webnovel

BAB 14: KEPERCAYAAN

BAB 14

"Kau adalah kekacauan, tetapi juga sebuah mahakarya."

[Mile – Apo]

***

Pagi, pukul 6 lebih 45. Apo dibuat bangun oleh suara getar dari ponselnya. Namun si penelepon terus mengulang panggilan meski dia sudah mematikan.

"Hissshh ...." kata Apo nyaris melempar benda tersebut. Untungnya Mile cepat bangun, lalu menyambar tangan Apo sebelum sungguhan melesat jauh.

"Apo, Apo," kata Mile. Lelaki itu pun mengecek layar tanpa melepaskan pelukannya dari sang Omega. Dia mengernyit karena nama yang tercantum adalah perempuan, lalu mengangkat panggilan daripada mati penasaran. "Halo?"

"PHI APOOOOOOOI!! PHI DIMANA? YA AMPUN AKU SYOK SEKALI BARU SEMBUH MALAH DAPAT KABAR PHI BERTUNANGAN! DENGAN SIAPA, PHI? CERITA-CERITA-CERITA-CERITA! WAJIB! AKU TUNGGU DI TEMPAT BIASA UNTUK SEKOLAH YAAA! PHI HARUS TUNJUKKAN ORANG ITU PADAKU! AKU MAU KETEMU!"

Mile pun refleks menjauhkan ponsel Apo sambil memaki. "Siapa ini?" tanyanya to the point.

Si perempuan pun langsung terdiam. "Phi Po? Bukan deh. Seharusnya kau yang siapa? Aku ini sepupu kecil tersayang Phi Tampan-ku!" sahut suara di seberang sana.

DEG

"Oh, sepupu kecil. Shit, aku belum tahu banyak soal keluarga Apo," batin Mile. Lalu membelai rambut Apo yang agak berminyak. Meskipun begitu, Mile malah menaikkan selimut ke sebatas bahu sang Omega alih-alih membangunkan. "Oh, aku Mile. Tunangan Phi Tampan-mu itu. Salam kenal. Tapi lebih baik kita berkenalan langsung lain kali."

Mile malah tak mendengar suara apapun dari seberang sana.

"...."

"Halo?"

"Hah?"

"Oh, masih tersambung rupanya."

"Tunggu, tunggu, tunggu. Jadi Omega-nya Phi-ku laki-laki? Wah. Kukira perempuan cantik."

Omega, katanya? Mile yakin selain orangtua Apo, kerabatnya pun hanya sedikit yang tahu kalau Apo seorang Omega selama ini.

"Tapi tak apalah. Salam kenal juga ya, Phi Mile. Aku Nayu. Kapan-kapan kita bertemu."

"Oke."

"Jangan lupa ajak aku jalan-jalan, ya! Karena hobiku minta uang pada Phi Apo-ku ha ha ha ha ha!"

Oh, ternyata hanya bocah rupanya. Mile nyaris berprasangka aneh-aneh hanya karena Apo menyimpan nomor wanita.

"Hm."

"Ya sudah bilang pada Phi aku sudah berangkat. Dah!"

Nayu langsung mematikan telepon begitu saja. Dia membuat Mile menghela napas panjang, lalu memandang Apo yang masih terlelap.

Ho, sepertinya Mile memang agak kelewatan tadi malam. Apo sampai mengaku kakinya kebas, lalu nyaris pingsan di ronde keempat.

"Baiklah, tidur dulu saja, Sayangku. Biar kupantau sekalian tempatmu nanti," kata Mile. Lelaki itu pun meninggalkan kecupan di pelipis sebelum pergi. Tanpa tahu Apo membuka mata pada detik berikutnya.

"Sayangku apa tadi katanya?" batin Apo. Lalu menarik selimut hingga menutupi kepala. Saaaakhhhh! "Aku tidak boleh terlalu kasmaran. Tidak boleh! Ini akan buruk sekali."

Ya, memang begitulah isi pikiran Apo sejak dulu. Dia tak ingin terlalu tergila-gila, karena rasionya bisa lepas dan tak berguna lagi. Kepada keluarga, pekerjaan, rutinitas, hingga sekarang Mile Phakphum datang.

Apo pun baru menurunkan selimut setelah malunya menghilang. Lalu mengingat perkataan calon suaminya tadi malam.

"Ingat dua hari lagi 12 Oktober. Aku akan menagih jawabannya waktu itu tiba."

Hei, kenapa cepat sekali? Apalagi situasi sekarang sangat bagus. Mana mungkin Apo memberikan jawaban tidak? Mile pasti tersenyum lebar seperti samoyed putih saat mendengar perkataannya.

"Apo, kemari."

Yang tidak Apo sangka adalah Nathanee memanggil namanya untuk pertama kali pagi itu. Sang calon mertua bahkan mendekatinya lebih dulu, lalu menggandengnya ke ruang makan.

"Ma?"

