membawanya pergi lagi dari tempat itu. Dengan posisi yang masih sama, sang Alpha berjalan memeluknya seolah tidak lelah samasekali. Dia membanting Apo ke sofa panjang, ke meja, ke dinding ... atau kemana pun yang Mile kehendaki.
BRUGH!
"Mmmfffff---"

Tahu-tahu, saat Apo sudah membuka mata kembali, hari sudah malam sampai dia pikir belum ganti tanggal. Padahal, seharian penuh dia tidur di atas ranjang, sementara Mile sedang menonton televisi di sisinya sambil menyesap secangkir kopi.
DEG
"Mile?"
"Hm?" Mile pun menoleh saat mendengar suara seraknya. "Oh, sayangku bangun ...." katanya dengan belaian lembut di ubun. "Mau makan? Sudah siap kok kalau memang sangat-sangat lapar. Kubawa kemari dulu mejanya," katanya dengan wajah tanpa dosa.
"Apa?"
Mile hanya memberikan kecup kening, lalu turun dari ranjang untuk menjamu sang istri. Dia tidak mau banyak bicara, lalu mengangkat sebuah piring berisi hidangan yang cukup menarik mata. "Aaa, coba," kata Mile dengan sesuap daging.

Meski bingung, Apo pun membuka mulutnya juga. "Ini apa?" tanyanya setelah mulai mengunyah.
"Leverpostej dan Spegepolse yang diiris," kata Mile. Dia mengusapi cemot tipis di sudut bibir sang Omega, sementara Apo mati-matian duduk sambil memegangi kepala peningnya.
"Oh, ya. Enak ...." kata Apo sambil mendekati sendok Mile. Niat hati ingin menyuap sendiri, tapi sang suami malah menjauhkan piringnya segera. "Eh? Kok--"
"Ha ha ha, sudah diam. Biar aku saja yang melakukannya," kata Mile sambil menyodorkan suapan kedua. Namun, tidak langsung. Alpha tampan itu tampak menikmati momen memutar sendok Apo seperti pesawat terbang, sementara Apo sendiri menatap datar karena diperlakukan seperti bocah. "Aaaaaa ... aaaaa ... aaaaaayo buka mulutmu ...."
Apo pun berkedip saja melihat tingkah anehnya. "Mile," katanya yang mulai jengah. "Sudah cukup, aku lapar ...."
Mile pun terkekeh saat memasukkan olahan hati lezat itu ke dalam mulut sang Omega. "Oke, oke. Aku hanya senang bisa memiliki waktu seperti ini denganmu," katanya. "Seharian penuh tak melakukan apapun. Istirahat dan merawat istriku hingga wangi. Memeluknya yang tidur seperti bayi, dan bangun-bangun langsung kusuapi makan. Ha ha ha Bukankah ini susah terjadi?"
"Iya," kata Apo yang tiba-tiba membuang muka merahnya. "Tapi, Mile. Kau ini kenapa sebenarnya? Kita sudah punya tiga anak. Tapi kau seperti--apa ya ... masih tahap pacaran denganku? Jujur saja aku agak ngeri dengan yang semalam?
Mile hanya menaikan sebelah alisnya. "Hm? Mengerikan?" katanya dengan senyuman aneh. "Tidak kok. Memang begitu aku yang sebenarnya. Tapi kau yang di pesawat kan masih perjaka, jadi aku harus hati-hati."
DEG
"Verdammt," maki Apo sambil meremas selimut hangatnya. Dia sampai butuh waktu untuk menatap mata Mile lagi, padahal sosok itu sudah jadi suaminya nyaris setahun.
"Iyakah? Ha ha ... aku hanya sedikit tidak terkejut saja ...." katanya, yang menerima suapan selanjutnya saja harus perlahan-lahan. Sebab bibirnya bengkak, lehernya ngilu, dan rahangnya kaku dipakai memamah sesuatu. (*)
(*) Slang Jerman: Brengsek.
"Yep, apalagi setelah itu kau hamil. Aku jadi harus bersabar lagi," kata Mile. Dia tampak bangga melihat Apo berusaha menyelesaikan makan malamnya, padahal sekali lihat tubuh Omega itu jelas sedang sakit semua. "Tapi tenang saja. Aku tidak mempermasalahkannya, Apo. Jadi jangan pernah berpikir aku tidak senang atau apa selama berhubungan denganmu, paham?"
"Hmmh ...." gumam Apo saat Mile mengakhiri obrolan dengan kecupan bibir. Dia pun memandang punggung sang Alpha yang membawa piring kosongnya pergi, lalu gelas susu yang digenggamnya dengan tangan gemetar--Oh, fuck, ini pasti karena kelamaan dipakai menopang kemarin, Batinnya.
Namun, kejutan tidak sampai di sana saja. Mile tiba-tiba mengangkat tubuhnya ke gendongan saat kembali, lalu mengajaknya menatap pemandangan kota bersama-sama.
DEG
"WOAAAAAH--SHIAA! Turunkan aku, MILE!" kata Apo yang refleks mengalungkan tangan ke leher Mile.
"Ha ha ha, stay still. Jangan banyak tingkah atau kau jatuh nantinya ...." kata Mile sebelum menendang pintu kaca balkon perlahan. Dia membuatnya terbuka sedikit demi sedikit dan tidak menyia-nyiakan sisa malam itu untuk mengekspresikan kebahagiaan. "Well, sementara lihatlah lampu kotanya dulu ...." Dia bilang. "Besok baru mengelilinginya bersamaku, oke? Sabar sebentar karena ini juga tidak terlalu buruk."

Apo pun mengalihkan pandangannya dari wajah Mile ke bintang-bintang. Dia sempat terpejam karena angin yang menerpa mereka, apalagi sampai membuat poninya kacau.
"Bagaimana? Bagus?" tanya Mile.
Meskipun begitu, Apo tidak merasa kedinginan atau emosional. Dia justru menikmati momen itu dengan perasaan lengkap. Lalu membalas mata Mile yang tak mau melepaskannya samasekali. "Iya, bagus kok," katanya. "Tapi bukan langit atau jalan-jalan besok yang membuatku bersyukur."
"Hm?"
"Ya ... mungkin karena impianmu dan impianku terwujud?" kata Apo. "Kau bilang ingin menjalankan pernikahan di negara ini, dan sekarang sudah kejadian. Terus aku ...." Suaranya mendadak memelan entah kenapa. ".... aku dulu pernah membayangkan berpasangan denganmu, Mile. Tapi karena beberapa hal, kupikir rasanya sulit sekali."
Sambil menyimak dengan baik, Mile pun memperbaiki posisi Apo di dadanya. "Ho, terus?" tanyanya dengan nada bangga.
"Ternyata kau tidak sejauh itu ...." kata Apo, yang kini sama susah berkedipnya saat memandang Mile. "Jadi, terima kasih. Aku masih merasa beruntung karena kau memilihku diantara pacar-pacarmu dulu."
Mile pun mendengus tersenyum dengan gelengan. "Hahhhh ... apa-apaan omonganmu itu," katanya. "Lancang sekali mencuri kata-kataku, dasar ...."
Saat itu, Apo sebenarnya ingin mengatakan sesuatu lagi. Namun, saat akan membuka mulut, dia mendadak merasa cukup. Sebab baginya tidak perlu kepalsuan di saat sudah bersama seperti sekarang. Asal ada Mile, dirinya, baby triplets, dan kehangatan ini--Apo rasa dia tidak butuh apapun lagi.
TAMAT
😸 Sabtu, 19 November 2022 😸
🤭
Siap menuju ke Season 2?