"Ikutlah sarapan denganku, Apo. Pa bilang juga ingin bicara padamu," kata Nathanee. Lalu mendudukkan Apo di salah satu kursi. Apo pun tersenyum tipis, walau memendam rasa canggung di dalam dada.

"Pagi, Pa."

"Hm, ya," kata calon ayah mertuanya. Lelaki bertubuh gendut itu meletakkan koran yang dibaca, lalu tersenyum padanya. "Pagi juga, Nak."

Oh, yang barusan juga sangat di luar biasa. Sejak kapan dia diterima dalam keluarga ini? Bukannya orangtua Mile bermusuhan dengannya?

"Kami sudah siapkan sarapan khusus untukmu, Apo," kata Nathanee dengan senyuman lebar. "Ma jamin aman 100% untuk baby-mu kok. Koki rumah sudah kupesani untuk memasak khusus tadi subuh."

"Nn, terima kasih, Ma, Pa."

Apo pun mencicipi suapan pertamanya. Dia tahu kedua calon mertuanya sedang memperhatikan, sementara dirinya hanya tersenyum untuk menanggapi mereka.

"Bagaimana, enak?"

"Iya. Rasanya seperti masakan koki rumah sendiri."

"Ha ha ha, bisa-bisa saja kau ini."

Setelah itu, Apo pun mengobrol dengan mereka layaknya percakapan formal basa-basi. Dia hanya ingin tetap sopan selama Mile belum pulang kerja. Namun, setelah Apo menghabiskan separuh porsi, Nathanee tidak tahan untuk tak bertanya.

"Apo, baby-nya umur berapa? Sudah lebih dari satu bulan kan?"

Apo pun meletakkan sendoknya perlahan. "Mn, satu bulan penuh lusa nanti," katanya. "Ada apa, Ma?"

"Ma Cuma mau ingatkan pernikahannya jangan lama-lama. Keburu besar. Proses kehamilan Omega kan cepat sekali. Ma bilang begini karena khawatir padamu, Sayang."

"Sayang lagi, huh? Sebenarnya apa yang merasuki mereka semua. Jelas-jelas dulu sempat bertengkar dengan Pa Ma saat pertemuan keluarga," pikir Apo.

Apo pun mengangguk pelan. "Dua hari lagi kami akan membahasnya, kok. Mungkin akan ada prewed photoshoot dan lain-lain. Ma tenang saja sampai kami beritahu."

"Oh, baguslah," kata Nathanee senang. Apo sampai berkedip terkejut ketika wanita itu mengelus bahunya. "Dengar, Sayang. Kami sebenarnya senang kau hadir. Apalagi Mile mau menetap di Thailand setelah sekian lama. Tapi, minta waktu untuk orangtuamu, ya. Kami sedang berusaha mencari jalan keluar."

"Oh, jadi begitu yang mereka pikirkan ...." batin Apo. Memang masuk akal sih, karena Mile sudah di Australia sejak umur 13, dan baru pulang sekarang. Dirinya saja sampai berpikir Mile beda orang. "Iya, Ma," katanya. "Maaf juga kalau orangtua saya memang sangat-sangat keras." Jika tidak, maka mereka takkan bisa membentuk Apo yang sekarang sama kerasnya.

Sore harinya, setelah mengobrol panjang dan lebar, Nathanee pun berani meminta izin untuk menyentuh perut Apo. Sang calon mertua ternyata senang sekali, sampai-sampai Apo merindukan masa lalu.

Dulu, wanita ini sering mengajaknya ngobrol kalau Mile tidak ada, walau ingatannya sempat kabur karena terlalu lama. Apo akui, Nathanee memang sosok yang hangat dan baik. Apo pun bisa merasakan energi Mile diunduh dari wanita itu karena mereka memiliki senyum yang mirip.

[Apo: Mile, aku harus pulang malam ini. Besok kerja. Sopir Ma sudah mengantar]

Agak aneh tapi benar-benar nyata, kini Apo mengirim pesan lebih dulu kepada pada sang Alpha. Dan apa itu pertama kalinya? Memang. Pukul 7 malam tepat. Chat tanpa emosi Apo langsung masuk ke ponsel Mile, sementara Apo kemudian masuk mobil tanpa melihat balasan.

"Kita berangkat sekarang," kata Apo.

"Baik, Tuan," sahut sopir yang di depan.

Mungkin, Mile memang pulang lebih larut karena dia mengontrol dua perusahaan sekaligus hari ini. Miliknya, lalu menuju ke tempat Apo segera. Apo yakin, Mile pasti tak sempat mengirim pesan apapun, jadi Apo bisa memaklumi.

Ya, pasti seperti itu.

Dia lalu melanjutkan perjalanan, dan semuanya baik-baik saja.

...

...

....

Tapi tidak, sampai dirinya melihat Mile berciuman dengan seorang wanita tak jauh dari restoran.

Apo yakin, itu benar-benar Alpha-nya meski kaca mobil mulai buram oleh rerintik hujan.

Bersambung ....